Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Lemah Lembut Terhadap Orang Jahil
NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM LEMAH LEMBUT TERHADAP ORANG JAHIL
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang paling lembut kepada manusia. Beliau sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi dan latar belakang mereka. Bagaimana tidak, beliaulah yang telah memberitakan:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menyukai sifat lemah-lembut dalam seluruh perkara.[1]
Kelembutan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat dilihat dari ucapan dan perbuatan beliau, serta mengambil jalan yang paling mudah. Manusia pada prinsipnya cenderung menyukai sifat lembut, perkataan yang halus dan sikap yang ramah. Dan sebaliknya, antipati terhadap sikap yang keras dan kasar. Bukti kelembutan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang yang belum mengetahui hukum dapat dilihat pada hadits berikut ini.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata:
Ketika kami berada di dalam masjid bersama Rasulullah, tiba-tiba datang seorang badui. Lalu, ia (badui itu, Red.) kencing di dalam masjid. Para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berseru: “Tahan! Tahan!” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Janganlah kalian ganggu. Biarkanlah dia,” maka para sahabat membiarkannya sampai ia selesai kencing. Selanjutnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya seraya berkata:
إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لاَ تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلاَ الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ الهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
Sesungguhnya masjid-masjid ini tidak pantas dikenai sesuatu dari air kencing dan kotoran. Ia (dibangun) untuk dzikrullah, sholat dan membaca al Qur`an . . . [2]
Hadits mulia ini memuat penjelasan perihal kelembutan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kecakapan cara pembinaan beliau terhadap orang badui tersebut yang belum mengetahui banyak tentang agama (masih jahil).
Dalam riwayat Ahmad dan Ibnu Majah, terdapat keterangan, bahwa saking terkesannya, setelah paham agama, orang badui itu pun berkata: “Ayah dan ibuku jadi tebusan bagi beliau. Beliau tidak mencela, tidak mencaci-maki dan tidak memukul(ku)”.
Al Hafizh Ibnu Hajar menyimpulkan, dalam hadits ini (hadits Anas) terdapat pelajaran agar bersikap lembut terhadap orang jahil (yang belum mengetahui hukum agama) dan mengajarinya hal-hal yang harus diketahui tanpa disertai celaan terhadapnya, jika kesalahannya tidak muncul karena keras kepala. Apalagi, bila ia termasuk orang yang masih perlu pendekatan persuasif. Dalam hadits ini pula, termuat cermin kasih sayang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluhuran akhlak beliau. [3]
(Kutipan dari al Mu’allimul Awwal, karya Muhammad Fuad as-Salhub, Darul Qasim, Riyadh, Cetakan I, Tahun 1417H0)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1427H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
______
Footnote
[1]. HR al Bukhari dan Muslim.
[2]. HR al Bukhari dan Muslim. Lafazh ini milik Muslim.
[3]. Fat-hul Bari (1/388).
- Home
- /
- B2. Topik Bahasan4 Uswah...
- /
- Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa...