Cegah Anemia Sejak Dini

CEGAH ANEMIA SEJAK DINI

Tubuh manusia merupakan susunan biokimiawi yang begitu kompleks. Lebih dari 99,7 % terdiri dari 11 elemen (H,C,N,O,NA,MG,P,S,CL,K,CA) yang merupakan bagian dari karbohidrat, protein dan lemak serta sebagian yang lain merupakan elektrolit untuk mempertahankan keseimbangan cairan. Sisanya merupakan “trace element”, dan yang dianggap penting adalah 10 unsur kimia yaitu Fe (Ferrum zat besi,) I (Yodium), Ze (Zink), Cu (cuprum/tembaga), Cr (Chromium), Se (Selenium), Mo (Molibden), Mn (Mangan), Co (Cobalt), dan F (Flourida).

Trace element mempunyai peranan penting dalam mentransfer elektron, dan diketahui sebagai bagian dari proses pembentukan enzim tertentu untuk aktifitas metabolik, seperti aktifitas metabolik hemoglobin; yaitu suatu zat warna yang penting dalam eritrosit atau sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida. Aktivitas ini membutuhkan zat besi /ferrum. Jika zat besi ini berkurang atau ada gangguan, maka kadar hemoglobulin bisa di bawah normal. Keadaan ini biasa disebut dengan anemia.

Tanda-tanda anemia atau kekurangan zat besi, kadang tidak dirasakan oleh seseorang karena dianggap hal biasa, yaitu letih, lesu, lemah dan lunglai. Empat kondisi ini jika terjadi terus-menerus, maka harus diwaspadai anemia mulai menyerang. Tanda anemia lainnya, yaitu pada kulit dan selaput di kelopak mata tampak pucat, mata berkunang-kunang, sulit berkonsentrasi dan sering sakit-sakitan. Bagi anak-anak sekolah yang sering menguap dan tertidur di sekolah, sering ijin sakit apalagi bila berjalan lambat, tidak bergairah, bisa dicurigai anemia.

BEBERAPA PENYEBAB ANEMIA
Anemia dapat didefinisikan dengan suatu kadar hemoglobin di bawah normal. Juga bisa diartikan jika tubuh tidak dapat memproduksi sel darah merah yang cukup sesuai dengan kebutuhan tubuh. Oleh karena penyebab anemia sangat beragam, di antaranya kekurangan masukan bahan baku zat besi yang menyebabkan anemia defisiensi (kekurangan zat besi), gangguan pada sumsum tulang mengakibatkan anemia aplastik, pembentukan hemoglobin yang tidak normal seperti pada penyakit thalasemia, mengakibatkan masa hidup sel darah merah pendek, sehingga menyebabkan anemia pula. Sebagian besar anemia merupakan akibat kekurangan zat besi.

ANEMIA DEFISIENSI BESI
Semua sel mengandung zat besi, akan tetapi hemoglobin (Hb) pada sel darah merah dan mioglobin dalam otot mempunyai konsentrasi zat besi paling tinggi. Wajar apabila seseorang kekurangan zat besi dalam tubuhnya maka otomatis terjadi gangguan pula dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit) sehingga kadar Hb menurun. Dikatakan anemia, bila kadar Hb di bawah normal yaitu < 11gram/100cc untuk anak sampai umur 6 tahun. Anak di atas 6 tahun bila kadar Hb di bawah 12,9 mg/100cc dianggap menderita anemia. Untuk dewasa, dikatakan anemia bila kadar Hb dalam darah kurang dari 12 gram/100cc, namun bagi wanita hamil nilai di bawah 10 gram/100cc sudah menderita anemia. Kebutuhan zat besi paling banyak pada periode pertumbuhan cepat yaitu masa bayi, anak-anak di bawah tiga tahun dan pubertas terutama remaja putri yang mengalami menstruasi. Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak serta remaja relatif tinggi, karena proses tumbuh kembangnya tergantung suplai darah yang berisi sari makanan dan oksigen, dan berlanjut dengan proses biokimiawi di seluruh organ tubuh termasuk otak.

