Persusuan Nabi dan Peristiwa Pembelahan Dada
PERSUSUAN NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DAN PERISTIWA PEMBELAHAN DADA
Setelah Aminah melahirkan bayinya dan diberi nama Muhammad oleh kakeknya di depan Ka’bah, kemudian ia menyusuinya selama beberapa hari. Ibunyalah yang menyusui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pertama kali. Mengenai lama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyusu pada ibunya, ada yang mengatakan tiga, tujuh dan ada yang mengatakan sembilan hari.
Tsuwaibah
Setelah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam disusui oleh budak Abu Lahab yang sudah dibebaskan. Dia bernama Tsuwaibah. Wanita ini juga menyusui pamannya, yaitu Hamzah dan menyusui anak bibi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Abu Salamah al Mahzumi, sehingga mereka menjadi saudara sepersusuan. Sebagaimana dikisahkan dalam sebuah hadits, dari Zainab binti Abu Salamah :
أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ انْكِحْ أُخْتِي بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ ( ولمسلم : عِزَّةَ بِنْتَ أَبِي سُفْيَانَ) قَالَ أَوَتُحِبِّينَ ذَلِكِ قُلْتُ نَعَمْ لَسْتُ لَكَ بِمُخْلِيَةٍ وَأَحَبُّ مَنْ شَارَكَنِي فِي خَيْرٍ أُخْتِي فَقَالَ إِنَّ ذَلِكِ لَا يَحِلُّ لِي فَقُلْتُ إِنَّا نُحَدَّثُ أَنَّكَ تُرِيدُ أَنْ تَنْكِحَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ (وفي رواية : دُرَّةَ بِنْتَ أَبِي سَلَمَةَ) فَقَالَ بِنْتَ أُمِّ سَلَمَةَ فَقُلْتُ نَعَمْ قَالَ لَوْ لَمْ تَكُنْ رَبِيبَتِي فِي حَجْرِي مَا حَلَّتْ لِي إِنَّهَا بِنْتُ أَخِي مِنْ الرَّضَاعَةِ أَرْضَعَتْنِي وَأَبَا سَلَمَةَ ثُوَيْبَةُ فَلَا تَعْرِضْنَ عَلَيَّ بَنَاتِكُنَّ وَلَا أَخَوَاتِكُنَّ
“Sesungguhnya Ummu Habibah istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nikahilah saudariku putri Abu Sufyan (dalam riwayat Imam Muslim: ‘Izzah binti Abu Sufyan)”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya,”Apakah engkau menginginkan itu?” Aku (Ummu Habibah) menjawab,”Ya. Aku tidak pernah menjadi istrimu seorang diri, dan orang yang paling aku sukai menemaniku dalam kebaikan adalah saudariku.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Itu tidak halal bagiku.” Ummu Habibah berkata,”Sesungguhnya kami diberitahu, bahwa engkau ingin menikahi anak Abu Salamah (dalam riwayat lain : Durrah binti Abu Salamah).” Rasulullah bertanya,”Putri Abu Salamah?” Aku (Ummu Habibah) menjawab,”Ya.”
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya dia bukan anak asuhku, dia tetap tidak halal bagiku. Dia itu putri dari saudara sepersusuanku. Aku dan Abu Salamah pernah disusui oleh Tsuwaibah, maka jangankanlah kalian menawarkan anak-anak atau saudari-saudari kalian kepadaku“. [HR Imam Bukhari dan Muslim][1].
Kemudian Imam Bukhari membawakan perkataan ‘Urwah, bahwa Tsuwaibah adalah budak milik Abu Lahab yang telah dibebaskan dan menyusui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tsuwaibah menyusui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama beberapa hari, hingga kemudian datang Halimah as Sa’diyah, seorang wanita yang menyusui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikutnya.
Halimah As-Sa’diyah.
Diantara kebiasaan para pemuka bangsa Arab yaitu mencarikan ibu susuan dari pedesaan bagi anak-anak mereka. Tujuannya agar badan anak-anak mereka lebih sehat dan kuat. Karena memandang pengasuh atau ibu susuan yang berada di daerah perkotaan memiliki fisik yang lemah. Disamping itu, agar anak-anak mereka memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Oleh karenanya mereka mengirimkan bayi-bayi mereka ke pedesaan sampai usia delapan, kadang sepuluh tahun.Sebaliknya, orang-orang pedesaan itu sengaja pergi ke kota mencari bayi para pemuka Arab untuk disusui, dengan harapan agar namanya ikut terangkat.
Halimah binti Abu Dzuaib adalah wanita berikutnya yang ditakdirkan Allah Azza wa Jalla untuk menyusui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berasal dari kabilah Sa’diyah. Salah satu kabilah yang terkenal dengan wanita-wanita tukang menyusui, serta terkenal memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Oleh karenanya, ketika Abu Bakr Radhiyallahu ‘anhu mengomentari bahasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang fasih, ia berkata :
مَارَأَيْتُ مَنْ هُوَ أَفْصَحُ مِنْكَ يَارَسُوْلَ الله
“Aku tidak pernah melihat orang yang lebih fasih bahasanya dibandingkan engkau, wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
مَا يَمْنَعُنْي وَأَنَا مِنْ قُرَيْشٍ وَأُرْضِعْتُ فِي بَنِي سَعْدٍ
“Kenapa tidak? Aku dari suku Quraisy, dan aku disusui di Bani Sa’d“[2].
