Bursa Efek

BURSA EFEK

Oleh
Majma’ al-Fiqh al-Islami

Ketetapan Pertama Dalam Daurah Ketujuh 11-16 Rabiul Akhir 1404

Segala puji bagi Allâh Azza wa Jalla saja dan shalawat dan salam yang banyak semoga dilimpahkan kepada Nabi terakhir, sayyidina dan nabiyyuna Muhammad dan keluarganya serta para sahabatnya. Wa ba’du:

Sungguh Majlis al-Majma’ al-Fiqhi al-Islami telah meneliti permasalahan pasar surat berharga dan barang (al-burshah/Bursa efek) dan semua transaksi yang terjadi padanya berupa jual beli mata uang kertas dan saham [1] perusahaan serta surat berharga baik swasta maupun pemerintah serta juga barang-barang dagangan, baik transak berjangka maupun yang tidak berjangka.

Majlis Majma’ al-Fiqh al-Islami juga telah melihat sisi-sisi positif yang bermanfaat pada bursa efek ini dalam pandangan ahli ekonomi dan para praktisinya dan juga sisi-sisi negatif yang merugikan.

A. Adapun sisi positif yang bermanfaat dari bursa tersebut adalah :

  1. Bursa saham ini membuka pasar tetap yang mempermudah para pembeli dan penjual untuk saling bertemu lalu melakukan transaksi instan maupun transaksi berjangka terhadap kertas-kertas saham, surat berharga maupun barang-barang komoditi.
  2. Bursa ini mempermudah pendanaan pabrik-pabrik dan perdagangan dan proyek pemerintah melalui penjualan saham dan surat obligasi.
  3. Bursa ini juga mempermudah penjualan saham dan surat obligasi kepada orang lain dan menggunakan nilainya. Karena para perusahaan yang mengeluarkan saham-saham itu tidak mematok harga murni untuk para pemiliknya.
  4. Mempermudah mengetahui timbangan harga-harga saham dan surat obligasi serta barang-barang komoditi. Juga pergulatan semua hal tersebut dalam dunia bisnis melalui aktivitas penawaran dan permintaan.

B. Adapun Dampak Negatif Bursa Saham adalah

  1. Transaksi berjangka dalam pasar saham ini sebagian besarnya bukanlah jual-beli dalam arti sebenarnya. Karena tidak ada serah-terima dalam pasar saham ini antara kedua pihak yang bertransaksi pada hal-hal yang telah ditetapkan secara syar’i keharusan adanya serah-terima barang dagangan dan pembayarannya atau salah satu dari keduanya.
  2. Kebanyakan penjual dalam pasar ini melakukan penjualan sesuatu yang tidak dimiliki, baik itu berupa mata uang, saham, giro piutang, atau barang komoditi komersial dengan harapan akan dibeli di pasar sesunguhnya dan diserah-terimakan pada waktu yang telah disepakati, tanpa mengambil uang pembayaran terlebih dahulu pada waktu transaksi sebagaimana syarat dalam jual beli as-Salam.
  3. Pembeli dalam pasar ini umumnya menjual kembali barang yang dibelinya kepada orang lain sebelum dia terima (serah terima). Orang lain tersebut berulang menjualnya kembali sebelum dia terima (serah terima). Demikianlah jual-beli ini terjadi secara berulang-ulang terhadap satu objek jualan sebelum diterima, hingga transaksi itu berakhir pada pembeli terakhir yang bisa jadi sebenarnya ingin membeli barang itu langsung dari penjual pertama yang menjual barang yang belum dia miliki, atau paling tidak menetapkan harga sesuai pada hari pelaksanaan transaksi, yakni hari penutupan harga. Peran penjual dan pembeli selain yang pertama dan terakhir hanya mencari keuntungan lebih bila mendapatkan keuntungan saja, dan melepasnya bila sudah tidak menguntungkan pada waktu tersebut persis seperti yang dilakukan para pejudi.
  4. Yang dilakukan oleh para pemodal besar dengan menimbun saham, surat berharga dan barang-barang komoditi komersial lain di pasaran agar bisa memonopoli para penjual yang menjual barang-barang yang tidak mereka miliki dengan harapan akan membelinya pada saat transaksi dengan harga lebih murah, atau langsung melakukan serah-terima sehingga menyebabkan para penjual lain merasa kesulitan.
  5. Sesungguhnya bahaya pasar modal semacam ini berpangkal dari dijadikannya pasar ini sebagai pemberi pengaruh pasar dalam skala besar. Karena harga-harga dalam pasar ini tidak sepenuhnya bersandar pada mekanisme pasar semata secara praktis dari pihak orang-orang yang butuh jual-beli. Namun justru terpengaruh oleh banyak hal, sebagian diantaranya ulah dari orang-orang yang memonopoli pasar, sebagian lagi berasal dari orang-orang yang menimbun barang komoditi dagangan dan kertas saham. Seperti menyebarkan berita bohong dan sejenisnya. Disinilah tersembunyi bahaya besar menurut tinjauan syari’at. Karena cara demikian menyebabkan ketidakstabilan harga secara tidak alami yang berpengaruh buruk sekali pada perekonomian yang ada.
Baca Juga  Hukum Syariat Tentang Mata Uang Kertas