Baca Juga  Menjaga Rutinitas Perawatan Penderita Diabetes Mellitus (Kencing Manis)

ANEMIA DAN IBU HAMIL
Anemia defisiensi zat besi lebih sering terjadi dalam kehamilan. Hal ini disebabkan karena saat kehamilan keperluan terhadap zat-zat makanan bertambah, dan terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Banyak studi menunjukkan, anemia kekurangan zat besi memberi dampak yang merugikan bahkan membahayakan bagi ibu hamil dan janin yang di kandungnya. Janin di rahim masih tergantung suplai darah sang ibu. Jika ibu hamil menderita anemia, apalagi anemia berat maka kemungkinan angka kesakitan maupun kematian bagi bayinya tinggi, yaitu bayi lahir dengan berat badan rendah, cacat bawaan, lahir prematur (dengan usia kandungan 28-32 minggu), dan bayi pun juga menderita anemia. Risiko kematian bagi ibu pasca melahirkan akibat perdarahan lebih besar bagi ibu hamil dengan status kekurangan zat besi, karena tidak ada cadangan zat besi di dalam tubuh selama kehamilannya. Selain itu risiko perdarahan sebelum waktunya bisa terjadi dan mungkin berlanjut pada kelahiran prematur.

ANEMIA DAN KECERDASAN OTAK
Otak merupakan organ penting yang harus mendapat suplai darah setiap harinya. Bila sel darah merah terganggu akibat kekurangan zat besi, maka perkembangan otak dan daya pikirnyapun terganggu. Kemampuan berpikir dan konsentrasi seseorang akan menurun akibat anemia. Menurut hasil penelitian, anemia yang terjadi pada masa bayi mungkin merupakan salah satu sebab disfungsi otak yang permanen. Untuk menjamin perkembangan otak dan kecerdasan anak yang optimal, maka cegah kekurangan zat besi pada ibu hamil dan bayi sampai menjelang usia 3 tahun, meskipun kecerdasan otak seseorang tidak mutlak hanya tergantung dari kecukupan zat besi dalam darah di otak.

ANEMIA DAN KAPASITAS KERJA
Kekurangan zat besi walaupun belum menunjukkan penurunan kadar Hb dapat mengubah metabolisme sel dan fungsi jaringan dengan menurunnya kadar enzim-enzim yang membutuhkan zat besi untuk aktivitasnya. Sistem pernapasan sel terganggu, karena jumlah oksigen di seluruh otot-otot tubuh menurun. Dampak ini akan dirasakan oleh para pekerja berat yang harus banyak menggunakan tenaga fisiknya, yaitu dengan menurunnya kapasitas kerja mereka. Hal demikian juga bisa dirasakan oleh para pasutri. Menderita anemia akan mengganggu keharmonisan hubungan rumah tangga, karena fisik tubuh yang tidak bisa optimal dalam hal pelayanan kebutuhan biologis pada masing-masing pasangan.

KEBUTUHAN ZAT BESI
Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak relatif tinggi disebabkan proses tumbuh kembang yang cepat. Bayi lahir membutuhkan 0,5 g besi dan menjadi 5 g menjelang dewasa. Untuk menaikkan jumlah tersebut, maka makanan sehari-hari harus mencukupi kebutuhan zat besi dalam tubuh. Zat besi dalam makanan dapat dibagi dalam heme-iron, yaitu besi yang terikat dalam darah dan otot (mioglobin) dan non heme-iron yang terdapat pada sayur mayur, serealia dan beberapa makanan produk hewan seperti susu, telur dan sebagainya. Bentuk heme-iron mudah diserap dan relatif tidak dipengaruhi oleh komposisi makanannya. Sebaliknya penyerapan zat besi di dalam non heme-iron di dalam tubuh kurang baik dan sangat dipengaruhi oleh zat-zat gizi lain yang terdapat bersamaan dalam makanan.