Selama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disusui oleh Halimah binti Abu Dzuaib as Sa’diyah, banyak kisah-kisah keajaiban yang masyhur dibawakan oleh para ahli sejarah. Namun, kisah tentang Halimah yang panjang, mulai dari proses pencarian bayi susuan sampai barakah-barakah yang muncul di kemudian hari, menurut para ulama ahli hadits, kisah-kisah tersebut dinilai tidak shahih karena sebab sanadnya.[3]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal bersama mereka selama empat tahun, sampai terjadi sebuah peristiwa yang membuat ibu asuhnya Halimah as Sa’diyah merasa cemas dan menghawatirkan anak asuhnya. Peristiwa pembelahan dada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dilakukan oleh Malaikat membuat ibu asuhnya cemas, sehingga ia segera mengembalikan kepengasuhan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ibunda Aminah.
Peristiwa Pembelahan Dada.
Peristiwa pembelahan dada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, penyuciannya terjadi sebanyak dua kali, tetapi ada juga yang mengatakan tiga kali. Namun peristiwa pembelahan dada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang kedua), yaitu menjelang penobatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi terjadi dalam mimpi, sebagaimana dua riwayat yang dibawakan oleh Imam Suyuthi rahimahullah.[4]
Peristiwa pertama terjadi ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia empat atau lebih, yaitu ketika beliau sedang menggembala di lembah Bani Sa’d. Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu diceritakan :
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَاهُ جِبْرِيلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَلْعَبُ مَعَ الْغِلْمَانِ فَأَخَذَهُ فَصَرَعَهُ فَشَقَّ عَنْ قَلْبِهِ فَاسْتَخْرَجَ الْقَلْبَ فَاسْتَخْرَجَ مِنْهُ عَلَقَةً فَقَالَ هَذَا حَظُّ الشَّيْطَانِ مِنْكَ ثُمَّ غَسَلَهُ فِي طَسْتٍ مِنْ ذَهَبٍ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ لَأَمَهُ ثُمَّ أَعَادَهُ فِي مَكَانِهِ وَجَاءَ الْغِلْمَانُ يَسْعَوْنَ إِلَى أُمِّهِ يَعْنِي ظِئْرَهُ فَقَالُوا إِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ قُتِلَ فَاسْتَقْبَلُوهُ وَهُوَ مُنْتَقِعُ اللَّوْنِ قَالَ أَنَسٌ وَقَدْ كُنْتُ أَرْئِي أَثَرَ ذَلِكَ الْمِخْيَطِ فِي صَدْرِهِ
“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi Malaikat Jibril Alaihissallam ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bermain dengan beberapa anak[5]. Jibril kemudian menangkapnya, menelentangkannya, lalu Jibril membelah dada. Jibril mengeluarkan hatinya, dan mengeluarkan dari hati beliau n segumpal darah beku sambil mengatakan “Ini adalah bagian setan darimu”. Jibril kemudian mencucinya dalam wadah yang terbuat dari emas dengan air zam-zam, lalu ditumpuk, kemudian dikembalikan ke tempatnya. Sementara teman-temannya menjumpai ibunya (maksudnya orang yang menyusuinya) dengan berlari-lari sembari mengatakan: “Sesungguhnya Muhammad telah dibunuh”. Kemudian mereka bersama-bersama menjumpainya, sedangkan dia dalam keadaan berubah rona kulitnya (pucat).
Anas mengatakan: “Saya pernah diperlihatkan bekas jahitan di dadanya“.
Setelah membawakan hadits ini, penyusun kitab As Siratun Nabawiyatush Shahihah mengatakan: “Tidak diragukan lagi, bahwa pembersihan hati dari bagian setan merupakan persiapan dini untuk kenabian, dan persiapan untuk bebas dari segala kejahatan dan peribadatan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Maka tidak ada yang bersemayam di hatinya, kecuali tauhid. Peristiwa-peristiwa masa kecilnya menunjukkan, bahwa semua itu telah terbukti. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan dosa, serta tidak pernah sujud kepada berhala, meskipun hal itu sudah merata di tengah kaum beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
Demikianlah, peristiwa pembelahan dada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pertama, terjadi di Bani Sa’d ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berusia empat tahun atau lebih. Kemudian peristwa ini terulang lagi pada malam Isra’ dan Mi’raj.
Peristiwa pembelahan dada ini, membuat Halimah merasa sangat khawatir atas keselamatan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu, Halimah segera menyerahkan kembali Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke pangkuan ibunda Aminah dan kakeknya Abdul Muththalib, meskipun sebenarnya Halimah sangat menyukainya.
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183, Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1] Lihat Shahihus Siratin Nabawiyah, karya Syaikh Al Albani, hlm. 15.
[2] Lihat As Siratun Nabawiyatu fi Dhauil Kitab was Sunnati, karya Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, hlm. 192.
[3] Lihat As Siratun Nabawiyatush Shahihah, karya Dr. Akram Dhiya’ Al Umari (I/103).
[4] Lihat As Siratun Nabawiyatush Shahihah, karya Dr. Akram Dhiya’ Al Umari (I/103).
[5] Dalam riwayat Ibnu Ishaq, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan: “Ketika aku dan saudaraku menggembala ternak di belakang rumah, tiba-tiba aku didatangi oleh dua orang …”. (Lihat Shahihus Siratin Nabawiyah, hlm. 16).
- Home
- /
- B2. Topik Bahasan8 Kisah...
- /
- Persusuan Nabi dan Peristiwa...