Malam Pertengahan Sya’ban Tidak Ada Pengkhususan Ibadah

MALAM PERTENGAHAN SYA’BAN TIDAK ADA PENGKHUSUSAN DALAM BERIBADAH

Pertanyaan
Saya membaca di salah satu kitab bahwa puasa malam pertengahan Sya’ban adalah bagian dari bid’ah. Namun saya juga membaca referensi dari sumber yang lain bahwa hari-hari yang dianjurkan untuk berpuasa adalah malam pertengahan Sya’ban. Apa hukum yang pasti dalam masalah itu?

Jawaban
Alhamdulillah.
Tidak ada riwayat shahih dan marfu tentang keutamaan nishfu (pertengahan) Sya’ban yang dapat diamalkan dan layak dijadikan pedoman, bahkan untuk masalah keutamaan sekalipun. Yang ada hanyalah atsar (riwayat)  dari sebagian tabiin yang maqtu (terputus riwayatnya), atau hadits-hadits   yang derajat paling kuatnya adalah palsu atau sangat lemah. Riwayat-riwayat semacam ini memang sudah terlanjur  dikenal di banyak negara yang  kaum muslimnya masih diliputi kebodohan, yaitu   (atsar yang menunjukkan) bahwa pada waktu ajal dan umur ditetapkan, dan lain-lain.

Dengan demikian, maka tidak diperintahkan menghidupkan malam dan siang dengan berpuasa (secara khusus di malam ini), tidak juga mengkhususkannya dengan ibadah tertentu. Banyaknya orang yang belum tahu melakukan hal itu, tidak dapat dijadikan pedoman. Wallallahu’alam

Syekh Ibnu Jibrin mengatakan : ”Kalau ingin menunaikan (suatu amalan) di dalamnya seperti menunaikan pada hari-hari lainnya –tanpa ada tambahan amal dan motivasi, juga tidak mengkhususkan sesuatu- maka hal itu tidak mengapa. Begitu juga kalau berpuasa pada hari kelima belas bulan Sya’ban bahwa, dengan anggapan bahwa waktu itu termasuk ayyamul biidh disertai dengan (puasa) hari keempat belas dan ketiga belas. Atau karena hari Senin atau Kamis bertepatan dengan hari kelima belas (lalu dia berpuasa pada hari itu), maka hal itu tidak mengapa, jika tidak berkeyakinan ada tambahan keutamaan atau pahala lain yang tidak ada ketetapannya.

Baca Juga  Larangan Berpuasa Pada Pertengahan Kedua Di Bulan Sya'ban

Wallallahu ta’ala a’lam
Disalin dari islamqa

APAKAH DIBOLEHKAN BERPUASA PADA HARI PERTENGAHAN (NISHFU) SYA’BAN MESKIPUN HADITSNYA LEMAH?

Pertanyaan
Setelah kita mengetahui lemahnya hadits, apakah kita dibolehkan berpedoman kepadanya jika terkait dengan kutamaan amalan (fadha’ilul a’mal), “Jika datang malam pertengahan Sya’ban, maka tunaikanlah malamnya (dengan shalat) dan siangnya dengan berpuasa.” Perlu diketahui bahwa puasa dan qiyamul lail sebagai sunnah untuk beribadah kepada Allah.

Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama. Riwayat tentang keutamaan shalat dan puasa serta beribadah di pertengahan Sya’ban bukan hanya sekedar hadits lemah, bahkan ia termasuk (hadits) palsu dan batil. Maka tidak dibolehkan mengambil dan mengamalkan isinya, tidak dalam keutamaan amal ataupun lainnya.

Sejumlah ulama telah menghukumi bahwa riwayat-riwayat yang ada tentang hal itu adalah batil (tertolak). Di antaranya Ibnu Al-Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at, 2/440-445. Ibnu Qayyim di Al-Manarul Munif, no. 174-177. Abu Samah As-Syafi’i dalam kitab ‘Al-Baits Ala Inkari Al-Bida wal Hawadits, 124 – 137. Al-Iraqi dalam takhrij Ihyau Ulumuddin no. 582. Syaikhul Islam telah menukil kesepakatan ulama tentang batilnya (riwayat hadits ini) dalama Majmu Fatawa, 28/ 138.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah berkata terkait tentang hukum merayakan malam pertengahan Sya’ban: “Sesungguhnya merayakan malam pertengahan Sya’ban dengan shalat atau lainnya dan  mengkhususkan harinya dengan berpuasa adalah bid’ah munkar menurut kebanyakan ahli ilmu dan tidak ada asalnya dalam agama yang suci.”

Beliau rahimahullah juga menambahi: “Tidak ada hadits shahih tentang malam pertengahan Sya’ban. Semua hadits yang ada di dalamnya adalah palsu dan lemah, tidak ada asalnya. Tidak ada kekhususan pada malam tersebut, baik untuk membaca Al-Quran, shalat secara khusus tidak juga dengan berjama’ah. Adapun pendapat sebagian ulama bahwa malam itu memiliki kehususan, maka itu adalah pendapat yang lemah, tidak dibolehkan mengkhususkan dengan sesuatu dan ini yang benar.” Wabillahi taufiq, Fatawa Islamiyah, 4/511.

Baca Juga  Bid'ah-Bid'ah Bulan Rajab

Kedua. Jika kita terima bahwa itu adalah hadits lemah bukan palsu, maka sesungguhnya pendapat yang kuat di antara pendapat para ulama adalah tidak berpedoman dengan hadits lemah secara mutlak. Meskipun dalam masalah keutamaan sebuah amalan, anjuran dan ancaman. Hadits shahih sudah cukup bagi seorang seorang muslim, sehingga tidak perlu lagi mengambil yang lemah. Tidak dikenal pengkhususan  malam ini maupun siangnya, tidak dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, tidak juga dari para shahabat.

Al-Allamah Ahmad Syakir berkata: ”Tidak ada perbedaan antara masalah hukum dan amalan utama (fadha’ilul a’mal) atau semisalnya, bahwa mengambil periwayatan yang lemah tidak dibenarkan . Bahkan tidak ada hujjah bagi siapapun kecuali riwayat yang shahih dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, baik berupa hadits shahih maupun hasan.” (Al-Baitus Al-Hatsits, 1/278)

Wallallahu’alam.
Disalin dari islamqa

  1. Home
  2. /
  3. A5. Bulan Haram Dalam...
  4. /
  5. Malam Pertengahan Sya’ban Tidak...