Sebagai contoh saja bukan untuk menyebutkan secara keseluruhan : Sebagian besar investor sengaja melempar sejumlah surat berharga berupa saham atau surat obligasi, sehingga harganya menjadi jatuh karena terlalu banyak penawaran. Pada akhirnya para pemilik saham yang kecil-kecil bergegas menjualnya kembali dengan harga murah sekali, karena khawatir harga saham-saham itu semakin terpuruk sehingga mereka semakin rugi. Dengan adanya penawaran mereka itu, mulailah harga saham itu terus menurun. Lalu para investor besar itu kembali membelinya dengan harga lebih murah dengan seketika itu juga bisa meninggikan harganya dengan sebab banyaknya permintaan. Pada akhirnya para investor besarlah yang beruntung sementara kerugian besar-besaran harus ditanggung investor kecil-kecilan, sebagai akibat dari tipu daya para investor besar yang berpura-pura melempar kertas-kertas saham itu sebagai ikutan. Hal itupun terjadi di pasar komoditi komersial.

Oleh sebab itu pasar saham ini telah menimbulkan perdebatan besar di kalangan para ekonom. Faktor penyebabnya adalah pasar ini pada suatu saat dalam sejarah dunia ekonomi menyebabkan hilangnya modal besar-besaran dalam waktu yang singkat sekali. Di sisi lain pasar ini bisa menyebabkan munculnya para OKB (orang kaya baru) tanpa banyak mengeluarkan keringat (tanpa bersusah payah). Bahkan pada saat terjadi krisis ekonomi berat di dunia, banyak pakar ekonomi yang menuntut agar pasar bursa itu dibubarkan. Karena pasar bursa itu bisa menyebabkan hilangnya banyak modal, menggulingkan roda perekonomian hingga jatuh ke jurang dalam waktu yang sangat cepat, seperti yang terjadi akibat gempa bumi dan hancurnya dunia.

Oleh karena itu, Majma’ al-Fiqih al-Islami setelah melihat hakekat pasar modal (bursa efek) dan yang terjadi padanya dari transaksi tak berjangka dan berjangka pada saham , surat obligasi dan mata uang kertas dan mendiskusikannya dalam perspektif hukum syariat islam menetapkan sebagai berikut :

Pertama : Tujuan utama pasar modal/bursa saham itu adalah menciptakan pasar tetap dan simultan di mana bargaining dan demands serta para pedagang dan pembeli bisa saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal yang baik dan bermanfaat, dapat mencegah para pengusaha yang mengambil kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka.

Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa saham tersebut terselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut syariat, perjudian, memanfaatkan ketidaktahuan orang dan memakan uang orang dengan cara haram. Oleh sebab itu tidak mungkin ditetapkan hukum umum untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus dijelaskan adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya satu persatu secara terpisah.

Kedua : Bahwa transaksi instan terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila syaratkan harus ada serah terima langsung pada saat transaksi menurut syariat, adalah transaksi yang dibolehkan, selama transaksi itu bukan terhadap barang haram menurut syariat. Namun kalau barangnya tidak dalam kepemilikan penjual, harus dipenuhi syarat-syarat jual beli as-Salam. Setelah itu baru pembeli boleh menjual barang tersebut meskipun belum diterimanya.

Ketiga : Sesungguhnya transaksi instan terhadap saham-saham perusahaan dan badan usaha kalau saham-saham itu memang berada dalam kepemilikan penjual boleh-boleh saja menurut syariat, selama perusahaan atau badan usaha tersebut dasar usahanya tidak haram, seperti bank riba, perusahaan minuman keras dan sejenisnya. Bila demikian, transaksi jual beli saham tersebut menjadi haram.

