Ajakan Terbuka, Antara Penentang Dan Pembela
AJAKAN TERBUKA, ANTARA PENENTANG DAN PEMBELA
Dakwah secara sirriyah telah dijalankan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dalam masa dakwah sirriyah ini, ternyata ajakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak mendapat sambutan dari orang-orang terdekat, yang kemudian mereka pun ikut mendakwahkan al haq. Hingga setelah masa tiga tahun, dakwah sirriyah ini berakhir seiring dengan diturukannya perintah dari Allah Azza wa Jalla , agar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah secara terang-terangan (dakwah terbuka). Sebagaimana perintah Allah :
وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ ۙ
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. [asy Syu’ara/26:214].
Setelah menerima ayat ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan keluarganya dan mulai mendakwahkan Islam secara terbuka. Diceritakan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu , ia mengatakan :
لَمَّا نَزَلَتْ وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ صَعِدَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الصَّفَا فَجَعَلَ يُنَادِي يَا بَنِي فِهْرٍ يَا بَنِي عَدِيٍّ لِبُطُونِ قُرَيْشٍ حَتَّى اجْتَمَعُوا فَجَعَلَ الرَّجُلُ إِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَخْرُجَ أَرْسَلَ رَسُولًا لِيَنْظُرَ مَا هُوَ فَجَاءَ أَبُو لَهَبٍ وَقُرَيْشٌ فَقَالَ أَرَأَيْتَكُمْ لَوْ أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ خَيْلًا بِالْوَادِي تُرِيدُ أَنْ تُغِيرَ عَلَيْكُمْ أَكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ قَالُوا نَعَمْ مَا جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إِلَّا صِدْقًا قَالَ فَإِنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ تَبًّا لَكَ سَائِرَ الْيَوْمِ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا فَنَزَلَتْ تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
Ketika turun firman Allah وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian naik ke bukit Shafa dan memanggil dengan suara keras: “Wahai Bani Fihr, wahai Bani ‘Adiy, inti suku Quraisy!” Sehingga mereka semua berkumpul. Jika di antara mereka ada yang tidak bisa hadir, maka mereka mengirim utusan untuk melihat apa sebenarnya yang terjadi. Abu Lahab dan kaum Quraisy pun berdatangan. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berseru: “Bagaimana pendapat kalian jika aku beritahukan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda yang hendak menyerang kalian, apakah kalian mempercayaiku?” Mereka menjawab,”Ya, kami tidak pernah membuktikan sesuatu padamu, kecuali engkau pasti benar,” lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Sesungguhnya, aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kalian sebelum (datang) adzab yang keras.” (Mendengar seruan itu, Pent), maka Abu Lahab menimpali: “Celaka engkau sepanjang hari! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?” Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firmanNya: تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
(Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaidah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan). (Muttafaq ‘alaih).
Ada beberapa riwayat shahih lainnya yang menjelaskan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pasca turun ayat وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ . Kemudian beliau n pun berdakwah secara terang-terangan. Memulainya dengan menyeru kepada keluarga terdekat. Seperti diriwayatkan dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu :
لَمَّا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ دَعَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُرَيْشًا فَاجْتَمَعُوا فَعَمَّ وَخَصَّ فَقَالَ يَا بَنِي كَعْبِ بْنِ لُؤَيٍّ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي مُرَّةَ بنِ كَعْبٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ شَمْسٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي هَاشِمٍ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنْقِذُوا أَنْفُسَكُمْ مِنْ النَّارِ يَا فَاطِمَةُ أَنْقِذِي نَفْسَكِ مِنْ النَّارِ فَإِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ مِنْ اللَّهِ شَيْئًا غَيْرَ أَنَّ لَكُمْ رَحِمًا سَأَبُلُّهَا بِبَلَالِهَا
