Laknat Malaikat Kepada Orang yang Menghalangi Qishash

LAKNAT MALAIKAT KEPADA ORANG YANG MENGHALANGI DITEGAKKANNYA QISHASH (TUNTUT BALAS) BAGI ORANG YANG BERHAK MENDAPATKANNYA

Oleh
Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi

Di antara orang yang sengsara dengan laknat para Malaikat kepadanya adalah orang yang menghalangi ditegakkannya qishash bagi orang yang berhak mendapatkannya karena telah membunuh dengan sengaja. Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh para Imam, yaitu Abu Dawud, an-Nasa-i, dan Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma secara marfu’, ia berkata:

مَنْ قُتِلَ فِيْ عِمِّّيَّةٍ أَوْ رِمِّّيَّةٍ بِحَجْرٍ أَوْ سَوْطٍ أَوْ عَصَا فَعَقْلُهُ عَقْلُ الْخَطَإِ وَمَنْ قُتِلَ عَمْدًا فَهُوَ قَوَدٌ وَمَنْ حَالَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً.

Barangsiapa saja yang terbunuh karena tidak tahu[1] atau karena lemparan batu,[2] atau karena cambukan, atau karena tongkat, maka diyatnya adalah diyat terbunuh karena kesalahan, dan barangsiapa yang terbunuh dengan sengaja, maka hukumannya adalah qishash, dan siapa saja yang menghalanginya dengan hukuman qishash,[3] maka dia mendapatkan laknat dari Allah, para Malaikat dan semua manusia, Allah tidak menerima darinya yang fardhu dan yang sunnah.[4]

Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan qishash di dalam pembunuhan sebagai bentuk dari kasih sayang terhadap umat, karena di dalamnya ada sebuah kehidupan bagi mereka, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelang-sungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” [Al-Baqarah/2: 179]

Al-Qadhi Abu Su’ud di dalam Tafsiirnya berkata, “Sebuah penjelasan tentang keindahan hukum yang telah disebutkan dengan bentuk yang tidak dapat ditandingi, yaitu dengan menjadikan sesuatu pada tempat yang berkebalikannya, lafazh al-Qishash dalam kaidah bahasa Arab diungkapkan dalam bentuk ma’rifat, sedangkan hayat diungkapkan dalam bentuk nakirah. Hal ini menunjukkan bahwa di dalamnya ada sebuah kehidupan yang tidak tercapai hanya dengan pensifatan, hal itu terwujud karena pengetahuan akan hal tersebut dapat menghalangi si pembunuh dari yang terbunuh sehingga menyebabkan kehidupan bagi dua jiwa, dan karena mereka bisa terbunuh bukan hanya yang membunuh saja, tegasnya satu kelompok dapat terbunuh semua hanya dengan sebab satu orang saja sehingga berkobarlah fitnah di antara mereka, seandainya satu orang saja yang membunuh itu diqishash maka sisanya akan selamat, dan ini merupakan sebab bagi kehidupan mereka.”[5]

Baca Juga  Laknat Para Malaikat Bagi Orang Kafir yang Mati Dalam Keadaan Kafir

Al-Imam Ibnul Qayyim berkata, “Ayat yang diawali dengan kata وَلَكُمْ, ini menunjukkan bahwa manfaat qishash khusus kepada kalian, semuanya akan kembali bagi kalian, Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan hal tersebut sebagai ungkapan kasih sayang-Nya kepada kalian, karena itu kemanfaatannya jelas kembali kepada kalian.”[6]

Maka, siapa saja yang menghalangi terlaksana-nya hukum qishash terhadap si pembunuh, sesungguhnya dia telah menghalangi apa-apa yang ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang merupakan kasih sayang dari-Nya, ia telah menggantikannya dengan sebuah kerusakan, maka sungguh jelek apa yang telah ia lakukan, dan sungguh besar dosa yang akan ia dapatkan! Karena itu ia berhak mendapatkan laknat dari Allah dengan dijauhkan dari kasih sayang-Nya, dan mendapatkan do’a Malaikat agar ia dijauhkan dari kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan do’a dari semua manusia yang ditimpakan kepadanya, sehingga ia menjadi orang yang tidak akan diterima darinya yang fardhu dan yang sunnah (pada hari Kiamat).

