Belajar Dari Kesombongan Fir’aun

BELAJAR DARI KESOMBONGAN FIR’AUN

Hendaklah kita senatiasa bertakwa kepada Allâh! Dengan terus berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Hendaklah kita senantiasa ingat akan hari-hari Allâh yang terus berlalu dengan berbagai peristiwa padanya agar kita bisa mengambil pelajaran.

Hendaklah kita senantiasa ingat akan hari-hari dimana pada hari-hari itu Allâh Azza wa Jalla membantu pada wali-Nya agar rasa syukur tetap tumbuh dalam hati kita.

Hendaklah kita akan hari-hari dimana saat itu Allâh Azza wa Jalla menimpakan kehinaan, kekalahan, kehancuran dan kebinasaan kepada orang-orang yang terus memusuhi para wali Allâh Azza wa Jalla juga orang-orang membantu mereka. Dengan senantiasa mengingat ini, rasa takut kepada adzab Allâh Azza wa Jalla akan terus ada dan menghalangi kita dari berbagai perbuatan maksiat dan membuat kita terus berhati-hati dalam semua perbuatan kita yang kita lakukan, dalam setiap perkataan yang kita ucapkan dan setiap keinginan yang terlintas.

Sungguh kemenangan dan pertolongan yang diberikan oleh Allâh Azza wa Jalla kepada para wali-Nya disetiap tempat dan waktu adalah merupakan bentuk pertolongan terhadap al-haq dan anugerah kenikmatan bagi setiap insan yang beriman kepada Allâh n dan hari akhir. Namun sebaliknya bagi orang-orang kafir, pertolongan Allâh Azza wa Jalla itu merupakan penghinaan terhadap semua kebathilan dan siksaan terhadap orang-orang kafir yang sombong yang tidak mau taat kepada Allâh dan Rasul-Nya.

Perhatikanlah ketika Allâh Azza wa Jalla mengirimkan Nabi Musa Alaihissallam kepada Fir’aun dengan membawa berbagai tanda kebesaran dan kekuasaan Allâh Azza wa Jalla , namun Fir’aun tetap dalam kesombongan dan menolak dakwahnya. Bahkan dengan sombongnya, dia mengaku dirinya sebagai tuhan.

Nabi Musa Alaihissallam datang mendakwahinya agar mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla , Rabb yang telah menciptakan langit dan bumi, namun Fir’aun menolak dan mengingkari dahwah tersebut dan mengatakan:

قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ

Fir’aun bertanya, “Siapa Tuhan semesta alam itu?”  [asy-Syu’arâ/26:23]

Pengingkaran ini dijawab oleh Nabi Musa Alaihissallam :

قَالَ رَبُّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَاۗ اِنْ كُنْتُمْ مُّوْقِنِيْنَ

Musa menjawab, “Rabb Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (Itulah Rabbmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya”. [asy-Syu’arâ/26:24]

Jawaban Nabi Musa ini seharusnya bisa menyadarkannya terhadap kekuasaan Rabb, namun ternyata Fir’aun memberikan reaksi sebaliknya. Mendapat respon seperti ini, Nabi Musa Alaihissallam lalu mengingat Fir’aun asal muasalnya. Beliau Alaihissallam mengingat bahwa Fir’aun itu diciptakan oleh Allâh Azza wa Jalla dari semula tidak ada menjadi ada, kemudian akan kembali Rabb, sebagaimana nenek moyangnya.

Baca Juga  Wajib Berdakwah Kepada Kebaikan dan Haram Mengajak Kepada Kesesatan

Mendengar jawaban ini, Fir’aun terdiam, tidak bisa berkata-kata lagi. Namun kesombongannya telah menghalanginya dari keimanan. Ketika Fir’aun tidak mampu lagi menjawab dan membantah Nabi Musa Alaihissallam , maka dia mulai melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang sombong sebelumnya. Dia berusaha menjauhkan kaumnya dari dakwah Nabi Musa Alaihissallam dengan  menuduhnya orang gila dan mengancam akan memenjarakan Nabi Musa Alaihissallam jika terus mendakwahkan ajarannya kepada bani Isra’il. Akan tetapi tuduhan dan ancaman ini tidak menyurutkan langkah Nabi Musa Alaihissallam dalam berdakwah. Sementara Fir’aun tetap dalam kekufurannya meski terus didakwahi.

