Apakah Tasbeh Bid’ah?
TASBEH
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa hukum bertasbih dengan menggunakan tasbeh? Jika tidak ada hukumnya, apa boleh bertasbih dengan menggunakan tasbeh karena alasan untuk menghitung bilangan tasbih?
Jawaban.
Lebih baik meninggalkannya. Sebagian ahli ilmu memakruhkannya, dan yang lebih utama adalah bertasbih dengan menggunakan jari sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diriwayatkan dari beliau, bahwa beliau memerintahkan untuk menghitung bilangan tasbih dan tahlil dengan jari-jari tangan, beliau bersabda.
وَأَنْ يَعْقِدْنَ بِالأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولاَتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ.
“Dan hitunglah dengan jari jemari, karena sesungguhnya (jari-jemari itu) akan ditanya dan akan berbicara.“[1]
(Al-Fatawa Kitabud Da’wah, hal.76, Syaikh Ibnu Baz)
APAKAH TASBEH BID’AH ?
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Disebutkan dalam hadits, “Setiap bid’ah itu sesat” yang artinya bahwa tidak ada bid’ah kecuali itu pasti sesat, dan tidak ada bid’ah hasanah karena setiap bid’ah itu sesat. Pertanyaannya: Apakah tasbeh dianggap bid’ah? Dan apakah tasbeh termasuk bid’ah hasanah (baik) atau dhalalah (sesat)?
Jawaban.
Tasbeh bukan bid’ah agama, karena seseorang tidak bermaksud beribadah kepada Allah dengan tasbeh, akan tetapi bermaksud menghitung dengan tepat bilangan tasbih, tahlil, tahmid atau takbir yang diucapkannya. Jadi tasbeh ini hanya merupakan perantara, bukan tujuan.
Tapi yang lebih utama adalah bertasbih dengan menggunakan jari-jari tangannya karena alasan-alasan berikut
Pertama: Bahwa jari-jari itu kelak akan disuruh berbicara sebagaimana yang dtunjukkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kedua: Bahwa bilangan tasbih atau lainnya dengan menggunakan tasbeh bisa menyebabkan seseorang lengah. Kadang kita saksikan banyak orang yang menggunakan tasbeh mengucapkan tasbih tapi matanya melirik ke sana kemari, karena mereka telah mengandalkan biji-biji tasbeh itu untuk menghitung bilangan tasbih, tahlil, tahmid atau takbir yang dikehendakinya. Dan kita dapati sebagian mereka menghitungnya dengan biji-biji tasbeh sementara hatinya lengah, mereka terlihat menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal ini akan berbeda jika mereka menghitungnya dengan jari tangan, karena biasanya akan lebih mengkonsentrasikan hati.
Ketiga: Bahwa menggunakan tasbeh bisa mendatangkan riya’. Kita jumpai sebagian orang yang senang banyak bertasbih mengalungkan tasbeh-tasbeh panjang di leher mereka dengan jumlah biji-bijinya yang banyak, dengan begitu seolah-olah lisan mereka mengatakan, ‘lihatlah kepada kami, kami memuji Allah dengan bilangan biji-biji yang banyak ini. Astaghfirullah, saya tidak bermaksud menuduh mereka demikian, tapi saya mengkhawatirkan demikian.
Ketiga hal ini harus dihindari oleh orang yang bertasbih menggunakan tasbeh, dan hendaknya ia bertasbih, mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan jari-jari tangannya.
Kemudian dari itu, bahwa menghitung bilangan tasbih itu dengan menggunakaan jari-jari tangan kanan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghitung bilangan tasbih dengan tangan kanannya, dan tidak diragukan lagi bahwa yang kanan lebih baik daripada yang kiri. Karena itu, menggunakan tangan kanan lebih utama daripada menggunakan tangan kiri. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun pernah melarang seorang laki-laki makan atau minum dengan tangan kirinya, dan pernah pula beliau menyuruh seseorang makan dengan tangan kanannya, beliau bersabda,
يَا غُلاَمُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
“Nak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah yang dekat kamu.”[2]
Dalam sabda lainnya beliau menyebutkan,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ
“Apabila salah seorang kalian makan, maka hendaklah ia makan dengan menggunakan tangan kanannya, dan apabila ia minum, maka hendaklah minum dengan menggunakan tangan kanannya. Karena sesungguhnya setan itu makan dan minum dengan menggunakan tangan kirinya.“[3]
Karena itu, menggunakan tangan kanan untuk menghitung bilangan tasbih lebih utama daripada menggunakan tangan kiri, hal ini sebagai pelaksanaan mengikuti As-Sunnah dan lebih mendahulukan yang kanan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat senang mendahulukan yang kanan dalam mengenakan sandal, memulai langkah dan dalam bersuci serta hal-hal lainnya. Dengan demikian, bertasbih dengan menggunakan tasbeh tidak dianggap bid’ah dalam agama, karena yang dimaksud bid’ah yang terlarang itu adalah bid’ah dalam perkara agama, sedangkan bertasbih dengan menggunakan tasbeh hanyalah merupakan perantara untuk menghitung bilangan dengan tepat. Jadi hanya merupakan perantara yang marjuh. Namun demikian lebih utama menghitung bilangan tasbih dengan menggunakan jari tangan.
(Nur’ala Ad-Darb, hal.68, Syaikh Ibnu Utsaimin)
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Terbitan Darul Haq]
________
Footnote
[1] Dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam Ash-Shalah (1501). At-Thirmidzi dalam Ad-Da’wat (3583). Ahmad (6/731).
[2] HR. AI-Bukhari dalam Al-I’tisham bil Kitab was Sunnah (7320). Muslim dalam Al-Ilm (2669).
[3] HR. Al-Bukhari dalam Al-ath’imah (5376), Muslim dalam Al-Asyribah (2022)
- Home
- /
- A4. Sumber Bid'ah Dalam...
- /
- Apakah Tasbeh Bid’ah?