Apakah Penyakit Ain Dapat Menimpa Manusia?

APAKAH PENYAKIT AIN DAPAT MENIMPA MANUSIA ?

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya : Apakah penyakit ‘ain dapat menimpa manusia? Dan bagaimana pengobatannya? Apakah membentengi diri daripadanya berarti menghilangkan ketawakkalan?

Jawaban
Menurut kami, penyakit ‘ain itu haq dan benar adanya balk menurut syara’ maupun perasaan. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِن يَكَادُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَٰرِهِمْ

Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka

Ibnu Abbas dan sahabat lainnya ketika menafsirkan ayat itu mengatakan; yakni mereka mengacaukan penglihatanmu dengan pandangan mereka. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا

Penyakit ‘ain itu haq. Dan seandainya ada sesuatu yang mendahului qadar, maka sesuatu itu adalah penyakit ‘ain. Oleh karena itu jika kalian diminta mandi, mandilah. Hadits riwayat Muslim.

Hadits lainnya diriwayatkan oleh Nasa’i dan  Ibnu Majah bahwa Amir bin Rabi’ah melewati
Sahl bin Hanif yang sedang mandi, lalu Amir berkata: Saya belum pernah melihat kamu seperti hari ini, tidak ada kulit yang tersembunyi. Tidak lama kemudian Sahl kesurupan. Kemudian Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepadanya, dikatakan kepada Nabi : Sahl tiba-tiba kesurupan. Maka Rasulullah bertanya: Siapa yang kalian sangka pelakunya? Para sahabat menjawab; ‘Amir bin Rabi’ah. Beliaupun bersabda: Dengan alasan apa seseorang di antara kalian membunuh saudaranya. Apabila salah seorang kalian melihat sesuatu yang mengagumkan dari saudaranya, maka berdo’alah untuk keberkahannya. Kemudian Rasulullah meminta air dan memerintahkan Amir untuk berwudhu, membasuh wajah dan kedua tangannya sampai ke siku, membasuh kedua lututnya dan bagian dalam sarungnya. Selanjutnya Nabi memerintahkan Amir untuk mengguyurkan air kepada Sahl. Dalam redaksi lain : Agar ia memiringkan bejana dari belakangnya. Fakta menjadi saksi atas benarnya kejadian tersebut dan tidak mungkin mengingkarinya.

Untuk menanggulangi penyakit ‘ain tersebut, digunakan pengobatan secara syar’i yaitu.
1. Membaca ruqyah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَة

Tidak ada ruqyah kecuali bagi pemjakit ‘ain dan sengatan hewan berbisa.

Jibril juga pernah meruqyah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Dia berkata:

 بِسْمِ الله أرْقِيكَ، مِنْ كُلِّ شَيْءٍ يُؤْذِيكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنِ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيكَ، بِسمِ اللهِ أُرقِيكَ

Baca Juga  Sanggahan Terhadap Menolak Adanya Kehendak Makhluk

Dengan nama Allah aku meruqyaimu dari segala hal yang menyakitimu, dari kejahatan setiap orang, atau dari ‘ain yang dengki, semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu“.

2. Disuruh mandi, seperti diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Amir bin Rabi’ah pada hadits terdahulu kemudian diguyurkan air kepada orang yang kena musibah.

Adapun mengambil obat dari air kencingnya atau dari tahinya, maka ini tidak ada dasarnya. Demikian pula mengambil bekas jejaknya. Yang ada hanyalah seperti telah disebutkan terdahulu yaitu membasuh anggota tubuhnya dan bagian dalam sarungnya atau yang semisal dengan itu yaitu bagian dalam tutup kepala dan bajunya. Wallahu ‘Alam.

Mendahulukan penjagaan diri dari penyakit ‘ain hukumnya boleh dan tidak menafikan tawakal bahkan penjagaan itu sendiri merupakan bentuk tawakal. Karena tawakal berarti bersandar kepada Allah bersamaan dengan melakukan usaha-usaha yang dibolehkan atau yang diperintahkan.

Nabi sendiri pemah meminta perlindungan untuk  Hasan dan Husain, sabdanya:

أَعُيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ

Aku lindungkan kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap syaithan dan penyakit menular dan dari pemjakit ‘ain yang tercela.”

Ibrahim juga berdo’a demikian ketika memohon perlindungan untuk Ishaq dan Ismail . Hadits riwayat Al-Bukhari.

