Kewajiban Sutrah, Imam Menjadi Sutrah Bagi Makmum Masbuq?

KEWAJIBAN MENDEKAT KE SUTRAH

Pertanyaan.
Bagaimana hukumnya mendekati sutrah ketika sedang shalat? Bagaimana jika tidak dilakukan karena kadang terlalu jauh untuk mendekati sutrah? Jazakallahu khairan katsira.

Jawaban.
Seseorang yang hendak mengerjakan shalat, ia diperintahkan untuk menghadap sutrah (pembatas), dan dilarang melakukan shalat tanpa menghadap sutrah. Yang dimaksud dengan sutrah pada shalat, yaitu benda yang ada di hadapan orang yang shalat, minimal setinggi sehasta, untuk menutupinya dari apa-apa yang lewat di depannya. Sutrah ini dapat berupa tembok, tiang, atau lainnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُصَلّ ِ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ

Janganlah engkau melakukan shalat kecuali menghadap sutrah.[1]

Demikian juga diperintahkan agar mendekati sutrah.  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةٍ فَلْيَدْنُ مِنْهَا لَا يَقْطَعْ الشَّيْطَانُ عَلَيْهِ صَلَاتَهُ

Jika seseorang dari kalian melakukan shalat menghadap sutrah, maka hendaklah dia mendekat kepadanya, jangan sampai setan membatalkan shalatnya.[2]

Adapun ukuran jarak kedekatan antara tempat berdiri orang shalat dengan sutrah, kira-kira sejauh tiga hasta, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri, hadits no. 506. Sehingga, seseorang yang mengerjakan shalat, ia harus mendekat ke sutrah. Jika tidak melakukannya, berarti ia bermaksiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Bahkan dikhawatirkan shalatnya menjadi batal jika di hadapan orang yang shalat itu dilewati oleh wanita dewasa, atau keledai, atau anjing hitam, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَإِنَّهُ يَسْتُرُهُ إِذَا كَانَ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ آخِرَةِ الرَّحْلِ فَإِنَّهُ يَقْطَعُ صَلَاتَهُ الْحِمَارُ وَالْمَرْأَةُ وَالْكَلْبُ الْأَسْوَدُ قُلْتُ يَا أَبَا ذَرٍّ مَا بَالُ الْكَلْبِ الْأَسْوَدِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَحْمَرِ مِنْ الْكَلْبِ الْأَصْفَرِ قَالَ يَا ابْنَ أَخِي سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ الْكَلْبُ الْأَسْوَدُ شَيْطَانٌ

Dari Abu Dzarr, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seseorang di antara kalian berdiri shalat, jika di hadapannya ada semisal kayu sandaran pada pelana onta (kayu ini tingginya sekitar satu hasta, Red.), maka itu akan menutupinya. Jika di hadapannya tidak ada semisal kayu sandaran pada pelana onta, maka sesungguhnya shalatnya akan dibatalkan oleh (lewatnya) keledai, wanita dewasa, atau anjing hitam”. Aku (Abdullah bin ash-Shamit, perawi sebelum Abu Dzarr, Red.) bertanya: “Wahai Abu Dzarr, apa masalahnya anjing hitam dari anjing merah dan anjing kuning?” Abu Dzarr menjawab: “Wahai anak saudaraku, aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana engkau bertanya kepadaku, lalu beliau menjawab, anjing hitam adalah setan”.[3]

Baca Juga  Hukum Imam Menghadap Makmum Setelah Salam

Dalam masalah ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian berpendapat shalatnya batal. Sebagian lagi berpendapat nilai shalatnya berkurang. Dan sebagian lainnya berpendapat hadits ini telah mansukh (dihapuskan hukumnya), sebagaimana dijelaskan oleh Imam an-Nawawi dalam syarh (penjelasan) hadits ini. Namun yang paling kuat ialah pendapat pertama, berdasarkan zhahir hadits ini. Ini juga merupakan pendapat Syaikh al-Albâni sebagaimana beliau menuliskannya dalam Sifat Shalat Nabi, hlm. 85, catatan kaki no. 1, penerbit Maktabah al-Ma’arif.

Setelah mengetahui hal ini, maka hendaklah kita bersemangat mengamalkan agama ini, termasuk shalat dengan mendekat dan menghadap sutrah. Hanya Allah Azza wa Jalla tempat memohon pertolongan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1] HR Ibnu Khuzaimah. Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shifat Shalat Nabi.
[2] HR Abu Dawud, no. 695. An-Nasâ`i, no. 748. Dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni.
[3] HR Muslim, no. 510. An-Nasâ`i, 1/2/63. At-Tirmidzi, no. 337. Abu Dawud, no. 688.

