Qadha Puasa Bagi yang Menyusui

QADHA PUASA BAGI YANG MENYUSUI

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn ditanya: Ada seorang wanita yang puasanya pada bulan Ramadhan batal karena nifas dan tidak bisa mengqadha` karena harus menyusui sampai bulan Ramadhan berikutnya datang. Apa yang wajib ia lakukan?

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah menjawab: Wajib bagi wanita ini berpuasa untuk menggantikan hari-hari puasa yang dibatalkan meskipun setelah Ramadhan kedua. Karena wanita ini tidak mengqadha` dengan sebab udzur. Akan tetapi, jika tidak memberatkan baginya untuk mengqadha` pada musim dingin, maka ia harus melakukannya meskipun sedang menyusui.

Oleh karena itu, hendaklah wanita ini menguatkan tekad mengqadha` Ramadhan sesuai dengan kemampuannya sebelum datang bulan Ramadhan yang kedua. Jika tidak memungkinkannya untuk mengqadha`, maka tidak mengapa ia menundanya sampai Ramadhan berikutnya.

(Fatâwâ fî Ahkâmish-Shiyâm, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn, hlm. 381).

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn ditanya: Seorang wanita tidak berpuasa pada bulan Ramadhan karena baru melahirkan, dan ia tidak mengqadha` puasa bulan Ramadhan itu. Kejadiannya sudah sangat lama, sementara itu ia tidak bisa berpuasa. Bagaimanakah hukumnya? Berilah fatwa kepada kami. Semoga Allah Azza wa Jalla memberikan ampunan kepada Anda?

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn rahimahullah menjawab: Wanita ini wajib bertaubat kepada Allah dari perbuatannya, karena seseorang boleh menunda qadha Ramadhan kecuali karena udzur yang dibenarkan syariat. Karena itu, ia wajib bertaubat.

Kemudian, jika masih mampu berpuasa meskipun satu hari demi satu hari, maka hendaklah ia berpuasa. Jika tidak mampu, hendaklah ia memperhatikan; jika ketidakmampuannya itu karena udzur yang bersifat tetap, maka ia harus memberikan makan kepada satu orang miskin sebagai ganti satu hari puasa. Jika ketidakmampuannya itu karena udzur yang bersifat sementara yang diharapkan bisa hilang, maka ia menunggu sampai udzur itu hilang, kemudian setelah itu ia mengqadha` apa yang menjadi kewajibannya.

Baca Juga  Orang yang Berpuasa, Akan Dipanggil Dari Pintu Ar-Rayyan

(Fatâwâ fî Ahkâmish-Shiyâm, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimîn, hlm. 382).

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XI/1428/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

APAKAH KELUAR DARAH DARI YANG HAMIL TERMASUK YANG MEMBATALKAN SHAUM

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Pada bulan Ramadhan yang mulia saya sedang keadaan hamil dan saya mengeluarkan darah pada tanggal dua puluhnya, walaupun demikian saya tetap berpuasa kecuali selama empat hari ketika saya di rumah sakit. Setelah Ramadhan saya mengqadha puasa saya yang empat hari itu, apakah saya harus berpuasa lagi sedangkan saya masih mengandung .?

Jawaban
Puasa Anda saat hamil yang disertai dengan keluarnya darah adalah sah, darah itu tidak mempengaruhi puasa Anda sebab darah itu adalah istihadhah, sedangkan puasa yang Anda tinggalkan selama empat hari itu karena dirawat di rumah sakit lalu Anda mengqadhanya setelah Ramadhan sudah cukup, Anda tidak perlu mengqadha puasa itu untuk kedua kalinya.

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta, 10/225, fatwa nomor 13168]

BULAN RAMADHAN KEDUA TELAH DATANG TAPI IA BELUM MENGQADHA PUASA RAMADHAN YANG LALU

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Sebagian wanita memasuki bulan Ramadhan yang baru dan belum mengqadha puasa Ramadhan yang lalu, apa yang harus mereka lakukan .?

Jawaban
Yang wajib mereka lakukan adalah bertobat kepada Allah dari perbuatan ini, karena sesungguhnya tidak boleh bagi seseorang untuk menunda qadha puasanya hingga datangnya bulan Ramdhan kedua tanpa adanya udzur (halangan), berdasarkan ucapan Aisyah Radhiaalahu ‘anhu : “Saya mempunyai utang puasa yang harus saya lunasi dan saya tidak bisa mengqadha puasa itu kecuali di bulan Sya’ban”, hal ini menunjukkan bahwa tidak boleh mengqadha puasa hingga datangnya bulan Ramadhan berikutnya. Karena itu hendaknya para wanita itu bertobat kepada Allah atas apa yang telah mereka perbuat, dan mengqadha puasa tersebut setelah bulan Ramadhan kedua.

Baca Juga  Memaksa Istri Untuk Tidak Berpuasa Dengan Cara Mencampurinya

[52 Su’alan an Ahkamil haidh, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 17-18]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hazmah Fakhruddin, Penerbit Darul Haq]

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah5 Puasa...
  4. /
  5. Qadha Puasa Bagi yang...