Hukum Menutupi Keranda dan Mengubur Jenazah Dengan Peti
HUKUM MENGUBUR JENAZAH DENGAN PETI
Keputusan ke-5 dalam Muktamar ke-8 yang diadakan di Mekkah, dari tanggal 28 Rabiul-Akhir – 7 Jumada al-Ula 1405 H.
Segala puji hanya untuk Allâh semata, semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Nabi yang tidak ada nabi setelahnya, sayyidina dan nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Amma ba’du,
Majlis al-Majma’ al-Fiqh al-Islami memandang permasalahan yang datang dari Pemimpin Umum Pemuda Islam dan Ketua Delegasi al-Jum’iyah al-Islâmiyah Wilayah Victoria, Australia tentang hukum menguburkan jenazah kaum Muslimin pada peti kayu, menurut tata cara yang ada pada orang-orang Nashrani.
Isi pertanyaannya : Sebagian Muslimin disana masih menganggap baik dan mengikuti tata cara ini walaupun pemerintahan di wilayah tersebut memperbolehkan kaum Muslimin mengubur jenazahnya menurut tata cara Islam dengan kafan syar’i tanpa peti.
Setelah terjadi diskusi, maka Majlis al-Majma’ al-Fiqh memutuskan:
- Semua amalan dan perilaku yang datang dari seorang Muslim dengan maksud tasyabbuh dan taklid pada selain Muslimin, maka itu terlarang secara syariat, dan dilarang dengan dasar hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Mengubur pada peti, apabila dimaksudkan untuk tasyabbuh pada selain kaum Muslimin, maka itu hukumnya haram. Dan bila tidak bermaksud tasyabbuh, maka makruh (terlarang) selama tidak ada hajat untuk berbuat demikian. Bila ada hajat, maka diperbolehkan.
Semoga shalawat dan salam yang banyak kepada Sayyidina Muhammad dan keluarganya, dan alhamdulillâhi Rabb al-‘Âlamin.
Yang menandatangani:
Ketua: Abdulaziz bin Abdillâh bin Bâz
Wakil Ketua: Dr. Abdullâh bin Umar Nashif;
Anggota.
(1) Abdullâh bin Abdurrahman al-Basâm
(2) Shalih bin Fauzân bin Abdillâh al-Fauzân
(3) Muhammad bin Abdullâh bin Sabîl
(4) Mushthafa Ahmad az-Zarqâ’
(5) Muhammad Mahmûd ash-Shawâf
(6) Shâlih bin Utsaimin
(7) Muhammad Rasyid Qubâni
(8) Muhammad asy-Syâdzali an-Naifar
(9) Abu Bakar Jûmi
(10) Muhammad bin Jubair (tidak tanda tangan)
(11) Dr. Ahmad Fahmi Abu Sunnah
(12) Muhammad al-Habib bin al-Khaujah
(13) Dr. Bakr Abu Zaid (tidak tanda tangan)
(14) Mabruk bin Mas’ud al-‘Awâdi
(15) Muhammad bin Sâlim bin Abdulwadud
(16) Dr. Thalâl Umar Bâfaqih (Penetap Keputusan Majlis al-Majma’ al-Fiqh al-Islami).
Sumber: Qarârât al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami li Rabithah al-‘Âlam al-Islami, min Daurat al-Ula 1398 hingga Daurat ats-Tsâminah 1405 H, halaman 146-149.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XV/1434H/2013M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
HUKUM MENUTUPI KERANDA MAYAT
Pertanyaan
Apakah dibolehkan membuka wajah mayat ketika di dalam kubur dan apa dalil membuka keranda mayat bagi lelaki ketika mengantarkannya?
Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama. Tidak diperkenankan membuka wajah mayat, ketika diletakkan di liang lahat. Baik mayat laki-laki maupun perempuan.