IMAM TETAP MENJADI SUTRAH BAGI MAKMUM MASBUQ?

Pertanyaan.
Assalamu’alaikum, saya mau bertanya apakah imam masih menjadi sutrah bagi makmum yg masbuq? Syukran

Jawaban.
Wa’alaikumus salâm Sebagaimana telah dimaklumi, orang yang melakukan shalat berkewajiban mendekati ke sutrah (pembatas). Mengerjakan shalat tanpa menghadap sutrah itu terlarang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تُصَلّ ِ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ

Janganlah engkau melakukan shalat kecuali menghadap sutroh. [HR. Ibnu Khuzaimah; dishahihkan oleh syaikh Al-Albani di dalam Shifat Shalat Nabi]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى سُتْرَةٍ فَلْيَدْنُ مِنْهَا لَا يَقْطَعْ الشَّيْطَانُ عَلَيْهِ صَلَاتَهُ

Jika seseorang dari kamu melakukan shalat menghadap sutroh, maka hendaklah dia mendekat kepadanya, jangan sampai setan membatalkan shalatnya. [HR. Abu Dawud, no. 695; An-Nasai, no. 748; dishahihkan oleh syaikh Al-Albani]

Pengertian sutrah dalam shalat adalah benda yang ada di depan orang yang sedang shalat. Tingginya kurang lebih satu hasta. Berguna untuk menghalangi orang (dan lainnya) dari berjalan melewati depan seseorang yang sedang mengerjakan shalat. Sutrah ini dapat berupa tembok, tiang, atau lainnya

Ukuran atau jarak dari tempat berdiri orang yang shalat dengan sutrah kira-kira tiga hasta, berdasarkan riwayat Imam al-Bukhâri rahimahullah (hadits no. 506).

Baca Juga  Shalat Di Atas Sajadah, Bid'ah Atau Bukan?

Kewajiban menggunakan sutrah ini dikecualikan bagi makmum. Karena sutrah di dalam shalat berjamaah merupakan tanggungan imam. Sehingga jika diperlukan seseorang boleh lewat di depan makmum, dan makmum tidak wajib mencegahnya. Dalil hal ini adalah hadits berikut ini :

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلَامَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِالنَّاسِ بِمِنًى إِلَى غَيْرِ جِدَارٍ فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصَّفِّ فَنَزَلْتُ وَأَرْسَلْتُ الْأَتَانَ تَرْتَعُ وَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ فَلَمْ يُنْكِرْ ذَلِكَ عَلَيَّ أَحَدٌ

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbâs, dia berkata: “Aku datang mengendarai keledai betina. Waktu itu, aku hampir memasuki usia baligh. Saat itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengerjakan shalat dengan orang-orang di Mina tanpa menghadap tembok. Lalu, aku berjalan melewati depan sebagian shaf. Setelah itu, aku turun (dari tunggangan)  dan melepaskan keledai itu merumput. Aku pun kemudian memasuki shaf, dan tidak ada seorang pun yang mengingkariku”. [HR. Al-Bukhâri, no. 493; Muslim, no. 504]

Sedangkan jika ada makmum yang masbuq (tertinggal rakaat), saat imam telah mengucapkan salam, berarti imam itu tidak lagi menjadi sutrahnya. Karena imam telah keluar dari shalatnya dan dia (makmum masbuq) telah keluar sebagai makmum. Lalu, bagaimana sikap makmum masbuq tersebut? Az-Zarqani rahimahullah meriwayatkan bahwa Imam Malik rahimahullah berkata: “Orang yang meneruskan shalat setelah salamnya imam, tidak mengapa baginya bergeser ke tiang yang dekat dengannya, baik di depan, sebelah kanan, sebelah kiri, atau di belakangnya dengan mundur sedikit, untuk menjadikannya tiang itu sutrah jika tiang itu dekat. Tetapi, bila tiang itu jauh, dia berdiri saja (di tempat semula) dan menghalangi orang yang lewat  (di depannya) semampunya”. [Syarh Zarqâni ‘alâ Mukhtashar Khalîl, 1/208. Kutipan dari Ahkâmus sutrah, hlm. 26, karya Syaikh Muhammad bin Rizq bin Tharhûni]

Dari perkataan Imam Malik rahimahullah ini dapat dipahami bahwa makmum yang masbuq, dia boleh mencari sutrah dengan bergeser ke kiri atau ke kanan sedikit. Namun jika jauh, maka tidak perlu melakukannya.

Wallahu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah3 Shalat...
  4. /
  5. Kewajiban Sutrah, Imam Menjadi...