PERSELISIHAN MANUSIA TENTANG PENYAKIT AIN

Pertanyaan
Fadhilatusy Syaikh ditanya: Sebagian manusia berselisih tentang penyakit ‘ain. Sebagian mengatakan, itu tidak berpengaruh karena ia menyelisihi Al-Qur’an. Bagaimana pendapat yang benar dalam masalah ini?

Jawaban
Pendapat yang benar adalah seperti yang diucapkan oleh Nabi  Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu:

إِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ

Sesungguhnya penyakit ‘ain itu haq.”

Perkara ini telah dibuktikan oleh berbagai fakta dan saya tidak mengetahui adanya ayat-ayat yang bertentangan dengan hadits ini sehingga sekelompok orang mengatakan bahwa ‘ain bertentangan dengan Al-Qur’an karim. Bahkan Allah menjadikan jaian bagi segala sesuatu, sehingga sebagian mufasir ketika menafsirkan ayat :

وَإِن يَكَادُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَٰرِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا۟ ٱلذِّكْرَ وَيَقُولُونَ

Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu henar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka tatkala mereka mendengar Al-Qur’an  mereka mengatakan…” [Al-Qalam/68:51]

Yang dimaksud di sini adalah penyakit ‘ain. Tetapi apakah ini yang dimaksud oleh ayat itu atau yang lairmya, penyakit ‘ain tetap ada, ia haq tidak ragu lagi. Fakta membuktikan hal itu semenjak masa Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai hari ini.

Baca Juga  Apakah Do'a Bisa Merubah Ketentuan

Tetapi, apa yang harus diperbuat oleh orang yang terkena ‘ain?

Jawabnya : Dilakukan pembacaan (misalnya ayat kursi ). Dan apabila diketahui orang yang meng-‘ainnya, hendaklah ia diminta berwudhu dan air wudhunya yang jatuh diambil kemudian diberikan kepada orang yang dikenai ‘ain tadi dengan diguyurkan ke kepalanya dan ke punggungnya dan meminumkan darinya. Dengan cara seperti ini, ia akan sembuh insya Allah.

Kebiasaan yang kita lakukan, mereka mengambil pakaian yang biasa dikenakan oleh yang melakukan ‘ain seperti tutup kepala dan semisalnya dan mencelupkannya ke air, kemudian meminumkan air itu kepada orang yang kena musibah. Kami melihat hal itu cukup berfaedah seperti berita yang biasa kami dapati. Jadi apabila fenomena ini betul-betul terjadi, maka tidak mengapa mengamalkannya, karena suatu cara apabila telah ditetapkan menurut syara’ atau menurut penginderaan, ia dianggap benar. Adapun suatu cara yang bukan syar’i atau tidak hissiy (dapat diinderawi ), maka ia tidak boleh dipegangi. Seperti mereka yang bersandar kepada azimat dan semisalnya,. mereka menggantungkannya pada diri mereka untuk menolak ‘ain.

Perbuatan seperti ini tidak ada dasarnya, sama saja apakah azimat itu diambil dari Al-Qur’an atau yang lainnya. Namun sebagian ulama salaf membolehkan menggantungkan azimat yang berasal dari Al-Qur’an karim karena kebutuhan kepadanya.

HUKUM ORANG YANG TIDAK MENGAMBIL MAKANAN YANG JATUH KARENA TAKUT PENYAKIT AIN

Pertanyaan
Fadhilatusy Syaikh ditanya mengenai apa yang dilakukan oleh sebagian manusia ketika melihat orang yang memandang kepadanya sewaktu ia makan, ia lalu membuang makanan itu ke tanah karena takut terhadap ‘ain. Bagaimana hukum perbuatan ini?

Jawaban
Semoga Allah merahmatinya : Ini i’tiqad yang fasid dan menye lisihi sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

إِذَا سَقَطَتْ مِنْ أَحَدِكُمْ اللُّقْمَةُ فَلْيُمِطْ ماَ كَانَ بِهَا مِنْ أَذَى ثُمَّ لِيَأْكُلْهَا

Apabila ada sesuap makanan dari salah seorang di antara kalian terjatuh, maka hendaklah dia membersihkan bagiannya yang kotor, kemudian memakannya

[Disalin kitab Al-Qadha’ wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin’, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]

  1. Home
  2. /
  3. A4. Buah Keimanan Kepada...
  4. /
  5. Apakah Penyakit Ain Dapat...