Baca Juga  Urgensi Memberi ASI Kepada Bayi

Penyerapan menjadi meningkat, misalnya bersamaan dengan kandungan vitamin C atau daging hewan. Penyerapan zat besi terhambat/menurun jika bersamaan dengan zat fitat, kalsium fosfat, juga bersamaan dengan minuman teh. Susu sapi tidak banyak mengandung zat besi, hanya sekitar 0,5 mg. Oleh karena itu susu formula bayi yang terbuat dari susu sapi dianjurkan ada penambahan zat besi antara 8-12 mg besi tiap liternya. Kandungan zat besi dalam ASI juga rendah, akan tetapi penyerapannya sangat efisien sehingga dianjurkan agar ASI diberikan pada bayi sampai usia 2 tahun disamping makanan pendamping lain yang memenuhi kebutuhan zat besi.

Dengan demikian, kebutuhan zat besi dan zat gizi lainnya pada anak di bawah usia tiga tahun (batita) tetap tercukupi, dan anemia pun bisa terhindar. Selanjutnya tumbuh kembang tubuh dan otak anak bisa optimal. Menurut ahli anak, pemberian atau pengobatan zat besi pada anak usia sekolah karena kecerdasan rendah akibat anemia kekurangan besi tidak banyak manfaatnya. Sebaiknya pencegahan anemia dilakukan sejak anak usia 6 bulan hingga 2 sampai 3 tahun.

PENYAKIT YANG BERDAMPAK MENJADI ANEMIA
Status gizi yang buruk terutama pada anak-anak misalnya pada penyakit kekurangan energi protein/KEP biasa berdampak menjadi anemia dan rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi lainnya. Demikian pula penyakit infeksi kronis (lama) dan penyakit kanker bisa berakibat menjadi anemia karena status gizi yang menurun akibat penyakitnya. Cacing yang menumpang hidup di dalam usus manusia merupakan simbiosis yang merugikan (parasit) karena merampas zat gizi yang dibutuhkan, akan mengakibatkan pula kekurangan zat besi dalam tubuh. Infestasi penyakit cacing yang sangat dominan, menyebabkan anemia ini adalah jenis cacing tambang (ankilostomiasis).

PENUTUP
Untuk menjaga kelangsungan dan kualitas hidup (insya Allah), maka ibu hamil dianjurkan menambah zat besi baik melalui makanan dengan gizi tinggi maupun suplemen tablet tambah darah setiap harinya. Pemeriksaan rutin tiap bulan dan pemeriksaan kadar Hb sangat penting untuk memantau kesehatan janin yang di kandungnya. Selanjutnya ibu menyusui perlu memperhatikan kualitas makanan yang dikonsumsi supaya produk ASI mengandung cukup zat gizi bagi bayinya. Pada bayi 6 bulan hingga 3 tahun pun sangat baik bila dilakukan pemeriksaan Hb untuk mengetahui apakah kebutuhan zat besi sudah tercukupi atau belum. Waktu emas sejak bayi lahir sampai 3 tahun jangan disia-siakan untuk memberikan makanan yang terbaik (tidak harus mahal) bagi buah hati kita. Pengetahuan tentang gizi makanan sangat diperlukan bagi ibu rumah tangga untuk memberikan makanan yang berkualitas.

Harapan kita generasi muslim selanjutnya menjadi cerdas dan kuat. (dr. Ira Enjang).

Sumber:
– Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Prof. Dr. Solihin. P, DSAK, FKUI Jakarta.
– Ilmu Kebidanan, Prof. Dr. Sarwono, DSOG, FKUI, Jakarta. – Sumber lainnya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XI/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

  1. Home
  2. /
  3. A9. Wanita dan Keluarga...
  4. /
  5. Cegah Anemia Sejak Dini