Kedua. Sedangkan menutupi mayat, kebanyakan para ahli ilmu rahimahumullah menganjurkan menutupi keranda mayat perempuan. Terdapat hal itu dari sebagian para shahabat radhiallahu anhum.
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dianjurkan bagi mayat wanita dibuatkan keranda (peti). Keranda adalah tempat diletakkan wanita diatas ranjang. Dan ditutup dengan baju untuk menutupi dari pandangan orang-orang. Mereka berdalil dengan kisah jenazah Zainab Umul Mukminin radhiallahu anha, dikatakan: beliau adalah orang yang pertama kali dibawa dengan menggunakan keranda dari kalangan wanita muslimah.
Diriwayatkan oleh Baihaqi rahimahullah bahwa Fatimah binti Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam radhiallahu’anha memberi wasiat agar dibuatkan (keranda) untuknya, dan mereka melaksanakannya. Jika (atsar) ini shahih, maka beliau (telah melaksanakan) beberapa tahun yang lalu sebelum Zainab. Sementara apa yang diceritakan oleh Al-Bandanaiji bahwa orang yang pertama kali membuat hal itu adalah jenazah Zainab binti Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam. Bahwa Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan hal itu tidak benar dan tidak dikenal. Saya telah ingatkah (hal itu) agar tidak terperdaya.” (Syarh Al-Muhadzab, 5/234)
Terdapat dalam kitab Hasyiyah Ad-Dasuqi, 1/418, “Dianjurkan menutupi mayat wanita dengan meletakkan kubah diatas keranda. Karena hal itu lebih menutupi mayat.”
Ibnu QUdamah rahimahullah berkata, “Dianjurkan memakaikan diatas dipan wanita sesuatu dari kayu atau tikar. Seperti kubah, dibiarkan diatasnya ada baju agar lebih tertutup (Al-Mughni, 2/211)
Al-Bahuti rahimahullah mengatakan, “Dianjurkan menutupi keranda mayat dengan penutup.” (Daqoiq Ulin Nuha, 1/369).
Dari nash-nash para ulama tadi menganjurkan menutupi (mayat) wanita. Hal itu menunjukkan bahwa lelaki tidak ditutupi, bahkan dibiarkan terbuka.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Apakah selayaknya meletakkan penutup di atas keranda atau tidak?
Jawabannya adalah kalau wanita, ya. Kebanyakan para ulama menganjurkannya. Karena hal itu lebih tertutup. Baihaqi rahimahullah menyebutkan, bahwa Fatimah bin Muhammad sallallahu alaihi wa sallam mewasiatkan hal itu. Ada yang mengatakan selain itu.
Hal ini telah digunakan di Hijaz, akan tetapi di Najad tidak dikenal. Jika seseorang melakukannya, hal itu bagus dan jangan diingkari. Karena terkadang sebagian jenazah wanita yang ditaruh di depan, seseorang menyaksikan sesuatu yang tidak senang untuk dilihatnya. Kalau di atasnya ditaruh penutup, maka hal itu lebih tertutup.
Dalam ‘Ar-Raud’ dikatakan, (Kalau mayat wanita, dianjurkan menutupi keranda dengan penutup. Karena hal itu lebih tertutup baginya. Diriwayatkan bahwa Fatimah memerintahkan untuk membuat hal itu, ditaruh baju diatas penutup . Begitu juga jika mayat bongkok dan semisalnya), agar aibnya tertutup.
Sementara mayat lelaki tidak dianjurkan hal ini. Bahkan dibiarkan seperti apa adanya. Karena hal itu ada manfaatnya yaitu adanya memberikan nasehat yang kuat bagi setiap orang yang lihatnya, bahwa kemarin ada mayat di keranda ini. Kalau ditutup dengan kain penutup sebagaimana yang dipraktekkan, maka hal itu tidak mengapa.” (Syarh Al-Mumti, 5/356).
Wallahua’lam .
Disalin dari islamqa
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah4 Jenazah...
- /
- Hukum Menutupi Keranda dan...