Perusahaan Bagi Hasil yang Hanya Mengambil Kesempatan
PERUSAHAAN-PERUSAHAAN BAGI HASIL YANG HANYA MENGAMBIL KESEMPATAN (DALAM KESEMPITAN)
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Apakah ikut andil di dalam perusahaan-perusahaan jasa bagi hasil (mudharabah), Takaful dan Tadlamun Islami (solidaritas Islam) yang mengsuransikan harta-harta benda dengan alasan untuk menghadapi kondisi darurat dan kritis ; haram atau halal ? Apakah andil ini sesuai dengan syari’at Allah?
Jawaban
Perusahaan-perusahaan ini lebih dikenal karena tujuan mengambil kesempatan (dalam kesempitan) dan mengeruk sabanyak-banyaknya harta manusia (nasabah, polis) dengan cara memaksanya kepada setiap warga masyarakat agar mengasuransikan dirinya, anak-anaknya, bisnisnya, tempat tinggalnya, mobilnya dan lain-lain sebagainya. Si warga inipun lalu membayar kepada mereka uang yang banyak per bulannya. Bisa jadi, hal itu berlalu beberapa tahun padahal dirinya tidak memerlukan mereka namun meskipun demikian, mereka tidak mengembalikan kepadanya sepeserpun. Bilamana dia membutuhkan mereka, malah mereka mempersulit dengan persyaratan-persyaratan dan konsekuensi yang bermacam-macam serta mencari-cari alasan. Dan, mereka belum akan membayar kepadanya (melayaninya) kecuali setelah berlalu beberapa lama dan setelah bersusah payah.
Disamping itu, ada dampak negative lainnya, yaitu bahwa dia bisa saja membebani perusahaan sehingga harus mengeluarkan harta yang demikian banyak, berkali-kali lipat dari apa yang telah diambilnya dari para polis tersebut. Ini termasuk tindakan Gharar (manipulasi) dan Dharar (bahaya). Ia menjadi Gharar karena perusahaan mengambil dari polis tanpa mau rugi, dan ia menjadi Dharar karena perusahaan memberikan kepada polis lebih banyak lagi dari apa yang telah dibayarnya.
Dampak negatif selanjutnya adalah (timbulnya) tindakan nekad (merintangi bahaya) yang dilakukan oleh mayoritsa polis dan tidak hati-hati dengan menempuh marabahaya dan bertindak ceroboh karena mengklaim bahwa perusahaan akan membayar apapun kecelakaan yang akan dialaminya. Ini tentunya kerusakan paling besar. Karenanya, saya berpendapat tidak boleh ikut andil bersama mereka. Hendaknya seseorang hanya menggantungkan diri kepada Allah dan ridha terhadap apa yang telah digariskan dan ditakdirkan olehNya atas dirinya serta antusias untuk tetap tegar dan melakukan sebab-sebab pencegahan (tindakan preventif). Dalam hal ini Allah berfirman.
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya“. [ath-Thalaq/65 :3]
Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan atas antusias anda berjalan di atas al-Haq.
[Al-Lu’lu’ul Makin Min Fatawa Ibn Jibrin, hal 197-198]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Pengumpul Khalid Juraisy, Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]
- Home
- /
- A9. Fiqih Muamalah1 Ekonomi...
- /
- Perusahaan Bagi Hasil yang...