Ketika ayat وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ diturunkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil kaum Quraisy, lalu mereka berkumpul. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai pembicaraan dengan yang lebih umum kemudian mengarah kepada yang lebih khusus. Beliau n berkata,”Wahai Bani Ka’ab bin Lu-ay, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’ab, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Abdus Syams, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Abdi Manaf, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Hasyim, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Bani Abdul Muthalib, selamatkanlah diri kalian dari neraka! Wahai Fathimah, selamatkanlah dirimu dari neraka! Karena sesungguhnya, aku tidak memiliki kekuasaan apapun dari Allah untuk (memberikan manfaat dan menolak madharat) dari kalian. Hanya saja kalian memiliki ikat rahim. Aku akan tetap membasahinya (artinya, aku tetap menjaganya)”. (HR Imam Ahmad dalam al Musnad, 6/187 dan Imam Muslim no. 350).[1]
Meskipun ajakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu itu hanya kepada kaum Quraisy saja, namun bukan berarti risalah Islam yang haq dan mulia ini hanya tertuju bagi mereka saja. Tidak! Karena Islam, sebagaimana difirmankan Allah dalam al Qur`an, menjadikan dakwah kepada kaum Quraisy ini sebagai langkah awal dalam merealisasikan risalah yang bersifat rahmat lil ‘alamin, menyeluruh bagi seluruh alam, bagi seluruh makhluk di dunia ini. Banyak ayat-ayat Makkiyah yang menjelaskan al Qur`an diturunkan untuk seluruh alam. Sebuah fakta yang menunjukkan, bahwa ide dakwah yang bersifat internasional sudah ada pada masa itu.[2]
Riwayat Lemah
Berkaitan dengan dakwah secara terbuka ini, Syaikh al Albani dalam kitab Siratun-Nabawiyatush-Shahihah mengatakan, ada beberapa riwayat lemah yang menceritakan, bahwa pasca turunnya ayat itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan tiga puluh anggota keluarganya, lalu mengajak mereka makan dan minum. Sebagian riwayat lemah itu mengisaratkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan mukjizat makanan yang sedikit, tetapi bisa mencukupi untuk orang banyak. Riwayat ini munkar. Begitu semua riwayat-riwayat pendukungnya, juga lemah, yang dibuat oleh para pendusta dan pendongeng.[3]
Ada juga yang mengatakan dakwah alaniyyah dimulai ketika telah turun firman Allah
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَاَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ
[Maka sampaikanlah olehmu segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (QS al Hijr/15 ayat 94)], akan tetapi riwayat ini juga lemah, karena di dalam sanadnya terdapat Musa bin ‘Ubaidah yang dha’if, sebagaimana disebutkan dalam at Taqrib.[4]
Permusuhan Abu Lahab dan Kecintaan Abu Thalib Kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Sejak turunnya ayat itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat mulai berdakwah secara terang-terangan. Sejak saat itu pula, kaum kafir Quraisy menunjukkan penentangannya. Mereka mengingkarinya, tetapi tidak mampu mengalahkan dan melemahkan argumen Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Hingga akhirnya, untuk menunjukkan penentangan terhadap dakwah mulia ini, mereka menempuh jalan kekerasan. Mereka melakukan penghinaan dan menyiksa para sahabat, yang kala itu banyak berasal dari para budak dan orang-orang yang tidak terpandang.
Salah satu di antara penentang dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah paman beliau sendiri, yaitu Abu Lahab. Dia bernama Abdul ‘Uza. Sebelumnya, saat ia mendengar kabar kelahiran Muhammad yang merupakan anak saudaranya (yaitu ayahanda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ), dia sangat gembira. Bahkan untuk menunjukkan kegembiraannya, dia membebaskan salah budak wanitanya yang bernama Tsuwaibah. Namun tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai berdakwah secara terbuka, ternyata dia sangat keras penentangannya kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Suatu sikap yang berlawanan. Dengan lantang dia menyuarakan permusuhannya di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Peristiwa ini menjadi penyebab turunya surat al Lahab.
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ ﴿١﴾ مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ ﴿٢﴾ سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ ﴿٣﴾ وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ ﴿٤﴾ فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ
Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaidah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut. [al Lahab/111:1-5].
