Mencampuri Isteri Beberapa Waktu Setelah Melahirkan

MENCAMPURI ISTERI BEBERAPA WAKTU SETELAH MELAHIRKAN

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq

Apakah laki-laki boleh menyetubuhi isterinya selang 30 hari atau 25 hari setelah melahirkan, ataukah tidak kecuali setelah 40 hari? Karena saya mendengar sebagian orang mengatakan bahwa itu tergantung kemampuan isteri. Sebagian lainnya mengatakan: “Harus sempurna 40 hari.” Saya tidak tahu mana yang paling benar. Oleh karena itu, beritahukanlah kepadaku, semoga Allah mem-balasmu dengan sebaik-baik balasan.

Jawaban
Tidak boleh seorang pria menyetubuhi isterinya setelah melahirkan pada hari-hari nifasnya hingga sempurna 40 hari sejak tanggal kelahiran. Kecuali bila darah nifas berhenti se-belum 40 hari, maka ia boleh menyetubuhinya pada waktu darahnya telah terhenti dan setelah mandi. Jika darah keluar kembali sebelum 40 hari, maka haram menyetubuhinya pada waktu tersebut. Dan ia harus meninggalkan puasa dan shalat hingga sempurna 40 hari atau terhentinya darah, wa billaahit taufiiq.[1]

MENGGAULI WANITA YANG KANDUNGANNYA KEGUGURAN
Di tengah-tengah kami ada seorang wanita yang keguguran kandungan tanpa sebab; apakah suami meneruskan bercampur ber-samanya secara langsung ataukah berhenti selama 40 hari?

Jawaban
Jika janin telah terbentuk, yaitu tampak anggota tubuhnya berupa tangan, kaki, atau kepala, maka ia haram me-nyetubuhinya selagi darah keluar hingga 40 hari, dan ia boleh me-nyetubuhinya pada saat darah berhenti selama masa-masa 40 hari tersebut setelah mandi. Adapun jika tidak tampak anggota tubuhnya dalam janinnya, maka ia boleh menyetubuhinya walaupun ketika darah tersebut turun, karena tidak dianggap sebagai darah nifas, tetapi darah kotor. Ia tetap mengerjakan shalat dan berpuasa serta suaminya halal menyetubuhinya. Ia harus berwudhu’ pada tiap-tiap shalat.[2]

Baca Juga  Hukum Membaca Al-Qur'an Bagi Orang Junub, Wanita Haid dan Nifas

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair]
_______
Footnote
[1] Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa’ yang dinukil dari Fataawaa al-‘Ulamaa fii ‘Isyratin Nisaa’ (hal. 43).
[2] Fataawaa al-Lajnah ad-Daa-imah lil Iftaa’ yang dinukil dari Fataawaa al-‘Ulamaa’ fii ‘Isyratin Nisaa’ (hal. 44).

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah1 Thaharah...
  4. /
  5. Mencampuri Isteri Beberapa Waktu...