Makna Ayat Tidak Memutuskan Hukum dengan Hukum Allah
MENANGISI KEMATIAN ORANG KAFIR
Pertanyaan.
Bolehkah berta’ziyah kepada orang kafir, atau menangisinya ? Karena mungkin dia tetangga atau majikan atau kawan yang baik. Jazakumullâh khairan.
Jawaban.
Menangisi kematian orang kafir yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengannya karena kasihan, dibolehkan. Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menangis ketika permohonan ampun untuk ibu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditolak. Sebagaimana hadits :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ زَارَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ : اسْتَأْذَنْتُ رَبِّى فِى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِى أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِى فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menziarahi kubur ibunya, lalu beliau menangis, dan membuat orang-orang yang ada di sekitar beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ikut menangis. Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku meminta idzin kepada Rabbku untuk memohonkan ampun bagi ibuku, tetapi aku tidak diberi idzin. Dan aku meminta idzin kepadaNya untuk menziarahi kuburnya, maka aku diberi idzin. Maka hendaklah kamu berziarah kubur, karena itu akan mengingatkan kematian. [HR. Muslim]
Adapun berta’ziyah, sebaiknya tidak dilakukan.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04-05/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
MAKNA AYAT BARANGSIAPA TIDAK MEMUTUSKAN HUKUM MENURUT APA YANG DITURUNKAN ALLAH
Pertanyaan.
Syaikh Dr Muhammad bin Musa alu Nashr ditanya : Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
…وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir [al Maidah/5 : 44].
Bagaimana maksud ayat ini?
Jawaban.
Ada tiga ayat di dalam al Qur`an yang berkaitan dengan (hukum) orang yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah.
Pertama : Adalah ayat yang baru dibacakan tadi.
Kedua : Ayat :
…وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ.
Barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zhalim. [al Maidah/5 : 45]
Dan ayat ketiga,
… وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ.
Barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasiq. [al Maidah/5 : 47].
Seorang hakim (pemimpin, Red) yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah (berada dalam dua kondisi).
Keadaan Pertama : Ia menentang dan mengingkari untuk berhukum dengan apa yang diturunkan Allah. Misalnya, ia tidak menganggap wajibnya berhukum dengan hukum syari’at. Atau ia menilai bahwa hukum-hukum buatan manusia lebih utama (dan lebih baik, Red) daripada hukum syari’at. Atau ia berpandapat bahwa hukum syari’at tidak lagi relevan pada zaman ini. Atau ia berkeyakinan, bahwa hukum syari’at dan hukum-hukum buatan manusia adalah sama derajatnya. Maka, orang ini adalah kafir murtad (keluar dari keislamannya, Red).
Keadaan Kedua : (Yaitu) jika ia tidak berhukum dengan hukum Allah disebabkan kelemahan, rasa takut, dan hal-hal semisal lainnya yang menghalanginya dari berhukum dengan hukum Allah, sedangkan ia masih berkeyakinan bahwa hukum syari’at adalah yang benar dan tetap relevan pada semua tempat dan zaman. Namun, karena ia terpaksa dan terkalahkan, seperti seorang qadhi (hakim) yang terpaksa mendapat suap, atau seorang qadhi (hakim) yang cenderung mendukung salah satu dari kedua belah pihak, dan akhirnya ia menghukumi dan membela orang yang ia pilih karena hawa nafsunya, maka orang semacam ini tidak kafir dengan kekufuran yang besar (yang mengeluarkannya dari Islam, Red), akan tetapi ini adalah dosa besar.
Berhukum dengan selain hukum Allah adalah dosa besar dan musibah. Ini salah satu sebab kehinaan (umat Islam), kerendahan, dan sebab berkuasanya musuh-musuh (Islam).
Jadi, maksud ke tiga ayat di atas, yaitu “barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir… orang-orang yang zhalim… orang-orang yang fasiq” adalah, kekafiran di bawah kekafiran (tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam-red). Jika ia menganggap halal untuk tidak berhukum dengan hukum Allah, atau ia mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum syari’at ini, seperti yang saya sebutkan tadi, maka ia kafir murtad. Dan hal ini, mewajibkan kaum Muslimin untuk menggulingkannya dari tampuk kepemimpinan, jika mereka mampu untuk melakukannya.
Namun jika ia tidak mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum syari’at ini, dan tidak menganggap halal untuk berhukum dengan hukum-hukum buatan manusia, maka ia adalah fasiq, bermaksiat, dan berdosa. Kekafirannya (adalah) kekafiran kecil, kufrun ‘amali, bukan kekafiran yang mengeluarkannya dari Islam, (bukan kekafiran) yang mewajibkan kaum Muslimin untuk menggulingkannya dari kekuasaan dan memeranginya dengan pedang.
Demikianlah perincian (dari jawaban di atas) yang telah diterangkan oleh para ulama. Dan inilah yang telah ditafsirkan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu terhadap ayat-ayat di atas.
(Muhadharah di Masjid al Karim, Pabelan, Sukoharjo, Surakarta, Ahad, 19 Februari 2006]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
- Home
- /
- A9. Fiqih Dakwah Kepada...
- /
- Makna Ayat Tidak Memutuskan...