Permusuhan yang ditunjukkan oleh pamannya ini tidak hanya sampai disitu, bahkan kemanapun Rasulullah menyampaikan dakwah dia selalu membuntutinya. Setiap kali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendakwahi manusia, maka saat itu pula Abu Lahab melancarkan hasutannya, bahwa Muhammad sebagai pembohong. Hal ini dikisahkan oleh salah seorang sahabat yang pernah mendengar dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada masa jahiliyah dahulu sebelum ia beriman.[5]
Upaya Abu Lahab menentang dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini diikuti oleh isterinya juga yang bernama Ummu Jamil. Dia tak henti-hentinya mengganggu dan menghalangi dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ketika ia mendengar kabar adanya ayat yang telah turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkaitan dengannya, maka ia segera mencari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Saat itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di masjid bersama Abu Bakar Radhiyallahu anhu. Ummu Jamil pun pergi ke masjid sambil membawa batu sebesar kepalan tangan orang dewasa, namun Allah Azza wa Jalla melindungi RasulNya dari perempuan penghuni neraka ini. Ketika telah sampai di hadapan Rasulullah dan Abu Bakar, Allah menutup penglihatan wanita tersebut, sehingga tidak dapat melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya berada di samping Abu Bakar Radhiyallahu anhu.
Ummu Jamil berkata kepada Abu Bakar Radhiyallahu anhu : “Wahai, Abu Bakar! Mana temanmu? Ada berita yang sampai kepadaku, bahwa dia menghinaku. Demi Allah, seandainya aku dapati dia, sungguh aku akan pukul mulutnya dengan batu ini. Demi Allah, sungguh aku adalah seorang penya’ir,” kemudian dia pun berujar : “Muzammam (lawan kata Muhammad) orang yang kami tentang, rusannya yang kami tolak dan agamanya yang kami benci,” lalu dia pun pergi.
Usai kedatangan Ummu Jamil, maka Abu Bakar berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai, Rasulullah. Bukankah dia melihatmu?”
Rasulullah menjawab,”Dia tidak melihatku. Allah mencabut penglihatannya dariku.”[6]
Begitulah sepasang suami-isteri telah bersekongkol memusuhi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sehingga wajar, jika nama keduanya disandangkan sebagai orang yang celaka.
Bertolak-belakang dengan Abu Lahab, paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, yaitu Abu Thalib, dia sangat mencintai kemenakannya ini. Abu Thalib menyayanginnya, mengasuhnya sejak kecil serta melindunginya saat dia sudah dewasa. Abu Thalib selalu berseberangan dengan kaum Quraisy dalam menyikapi masalah Muhammad, padahal ia memiliki keyakinan (aqidah) yang sama dengan mereka.
Demikian di antara hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebab, seandainya Abu Thalib beriman, tentu dia tidak lagi memiliki wibawa di hadapan kaumnya. Dan dia tidak akan mampu melindungi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari berbagai usaha jahat kaumnya.
Meski berbagai usaha telah dilakukan orang-orang kafir Quraisy untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun semua itu tidak mempengaruhi semangat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam berdakwah ke jalan Allah. Justru semakin menambah semangat.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberikan kekuatan dan meneguhkan kita semua, untuk terus bertekad menjaga agama diridhai Allah dengan mengikuti langkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para salafush-shalih. Gangguan dan rintangan tidak melemahkan semangat, demi mencapai cita-cita tinggi yaitu ridha Allah Azza wa Jalla . (Nsd)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10//Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1] Shahihus-Siratin-Nabawiyah, Syaikh al Albani, hlm. 136.
[2] As Siratun-Nabawiyatush-Shahihah (I/143).
[3] Ibid. (I/142-143).
[4] Ibid. (I/143).
[5] HR Imam Ahmad dalam Musnad-nya. Lihat as Siratun-Nabawiyatush-Shahihah, hlm. 293.
[6] As Siratun-Nabawiyatush-Shahihah, hlm. 292-293.
- Home
- /
- B2. Topik Bahasan3 Sejarah...
- /
- Ajakan Terbuka, Antara Penentang...