Memohon Kepada Allah Dengan Kedudukan Orang Shalih

HUKUM MEMOHON KEPADA ALLAH DENGAN KEDUDUKAN DAN KEMULIAAN ORANG SHALIH

Pertanyaan
Apakah orang-orang sholeh yang meninggal, semoga Tuhan kita memuliakannya. Seorang hamba yang masih hidup ketika mohon kepada Allah berkata, “Dengan kesalehan syekh Fulan dan dengan keutamaannya disisi-Mu dan dengan ibadahnya kepada-Mu, aku mohon Engkau menghilangkan kesusahanku Ya Allah.” Kami tahu bahwa manfaat itu dari Allah?

Jawaban
Alhamdulillah.

Tidak diragukan lagi bahwa doa termasuk ibadah yang mulia dalam agama. Dimana seorang hamba mendekatkan diri  dengannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak diragukan juga, bahwa tidak diperkenankan seorang pun menyembah Allah kecuali dengan apa yang telah disyariatkan lewat lisan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wa sallam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhori (2499) dan Muslim (3242) dari Hadits Aisyah radhillahu’anha berkata, Rasulullah Shallallahu’alihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ 

Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam (agama) kami yang tidak ada (aturan) darinya, maka ia tertolak.’

Dalam redaksi riwayat Muslim (3243), beliau bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang bukan dari ajaran kami, maka ia tertolak.”

Dari sini diketahui bahwa memohon dan bertawasul kepada Allah Ta’ala yang tidak bersumber dari Nabi-Nya Shallallahu’alaihi wa sallam, baik ucapan maupun perbuatan, serta tidak dilakukan oleh para shahabat mulia, padahal mereka adalah orang yang paling semangat terhadap kebaikan dan paling dahulu melakukannya. Maka itu termasuk bid’ah munkar, selayaknya seorang hamba yang mencintai Tuhannya dan mengikuti Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wa sallam agar tidak melakukan dan tidak beribadah dengannya.

Kalau kita melihat dari apa yang anda sebutkan –wahai penanya- dari tawassul kepada Allah dengan kedudukan orang sholeh, ibadah dan kedudukan di sisi Allah, kami dapatkan hal itu termasuk perkara yang dibuat-buat,  tidak bersumber dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam, tidak juga dari para shahabat nan mulia. Tidak ada riwayat bahwa mereka bertawassul suatu hari dengan kedudukan dan kemuliaan seseorang  di sisi Tuhannya. Baik sewaktu hidup maupun sepeninggalnya. Bahkan mereka waktu hidupnya bertawassul kepada Allah dengan doanya untuk mereka.

Baca Juga  Kejadian Aneh Para Wali, Komoditas Penting Golongan Sufi

Ketika beliau Shallallahu’alaihi wa sallam meninggal dunia, mereka bertawassul dengan doa orang-orang saleh yang masih hidup dan mengabaikan bertawassul dengan kedudukannya. Hal itu menunjukkan dengan jelas bahwa bertawassul dengan dzat dan kedudukannya kalau sekiranya baik dan dianjurkan, mereka pasti telah mendahuluinya. Siapakah yang mengaku lebih kuat berbuat kebaikan dari Umar bin Khattab Radhiallahu ’anhu. Beliau tidak bertawassul kepada Allah dengan kedudukan Nabinya Shallallahu’alaihi wa sallam, tapi bertawassul kepada Allah dengan do’a pamannya. Sementara para shahabat menyaksikan hal itu tanpa ada pengingkaran atau berbeda.

Sebagaimana disebutkan dalam shahih Bukhari, 954 dari Anas bin Malik Radhillahu ’anhu.

” أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ :” اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ “

Sesungguhnay Umar bin Khattab Radhiallahu ’anhu, apabila datang musim, beliau minta diturunakan hujan lewat Abbas bin Abdul Muthallib dan mengatakan, ‘Ya Allah sesunggunya dahulu kami bertawassul kepada Engkau dengan Nabi kami, lalu  Engkau turunkan hujan kepada kami. Kini kami bertawassul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan untuk kami,” Anas berkata, ‘Maka diturunkan hujan untuk mereka.’

