Mengaku Keturunan Rasulullah dan Meminta Berkah Dari Mereka

MENGAKU KETURUNAN RASULULLAH DAN MEMINTA BERKAH DARI MEREKA

Pertanyaan.
Apakah keturunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih ada? Karena banyak orang yang mengaku keturunan (al itrah), dan banyak orang yang meminta berkah dari mereka. Tolong beri penjelasan?

Jawaban.
Keturunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih ada. Bahkan di antara keturunan beliau,  yaitu imam Mahdi, akan datang menjelang hari Kiamat, dan termasuk tanda-tanda besar hari Kiamat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

الْمَهْدِيُّ مِنَّا أَهْلَ الْبَيْتِ يُصْلِحُهُ اللهُ فِي لَيْلَةٍ

Al Mahdi dari kami, ahli bait, Allah akan memperbaikinya di dalam satu malam. [HR Ahmad, no. 646; Ibnu Majah, no. 4085. Dihasankan oleh al Albani di dalam ash Shahihah, no. 2371].

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

الْمَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ

Al Mahdi dari keturunanku dari anak Fatimah. [HR. Ahmad, no. 646; Ibnu Majah, no. 4085, dan ini lafazhnya. Dishahihkan oleh al Albani. Lihat juga di dalam ash Shahihah, no. 2371].

Adapun banyak orang mengaku sebagai keturunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka pengakuan tersebut kemungkinan benar, kemungkinan juga tidak benar. Sedangkan meminta berkah (tabarruk) dari mereka, maka itu merupakan kesalahan. Sesungguhnya semua berkah dan kebaikan itu hanyalah milik Allah Azza wa Jalla. Dia berfirman:

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Katakanlah : “Wahai Allah, Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Hanya di tanganMu segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Ali Imran/3:26].

Imam Ibnu Jarir ath Thabari berkata: “Firman Allah ((Hanya di tangan-Mu segala kebajikan)), yaitu semuanya itu ditanganMu dan terserah padaMu, tidak ada seorangpun yang berkuasa terhadapnya, karena sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu, bukan seluruh makhlukMu, dan bukan sesembahan dan tuhan yang dijadikan oleh orang-orang musyrik dari kalangan Ahli Kitab dan orang-orang ummi, mereka menyembahnya dari selainMu, seperti al Masih dan tandingan-tandingan yang diangkat oleh orang-orang ummi sebagai tuhan”. [Tafsir ath Thabari, 3/222-223].

Baca Juga  Apakah Boleh Kita Mengatakan Bahwa Husain Meninggal Syahid?

Dalam sebuah hadits disebutkan:

عَنْ عَبْدِ اللهِ قَالَ كُنَّا نَعُدُّ اْلآيَاتِ بَرَكَةً وَأَنْتُمْ تَعُدُّونَهَا تَخْوِيفًا كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَقَلَّ الْمَاءُ فَقَالَ اطْلُبُوا فَضْلَةً مِنْ مَاءٍ فَجَاءُوا بِإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ قَلِيلٌ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي اْلإِنَاءِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الطَّهُورِ الْمُبَارَكِ وَالْبَرَكَةُ مِنْ اللهِ فَلَقَدْ رَأَيْتُ الْمَاءَ يَنْبُعُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَقَدْ كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيحَ الطَّعَامِ وَهُوَ يُؤْكَلُ

Dari Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata : Kami dahulu menganggap ayat-ayat (perkara-perkara luar biasa) sebagai berkah, sedangkan kamu menganggapnya sebagai perkara untuk menakut-nakuti. Kami dahulu bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam suatu perjalanan, kemudian air menjadi sedikit, maka beliau bersabda,”Carilah sisa air,” kemudian mereka datang membawa sebuah wadah yang berisi sedikit air. Lalu beliau memasukkan tangannya ke dalam wadah tersebut, kemudian bersabda,”Kemarilah menuju air bersih yang diberkahi, dan berkah itu dari Allah”. Sesungguhnya aku melihat air terbit dari jari-jari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dan sesungguhnya kami juga pernah mendengar tasbihnya makanan yang sedang dimakan. [HR Bukhari, no. 3579; Tirmidzi; Nasaa-i].

Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa berkah itu milik Allah dan dari Allah. Oleh karena itu, meminta berkah itu hanya kepada Allah.

Syaikh Dr. ‘Ali bin Nufayyi’ al ‘Alayani berkata,”Jika berkah itu dari Allah, maka memintanya dari selainNya merupakan kemusyrikan kepada Allah Ta’ala, seperti meminta rizqi, mendatangkan manfaat, dan menolak bencana dari selain Allah Azza wa Jalla .” [1]

Sebagai tambahan, tabarruk (mencari berkah) itu ada dua macam, yaitu : tabarruk masyru’ (mencari berkah yang disyari’atkan) dan tabarruk mamnu’ (mencari berkah yang dilarang).

Tabarruk masyru’ dilakukan dengan perantaraan perkara-perkara yang diberkahi oleh Allah, dengan cara yang dituntunkan oleh Allah melalui RasulNya. Dan hukumnya, ada yang wajib, mustahab, dan mubah. [2]

Untuk mengetahui perkara pun yang diberkahi oleh Allah, dan cara mendapatkan berkah itu, semuanya harus dengan dalil-dalil al Qur’an dan as Sunnah, karena hal ini termasuk urusan agama.

Contohnya tabarruk (mencari berkah) dengan al Qur’an, yaitu dengan cara membacanya, merenungkannya, menghafalnya, mengimaninya, mengamalkannya,  mendakwahkannya, dan sebagainya yang dituntunkan oleh Allah dan RasulNya.

Baca Juga  Mengenal Ahlul Bait Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam

Tabarruk (mencari berkah) dengan bulan Ramadhan, ialah dengan cara berpuasa padanya, memperbanyak amal shalih, dan sebagainya yang dituntunkan oleh Allah dan RasulNya.

Tabarruk (mencari berkah) dengan lewat masjid, yaitu dengan cara melakukan shalat jama’ah di dalamnya, membaca al Qur`an, thalabul ilmi (kajian agama) dan sebagainya yang dituntunkan oleh Allah dan RasulNya.

Intinya, seluruh perbuatan atau perkataan, yang diperintahkan atau dianjurkan oleh Allah atau RasulNya, untuk dilakukan di tempat tertentu atau waktu tertentu, atau tanpa ketentuan waktu dan tempatnya, kemudian seorang hamba melaksanakannya sesuai dengan tuntunan, dengan niat ikhlas dan didasari keimanan, maka hamba tersebut akan mendapatkan berkah dan kebaikan yang besar di dunia dan di akhirat.

Adapun tabarruk mamnu’, yaitu mencari berkah dengan perkara-perkara yang dilarang oleh syari’at, atau yang melewati batas tabarruk masyru’, atau sama sekali tidak memiliki sandaran syari’at. [3]  . Sehingga hukum tabarruk terlarang ini bisa sekedar kemaksiatan, dosa besar, atau bahkan kemusyrikan.

Di antara contoh tabarruk terlarang adalah tabarruk dengan dzat atau bekas orang shalih –selain Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam -, tabarruk dengan kubur orang shalih, tabarruk dengan merayakan hari kelahiran atau kematian atau peristiwa penting orang shalih, tabarruk dengan tempat-tempat yang berkaitan dengan kejadian penting.

Di antara tabarruk yang syirik, yaitu tabarruk kepada pohon, batu, kubur, patung, atau semacamnya sebagaimana dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1] At Tabarruk Masyru’ wa Tabarruk Mamnu’, hlm. 17.
[2] At Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu, hlm. 201, karya Syaikh Dr. Nashir bin Abdurrahman bin Muhammad al Juda-i.
[3] At Tabarruk Anwa’uhu wa Ahkamuhu, hlm. 315, karya Syaikh Dr. Nashir bin Abdurrahman bin Muhammad al Juda-i.

  1. Home
  2. /
  3. B2. Topik Bahasan1 Cinta...
  4. /
  5. Mengaku Keturunan Rasulullah dan...