Marilah Kita Meluruskan Shaf Agar Hati Kita Bersatu!
MARILAH KITA MELURUSKAN SHAF AGAR HATI KITA BERSATU!
Sami’na wa Atha’na (Kami dengar dan kami taati!) … itulah kalimat yang sering kita dengar yang diucapkan oleh para makmum, ketika imam dalam shalat menyuruh meluruskan dan merapatkan shaf. Alangkah indahnya, jika ucapan itu selaras dengan faktanya.
Namun sayang, fakta yang didapatkan dibanyak tempat, berbeda dengan ucapan. Shaf tidak rapi dan renggang. Meski belum rapi, imam langsung memulai shalat, seakan tidak peduli dengan shaf para makmum. Dimanakah mereka meletakkan sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اسْتَوُوا وَلاَ تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
Luruskanlah dan janganlah kalian melenceng, karena hati kalian pun akan melenceng (bercerai-berai). [HR. Muslim, no. 432]
أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَوَاللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
Luruskanlah shaf-shaf kalian! Karena, Demi Allâh! Kalian benar-benar meluruskan shaf-shaf kalian, atau (kalau tidak-red) Allâh akan membuat perselisihan di antara hati kalian. [HR. Abu Daud, Shahîh Abî Daud, no. 616. Lihat juga, Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, no. 512]
Tidakkah mereka mengetahui hadits-hadits ini?
Sebagian mereka jika diingatkan untuk meluruskan shaf, mereka beralibi, “Yang penting khusyu’nya …” Benar! Tidak seorangpun menyangkal bahwa kekhusyu’an dalam shalat itu sangat penting, tapi jangan gegabah mengatakan bahwa merapikan dan merapatkan shaf tidak penting. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan umatnya untuk melakukan itu. Mungkinkah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh melakukan sesuatu yang tidak penting, padahal Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, yang artinya, “Diantara indikasi baiknya Islam seseorang adalah dia meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.”
Bukan hanya memerintahkan, tapi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyampaikan ancaman kepada mereka yang berani meninggalkan perintahkan ini. Bahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai bersumpah saat menyampaikan ancamannya. Masihkah ada orang yang mengaku beriman tapi meremehkan ancaman Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini? Semoga Allâh Azza wa Jalla melindungi kita dari sikap yang buruk ini!
Ada juga sebagian orang yang justru melarang orang lain untuk berbicara masalah shaf, dengan alasan itu akan memecah belah umat. Sungguh ini adalah logika yang terbalik.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh merapikan shaf dan melarang berantakan supaya hati bersatu padu, tidak berpecah belah, sebaliknya mereka justru melarang orang untuk berbicara apalagi bertindak langsung meluruskan shaf. Mungkin mereka akan beralasan bahwa waktunya tidak tepat. Untuk orang yang beralasan seperti ini, kita bertanya, “Lalu kapan waktu yang tepat? Apa kita harus menunggu sampai hati kaum Muslimin berpecah belah karena terkena ancaman tersebut?”
Padahal fakta yang tidak terpungkiri, jika hati tidak sejalan, kecil kemungkinan dia akan menerima nasehat dari orang yang dia selisihinya.
Yang lebih aneh lagi, ada orang yang mengingkari masuknya syaitan ke celah-celah yang kosong dalam shaf, padahal yang memberitahukan hal itu juga Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
رُصُّوا صُفُوفَكُمْ ، وَقَارِبُوا بَيْنَهَا ، وَحَاذُوا بِالأعْنَاقِ؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إنِّي لأَرَى الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ ، كَأَنَّهَا الحَذَفُ
Rapatkanlah shaf-shaf kalian! Dekatkanlah di antara shaf-shaf tersebut! Jadikanlah leher (dan pundak) dalam posisi sejajar . Demi Dzat Yang jiwaku ada di tangan-Nya! Sesungguhnya aku benar-benar melihat syaitan masuk dari celah shaf, seakan-akan syaitan itu anak-anak kambing. [HR. Abu Daud dan An-Nasa’i. Lihat Shahîh Sunan Abi Daud, no. 621 juga Shahîh at-Targhîb wa at-Tarhîb, no. 494]
Jika yang mengingkari itu bukan seorang Muslim atau bukan orang yang mengaku beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan hari akhir, mungkin itu tidak mengherankan. Karena dia memang tidak percaya dengan seluruh syari’at yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tapi ketika pengingkaran itu dilakukan oleh orang yang mengaku Muslim dan mengaku beriman kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , ini sangat mengherankan dan sama sekali tidak bisa dibenarkan oleh akal sehat. Karena mengimani apa yang diberitakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan konsekuensi dari keimanan terhadap kenabian dan kerasulan Beliau Shallallahu alaihi wa sallam .
Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa memberikan taufiq-Nya kepada kita agar senantiasa bias melaksanakan apapun yang diperintahkan oleh Allâh Azza wa Jalla melalui lisan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah3 Shalat
- /
- Marilah Kita Meluruskan Shaf...