Akhirnya, Allâh Azza wa Jalla membinasakan Fir’an dan bala tentaranya dengan cara ditenggelamkan. Dalam kronologi tenggelamnya mereka dikisahkan bahwa awalnya Allâh Azza wa Jalla mewahyukan kepada Nabi Musa dan pengikutnya agar pergi meninggalkan Mesir pada malam hari. Kabar kepergian Nabi Musa Alaihissallam beserta pengikutnya terdengar oleh Fir’aun yang tentu tidak akan membiarkan mereka lolos. Fir’aun mengumpulkan kaumnya dan mengerahkan mereka untuk menyusul dan menangkap mereka. Mereka bergerak kearah Nabi Musa dan pengikutnya yaitu kearah laut Merah. Saat kedua kelompok tersebut sudah saling melihat, Fir’aun dan pengikut begitu bersemangat, sebaliknya pengikut Nabi Musa Alaihissallam berada dalam kekhawatiran. Saat-saat menegangkan itu diceritakan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

فَلَمَّا تَرٰۤءَا الْجَمْعٰنِ قَالَ اَصْحٰبُ مُوْسٰٓى اِنَّا لَمُدْرَكُوْنَ ۚ ٦١ قَالَ كَلَّا ۗاِنَّ مَعِيَ رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ ٦٢ فَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنِ اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْبَحْرَۗ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيْمِ ۚ ٦٣ وَاَزْلَفْنَا ثَمَّ الْاٰخَرِيْنَ ۚ ٦٤ وَاَنْجَيْنَا مُوْسٰى وَمَنْ مَّعَهٗٓ اَجْمَعِيْنَ ۚ ٦٥ ثُمَّ اَغْرَقْنَا الْاٰخَرِيْنَ

Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.” Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul; Sesungguhnya Rabbku besertaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain (Fir’aun dan pengikutnya). Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. [asy-Syu’arâ/26:61-66]

Subhanallah, air laut yang cair dan mengalir, tiba-tiba dengan kekuasaan dan dengan perintah Allâh Azza wa Jalla bisa membentuk jalan yang memungkinkan Nabi Musa dan pengikut untuk lewat. Saat Nabi Musa dan semua pengikut sudah melintasi lautan tersebut sementara Fir’aun dan kaumnya masih berada di tengah lautan, Allâh Azza wa Jalla mengembalikan tabi’at air tersebut sehingga tenggelamlah Fir’aun beserta pengikutnya. Itulah adzab yang Allâh Azza wa Jalla timpakan kepada Fir’aun yang sombong yang tidak mau menerima dakwah Nabi Musa Alaihissallam .

Baca Juga  Berdialog Dengan Pemeluk Agama Lain

Hendaklah kita merenungi kisah tersebut di atas agar kita mengambil pelajaran darinya.

Awalnya Fir’aun sangat takut dengan akan munculnya orang yang akan menentang kekuasaannya. Oleh karena itu dia melakukan antisipasi dengan membunuhi semua anak laki-laki dari Bani Isra’il. Namun Allâh Azza wa Jalla berkehendak lain, Nabi Musa Alaihissallam saat kecilnya justru tumbuh dan berkembang dilingkungan Fir’aun. Allâh, Rabbul alamin berkehendak menyelamatkannya dari aksi brutal Fir’aun, sehingga terjadilah apa yang menjadi kehendak-Nya. Inilah pelajaran pertama.

Pelajaran kedua : Allâh Azza wa Jalla menjadikan air laut yang cair menjadi beku dengan kekuasaan-Nya dan membentuk jalan jalan yang bisa dilewati oleh Nabi Musa dan pengikutnya. Namun saat Fir’aun berada dipertengahan jalan yang baru terbentuk dari air laut tersebut, Allâh Azza wa Jalla memerintahkan air alut kembali ke tabi’atnya semula, sehingga tenggelamlah ia.

Hendaklah kita memperhatikan, bagaimana Allâh Azza wa Jalla membinasakan penguasa yang otoriter nan sombong ini dengan sesuatu yang semisal dengan yang ia sombongkan. Dia pernah menyombongkan diri dengan air sungai yang mengalir di wilayahnya dan akhirnya dia dibinasakan dengan air laut.

Pelajaran ketiga : munculnya tanda-tanda kekuasaan Allâh Azza wa Jalla pada makhluknya merupakan nikmat yang harus disyukuri. Terutama jika kemunculan ayat-ayat (tanda-tanda) kekuasaan Allâh Azza wa Jalla itu dalam rangka menolong para wali-Nya dan membinasakan para musuh-Nya. Oleh karena itu, ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah dan mendapati kaum Yahudi melakukan ibadah puasa pada tanggal 10 Muharram dengan alas an pada hari Allâh Azza wa Jalla telah menyelamatkan Nabi Musa Alaihissallam , Nabi Muhammad n bersabda:

فَنَحْنُ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ

Kami lebih berhak terhadap Nabi Musa dibandingkan kalian

Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan ibadah puasa dan memerintahkan umatnya untuk melakukannya pada tanggal itu dengan diawali puasa pada tanggal 9 Muharram supaya berbeda dengan kaum Yahudi.

Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita para hamba-Nya yang bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang dibawakan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam al-Qur’an    

(Diangkat dari ad-Dhiyâ’ul Lâmi Minal Khutabil Jawâmi’, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 6/351-354)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XVII/1431H/2013M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Dakwah Agama...
  4. /
  5. Belajar Dari Kesombongan Fir’aun