Syaikhul Islam telah menjelaskan jeleknya menghalangi terlaksananya hukum qishash, atau mengambil hak Allah atau hak manusia dari seseorang, beliau berkata, “Barangsiapa yang melindungi seorang perampok, pencuri atau seorang pembunuh yang wajib ditegakkan hukum kepadanya, atau hak Allah, atau hak manusia, dengan menahan terlaksananya kewa-jiban tanpa ada sebuah permusuhan, maka ia adalah orang yang berserikat dengannya di dalam perbuatan jahat, yang telah dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Muslim meriwayatkan di dalam kitab Shahiihnya dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَعَنَ اللهُ مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا.

‘Allah melaknat orang yang melakukan sebuah kejahatan atau orang yang melindungi seseorang yang telah melakukan kejahatan.’”[7]

Jika diketahui bahwa seseorang telah melindu-ngi seorang penjahat, maka ia dituntut untuk menunjukkannya atau mengumumkannya, jika tidak, maka ia harus dipenjara dan terus dipukul sehingga ia menunjukkan si penjahat, sebagaimana hukuman orang yang tidak mengeluarkan kewajiban hartanya, jika orang yang tidak mengeluarkan hak jiwa dan hartanya dihukum, maka begitupula orang yang tidak menghadirkannya.[8]

Baca Juga  Shalawat Para Malaikat Bagi Orang-Orang Yang Menyambung Shaff

Semoga Allah melindungi kita semua dari per-buatan seperti itu, aamiin ya Rabbal aalamiin.

[Disalin dari buku Man Tushalli ‘alaihimul Malaa-ikah wa Man Tal‘anu-hum.” Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang yang Dilaknat Malaikat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Maknanya adalah ketika dia buta terhadap masalah, maka tidak jelas siapa si pembunuhnya, dan tidak tahu pula pe-ristiwa pembunuhan tersebut, diungkapkan di dalam bahasa Arab: fulan fi amiyyatihi maknanya adalah ada di dalam ke-adaan bodoh atau tidak tahu, dikatakan pula al-Amiyyah yang maknanya adalah seseorang memukul dengan tidak bermak-sud untuk membunuh, seperti memukul dengan batu kecil, atau dengan sebuah tongkat yang ringan tetapi pada akhir-nya orang yang dipukul terbunuh, dan pembunuhan yang seperti ini para ulama menamakannya dengan Qatl Syibhul Amdi. (Lihat Syarah ath-Thaibi VIII/2471, juga Syarah al-Baghawi X/182).
[2] Maknanya adalah maka hukumnya qishash. (Lihat kitab ‘Aunul Ma’buud XII/182).
[3] Menghalangi antara yang membunuh dengan hukum qishash dengan mencegah para wali korban setelah memintanya, dengan tidak meminta maaf, karena kalau meminta maaf itu dibenarkan. (Lihat catatan pinggir karya as-Sindi untuk kitab Sunan an-Nasa-i VIII/40)
[4] Sunan Abi Dawud, kitab ad-Diyaat, bab Man Qatala fii Umya baina Qaumin (XII/182 no. 4528), Sunan an-Nasa-i, kitab al-Qisaamat, bab Man Qatala bi Hajari au Sautin (VIII/40), dengan redaksi yang beliau ungkapkan. Lihat Sunan Ibni Majah, kitab Diyaat, bab Man Haala baina Waliyyil Maqtuul wa baina Quad awid Diyaat (no. 2635).
[5] Tafsiir Abi Su’ud (I/196), lihat pula kitab Tafsiir al-Qayyim (hal. 143-144) dan Tafsiir al-Baidhaawi (I/103).
[6] At-Tafsiir al-Qayyim (hal. 144).
[7] Shahih Muslim (no. 1370 (467)).
[8]  Majmuu’ al-Fataawaa (XXVIII/323).

  1. Home
  2. /
  3. A7. Adab Do'a Shalawat...
  4. /
  5. Laknat Malaikat Kepada Orang...