Menghadiahkan Amal Ibadah Kepada Nabi

MENGHADIAHKAN AMAL (IBADAH) KEPADA NABI SALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DAN PARA SHAHABATNYA

Pertanyaan
Berlandaskan rasa cinta saya kepada kepada para shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam serta berharap ridha Allah, saya ingin mengutus seseorang untuk menunaikan ibadah haji untuk para sahabat, apakah hal ini dibolehkan?

Jawaban
Pertama, kami memohon kepada Allah agar menambahkan kecintaan anda kepada Nabi sallallahu  alaihi wa sallam dan para shahabat yang mulia. Dan semoga (Allah) mencatat agungnya pahala dan balasan kepada anda. jagalah kecintaan anda ini sebagai pendorong untuk meneladani dan mengikuti mereka. Hal itu akan mendatangkan perasaan selalu diawasi (muroqobah) Allah Ta’ala, baik dalam kondisi sepi maupun ramai, serta keikhlasan hati dari kotoran syirik, riya, dengki, ujub dan sombong Dan merendahkan diri dalam menggapai indahnya ubudiyah kepada Allah Ta’ala.

Kedua, telah ada dalil-dalil agama yang menunjukkan dibolehkannya menghadiahkan pahala dari sebagian kebaikan kepada mayat.

Akan tetapi menghadiahkan pahala amal (kebaikan) kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam atau kepada para shahabatnya yang mulia bukan merupakan sunnah yang dianjurkan, hal itu karena beberapa hal;

1. Sesungguhnya kami tidak dapatkan ulama salaf melakukan itu. Sebaik-baik kebaikan adalah mengikuti salaf dan semua keburukan adalah membuat perkara baru dari kalangan khalaf (yang belakangan). Bahkan hal tersebut tidak dilakukan oleh Nabi sallallahu alahi wa sallam terhadap satu pun shahabatnya. Telah meninggal dunia istri beliau Khadijah dan pamannya Hamzah sebelum kewajiban haji, dan tidak dinukil bahwa beliau menyuruh orang untuk menghajikan keduanya atau bershadaqah untuk keduanya. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam.

2. Allah telah menyebutkan dalam surat Al-Hasyr keutamaan orang-orang muhajirin dan anshar. Kemudian menyanjung orang yang datang setelahnya dengan firman-Nya:

Baca Juga  Hukum Ramalan Bintang

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ  (سورة الحشر:10)

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” [Al-Hasy/59r: 10]

Yang disebutkan dalam ayat tersebut (tentang amal orang kemudian untuk orang-orang sebelumnya) hanyalah doa kepada mereka. Hal itu menunjukkan bahwa doa adalah yang terbaik dari apa yang dapat dilakukan seorang muslim. Bukan shalat, shadaqah, haji atau amalan-amalan lainnya.

3. Sesungguhnya orang yang menghadiahkan pahala kepada Nabi sallallahu alihi wa sallam tidak mengambil manfaat sedikitpun kecuali menghalangi dirinya dari pahala itu. Sementara tidak bermanfaat sedikitpun juga untuk Nabi sallallahu’alihi wa sallam. Karena beliau sallallahu’alahi wa sallam mendapatkan pahala sepadan dengan pahala umatnya dalam setiap amalan shalenya. Karena beliaulah yang menunjukkan kepada mereka (terhadap amal kebaikan).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam risalah beliau tentang menghadiakan pahala kepada Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, hal. 125-126: ”Bukan merupakan perbuatan (ulama) salaf bahwa mereka menunaikan shalat, puasa dan membaca Al-Qur’an dan dihadiahkan kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Begitu juga mereka tidak bershadaqah dan memerdekakan (budak) untuknya. Karena setiap apa yang dilakukan oleh umat Islam, maka beliau mendapatkan pahala seperti pahala perbuatan mereka tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun juga.”

Syekh Ibnu Utsaimin juga berkata dalam kitab As-Syarhu Al-Mumti, 3/213: ”Sebagian pecinta Rasulullah Sallallahu’alaihi wa sallam menghadiahkan kebaikan kepada (Nabi) seperti hataman (Al-Qur’an) dan Al-Fatihah kepada ruh Muhammad sebagaimana yang mereka katakan atau yang semisal itu. ini adalah bagian dari bid’ah dan bagian dari kesesatan. Saya bertanya kepada anda wahai pemberi hadiah ibadah kepada Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam, apakah anda lebih mencintai Rasulullah sallallahu’alihi wa sallam dibandingkan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali? Kalau dia mengatakan, ya. Kami katakan, anda bohong, bohong dan bohong. Kalau anda mengatakan, tidak. Kami katakan, kenapa Abu Bakar dan para Khalifahnya tidak menghadiahkan khataman (Al-Qur’an), Al-Fatihah atau lainnya  kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam!? Ini adalah bid’ah. Kemudian amalan anda sekarang kalau tidak dihadiahkan pahalanya maka Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam (akan memperoleh pahala) yang sama. Kalau anda hadiahkan pahalanya, artinya anda menolak diri anda dari pahala itu saja. Kalau tidak, Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam (akan mendapatkan pahala) yang sama, apakah anda hadiahkan atau tidak.”

Baca Juga  Air Liur Anjing

Telah dinyatakan dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/58-59:
“Tidak diperkenankan menghadiahkan pahala khataman Al-Qur’an atau lainnya kepada Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam, karena (ulama) salafushshaleh, dari para shahabat radhiallahu anhum dan generasi setelahnya tidak pernah melakukan itu. Sementara ibadah itu sifatnya tauqifiyah (sudah paten) dan Beliau sallallahu’alahi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang beramal suatu amalan, yang tidak ada perintah dari kami, maka ia tertolak.”

Dan beliau sallallahu alahi wa sallam telah mendapatkan pahala yang sama dengan umatnya pada setiap amal saleh yang dikerjakannya. Karena beliau yang menunjukkan dan mengarahkan kepadanya.

Terdapat dalam hadits yang shahih bahwa beliau sallallahu’alihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala yang sama seperti pelakuknya.”

Disalin dari islamqa

  1. Home
  2. /
  3. A7. Hukum Hanya Milik...
  4. /
  5. Menghadiahkan Amal Ibadah Kepada...