Karamah Para Wali
Kelima puluh:
KARAMAH PARA WALI
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah yaitu mem-benarkan (mempercayai) karamah para wali dan apa yang Allah Azza wa Jalla tunjukkan melalui mereka dari hal-hal yang luar biasa.[1]
Tentang karamah para wali, telah dibahas oleh para ulama Ahlus Sunnah karena ada golongan yang mengingkari tentang adanya karamah para wali. Mereka adalah golongan Mu’tazilah, Jahmiyyah dan sebagian dari Asy’ariyyah. Ada juga golongan yang ghuluw (berlebih-lebihan) dalam menetapkan karamah, mereka meyakini dan mengatakan bahwa setiap yang luar biasa adalah karamah, meskipun itu adalah sihir dan kedustaan. Mereka adalah golongan thariqat Shufiyyah dan penyembah kubur. Adapun Ahlus Sunnah menetapkan karamah para wali sesuai dengan ketentuan al-Qur-an dan Sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang shahih.
Yang dimaksud dengan karamah adalah apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan melalui tangan para wali-Nya yang mukmin berupa keluarbiasaan, seperti ilmu, kekuasaan dan lainnya. Misalnya makanan yang Allah berikan kepada Maryam binti ‘Imran[2], naungan yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada ‘Usaid bin Hudhair ketika membaca Al-Qur-an[3] , serta berita-berita mengenai para pemuka dari ummat ini, yaitu para Sahabat, Tabi’in dan generasi berikutnya dari ummat Islam. Karamah tersebut akan tetap ada pada umat ini sampai datangnya hari Kiamat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala mengisahkan Maryam binti ‘Imran:
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Maka Rabb-nya menerima (do’a)nya (sebagai nadzar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemelihara baginya. Setiap kali Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: ‘Wahai Mar-yam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’ Maryam menjawab: ‘Makanan itu dari sisi Allah.’ Sesungguhnya Allah memberi rizki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa per-hitungan.” [Ali ‘Imran/3: 37]
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baaz rahimahullah menjelaskan mengenai perbedaan antara mukjizat dan karamah serta keadaan syaithaniyyah yang luar biasa melalui tangan tukang-tukang sihir atau tukang mengecohkan ummat, yaitu bahwa mukjizat merupakan karunia yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada para Rasul dan Nabi Alaihimussallam dari keluarbiasaan. Mukjizat digunakan untuk melawan orang-orang yang menentang para Nabi Alaihimussallam, untuk mengujinya dan untuk mengabarkan diutusnya mereka oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta untuk menguatkan dakwah para Nabi dan Rasul Alaihiussallam. Seperti peristiwa terbelahnya bulan, turunnya Al-Qur-an (karena Al-Qur-an ini sebesar-besar mukjizat), rintihan batang kurma, keluarnya air dari sela jari-jari tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain dari itu terdapat mukjizat yang banyak.[4]
Syarat diberikannya karamah yaitu orang yang diberi karamah tersebut istiqamah dalam iman dan mengikuti syari’at. Jika tidak demikian, maka yang berlaku padanya adalah keluarbiasaan wali-wali syaithan.[5]
Adapun karamah itu pada hakekatnya memberikan faedah tiga hal yaitu:
- Yang paling besar, menunjukkan tentang kesempurnaan Allah Azza wa Jalla dan kehendak-Nya, sebagaimana Allah Azza wa Jalla mempunyai Sunnah-Sunnah dan sebab-sebab yang menentukan musabab yang diletakkan-Nya secara syari’at dan qadar.
- Bahwa terjadinya karamah untuk para wali ini pada hakekatnya adalah mukjizat untuk para Nabi Alaihimussallam, karena karamah-karamah itu tidak akan diperoleh mereka, melainkan dengan sebab keberkahan mengikuti Nabi mereka, yang telah memperoleh kebaikan yang banyak.
- Bahwa karamah yang diperoleh para wali adalah kabar gembira yang disegerakan oleh Allah dalam kehidupan dunia, sebagai-mana firman-Nya:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ لَهُمُ الْبُشْرَىٰ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۚ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa. Bagi mereka berita gembira dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehi-dupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” [Yunus/10: 62-64]
Dalam ayat ini bahwa yang dikatakan wali Allah adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan bertaqwa. Dalam ayat ini juga disebutkan tentang kabar gembira, menurut pendapat sebagian Ahli Tafsir yaitu yang menunjukkan kepada kewalian mereka dan akibat yang baik bagi mereka, di antaranya adalah karamah.[6]
Terkadang karamah itu juga sebagai cobaan, di mana satu kaum akan berbahagia dan celaka dengannya. Adapun orang-orang yang berbahagia adalah orang-orang yang bersyukur dan orang-orang yang binasa itu adalah orang-orang yang ‘ujub (berbangga diri) dan tidak istiqamah.[7]
Imam ath-Thahawi rahimahullah mengatakan: “Orang-orang mukmin semuanya adalah wali-wali Allah dan yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan yang paling bertaqwa.”[8]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ذَٰلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ مَوْلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لَا مَوْلَىٰ لَهُمْ
“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai pelindung.” [Muhammad/47: 11]
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” [At-Taubah/9: 71]
Wali Allah adalah orang mukmin yang paling taat kepada Allah, mengikuti Al-Qur-an dan As-Sunnah dan bertaqwa kepada Allah, merekalah orang yang paling mulia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” [Al-Hujurat/49: 13]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1] Diringkas dari Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 207-208).
[2] Lihat QS. Ali ‘Imran/3: 37-40.
[3] HR. Muslim no. 796 (242).
[4] At-Tanbiihaatul Lathiifah (hal. 97-98).
[5] At-Tanbiihaatul Lathiifah (hal. 98).
[6] Diringkas dari kitab at-Tanbiihaatul Lathiifah ‘ala Mahtawat ‘alaihil ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 99-100).
[7] Diringkas dari kitab at-Tanbiihaatul Lathiifah ‘ala Mahtawat ‘alaihil ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (hal. 99).
[8] Lihat Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 357-362) tahqiq Syaikh al-Albani
- Home
- /
- A3. Aqidah Ahlus Sunnah...
- /
- Karamah Para Wali