Makna tawassul mereka dengan Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam atau Abbas adalah tawassul dengan do’anya, dengan dalil apa yang telah ada pada sebagian jalan hadits, dari Anas berkata:

كَانُوا إِذَا قَحَطُوا عَلَى عَهْد النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِسْتَسْقَوْا بِهِ , فَيَسْتَسْقِي لَهُمْ فَيُسْقَوْنَ فَلَمَّا كَانَ فِي إِمَارَة عُمَر ” فَذَكَرَ الْحَدِيث أخرجه الإسماعيلي في مستخرجه على الصحيح . وجاء عند عَبْد الرَّزَّاق مِنْ حَدِيث اِبْن عَبَّاس ” أَنَّ عُمَر اِسْتَسْقَى بِالْمُصَلَّى , فَقَالَ لِلْعَبَّاسِ : قُمْ فَاسْتَسْقِ , فَقَامَ الْعَبَّاس ” فَذَكَرَ الْحَدِيث . نقله الحافظ في الفتح وسكت عليه

Dahulu ketika kemarau waktu zaman Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam mereka meminta hujan lewat Nabi, maka beliau memohon minta hujan untuk mereka, maka diturunkan hujan untuk mereka. Ketika pada pemerintahan Umar dan disebutkan (sisa matan hadits) dikeluarkan oleh Al-Ismaily di kitab Mustkhraj ‘alas Shoheh. Telah ada dari Abdurrozaq dari Hadits Ibnu Abbas, ‘Sesungguhnya Umar meminta hujan di tempat shalat. Dan beliau mengatakan kepada Abbas, ‘Berdirilah dan memohonlah (kepada Allah) agar diturunkan hujan. Maka Abbas berdiri dan disebutkan (sisa matan haditsnya) dinukil oleh Al-Hafidz di Fath dan beliau diam (tidak berkomentar).

Dari sini jelas, bahwa tawassul yang dimaksudkan oleh Umar Radhiallahu’anhu adalah tawassul dengan doa orang shaleh yaitu tawassul yang benar dan diperbolehkan. Terdapat banyak dalil yang menunjukkan hal itu, dan dikenal dari kondisi para shahabat nan mulia Radhillahu’anhum. Dimana mereka ketika kemarau dan hujan tertahan, maka mereka meminta kepada Rasulullah Shallallahu’alahi wa sallam agar mendoakan untuk mereka, dan beliau berdoa kemudian diturunkan hujan untuk mereka. Hadits-hadits tentang masalah itu banyak dan dikenal.

Baca Juga  Kenapa Sebagian Ulama Melarang Bertawassul Dengan Kedudukan Nabi

Terdapat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/153: ‘Doa dengan kedudukan Rasulullah atau kedudukan fulan dari kalangan shahabat atau lainnya waktu hidupnya tidak dibolekan. Karena ibadah itu tauqifi (paten). Sementara Allah tidak mensyariatkan hal itu. akan tetapi mensyariakan kepada hamba-Nya bertawassul kepada-Nya dengan Nama dan sifat-Nya. Serta dengan tauhid, beriman dan dengan amalan-amalan saleh. Bukan dengan kedudukan fulan bin fulan pada kehidupannya. Maka seharusnya orang yang telah terkena beban kewajiban (mukallaf) mencukupkan dengan apa yang Allah Ta’ala syariatkan. Dari sini diketahui bahwa bertawasul dengan kedudukan fulan dan kemuliaan serta haknya termasuk bid’ah yang diada-adakan dalam agama.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, ‘Tidak ada seorangpun yang mendapatkan kekhususan dengan  dari Allah karena kebaikan pendahulunya. Karena tidak bukan kebaikan mereka atas  amalannya sehingga dia berhak mendapatkan balasan kebaikan. Seperti halnya  tiga penghuni gua. Mereka tidak bertawassul kepada Allah dengan kebaikan orang-orang terdahulu, akan tetapi mereka bertawasul dengan amalan-amalannya mereka.”

Kami memohon kepada Allah agar menetapkan terhadap agama dan syariatnya sampai bertemu (kepada-Nya) amin. Wallahu’alam

Silahkan lihat kitab ‘At-Tawasul Anwa’uhu Wa Ahkamuhu’ karangan Syekh Al-Albany hal, 55 dan seterusnya. Dan Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 1/153, kitab ‘At-Tawashul Ila Haqiqatus Tawasul’ karangan Syekh Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, hal. 180.

Disalin dari islamqa

  1. Home
  2. /
  3. B1. Topik Bahasan2 Tawassul...
  4. /
  5. Memohon Kepada Allah Dengan...