Keempat : Bahwa transaksi instan maupun berjangka terhadap kwitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.

Kelima: Bahwa transaksi berjangka dengan segala bentuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki, dengan dasar bahwa ia baru akan membelinya dan menyerahkannya kemudian hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariat berdasarkan hadits shahih dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Baca Juga  Akad Dan Rukunnya Dalam Pandangan Islam

لاَ تَبِعْ مَأ لَيْسَ عِنْدَكَ

Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.

Demikian juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dâwud dengan sanad yang shahih dari Zaid bin Tsâbit Radhiyallahu anhuma , bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjual barang di mana barang itu dibeli, sebelum pedagang mengangkutnya ke atas punggung kuda mereka.”

Keenam : Transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah jual beli as-Salam yang dibolehkan dalam syariat Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal :

  1. Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi. Namun ditangguhnkan pembayarannya sampai penutupan pasar bursa. Sementara dalam jual beli as-Salam harga barang harus dibayar terlebih dahulu dalam transaksi.
  2. Dalam pasar bursa barang transaksi dijual beberapa kali penjualan saat dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannnya tidak lain hanyalah tetap memegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepada para pembeli dan pedagang lain bukan secara sungguhan, secara spekulatif melihat untung ruginya. Persis seperti perjudian. Padahal dalam jual beli as-Salam tidak boleh menjual barang sebelum diterima.

Berdasarkan penjelasan diatas, islamic Fiqih Academy (Majma’ al-Fiqih al-Islami) berpandangan bahwa para penanggungjawab di berbagai negera Islam berkewajiban untuk tidak membiarkan bursa-bursa tersebut melakukan aktivitas mereka sesuka hati dengan membuat berbagai transaksi dan jual beli di Negara-negara mereka, baiknya hukumnya mubah maupun haram. Mereka hendaknya juga tidak memberi peluang orang-orang yang mempermainkan harga sehingga menggiring kepada bencana finansial dan merusak perekonomian secara umum, dan pada akhirnya menimbulkan malapetaka kepada kebanyakan orang. Karena kebaikan yang sesungguhnya adalah dengan berpegang pada ajaran syariat Islam pada segala sesuatu. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allâh Azza wa Jallaepadamu agar kamu bertaqwa. ” [al-An’âm/6:153]

Allâh Subahanhu wa Ta’ala adalah Juru Penolong yang memberikan taufik, yang memberi petunjuk menuju jalan yang lurus. Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketetapan ini ditanda tangani oleh:
1. Abdulazîz bin Abdillâh bin Bâz (ketua majlis)
2. DR. Abdullâh Umar Nashîf (Wakil ketua)
3. Abdullâh alabdurrahmân al Basâm (anggota)
4. Shâlih bin Fauzân bin Abdillah al Fauzân (anggota)
5. Muhammad bin Abdillâh bin as-Sabîl (anggota)
6. Mushthafâ Ahmad az-Zarqâ’ (anggota)
7. Muhammad Mahmûd ash-Shawâf (anggota)
8. Shâlih bin ‘Utsaimîn (anggota)
9. Muhammad Sâlim ‘Adûd (anggota)
10. Muhammad Rasyîd Qubâni (anggota)
11. Muhammad as-Syâdzili al-Naifar (anggota)
12. Abu Bakar Jûmi (anggota)
13. Abdulqadûs al-Hâsyimi (anggota)
14. Muhammad Rasyîdi (anggota)
15. Mahmûd Syît Khithâb (anggota)
16. Abulhasan Ali al-Hasani an-Nadawi (anggota)
17. Hasanain Muhammad Makhlûf (anggota)
18. Muhammad Ahmad Bafaqîh (penulis keputusan ).

(Qararaat al Majma’il Fiqhil Islami li Rabithatil ‘Alaamil Islami min Dauratihil Ula hatta ad-Dauratis Tsaaminah)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XV/1433H/2012M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1]. Saham adalah jumlah satuan dari modal koperatif yang sama jumlahnya bisa diputar dengan berbagai cara perdagangan, dan harganya bisa berubah sewaktu-waktu tergantung keuntungan dan kerugian atau kinerja perusahaan tersebut (Pent)