Hikmah Disunahkannya Puasa Hari Asyura
HIKMAH DISUNNAHKANNYA PUASA HARI ASYURA
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoinya berkata:
عن ابن عباس – رضي الله عنهما – قال : قَدِمَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ، فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَسُئِلُوا عَنْ ذَلِكَ ؟ فَقَالُوا : هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي أَظْهَرَ اللهُ فِيهِ مُوسَى، وَبَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى فِرْعَوْنَ، فَنَحْنُ نَصُومُهُ تَعْظِيمًا لَهُ، فَقَالَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : ( حْنُ أَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَأَمَرَ بِصَوْمِهِ) أخرجه البخاري ومسلم ، وفي رواية لمسلم : ( فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا ، فَنَحْنُ نَصُومُهُ … )
“(Ketika) Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam datang ke kota Madinah, maka beliau mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyuro, ketika mereka di tanya kenapa berpuasa, maka mereka menjawab: “Hari ini adalah hari di mana Allah Ta’ala menolong Musa dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun, dan kami berpuasa pada hari ini sebagai bentuk pengagungan padanya”. Lantas Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kami lebih berhak dengan Musa dari pada kalian”. Kemudian beliau menyuruh kami untuk berpuasa pada hari itu“. (HR Bukhari no: 3943, Muslim no: 127, 128, 1130). Dan dalam riwayat Muslim ada tambahan, “Maka Musa berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Allah, maka kami pun berpuasa“.
Didalam hadits diatas menjelaskan tentang hikmah yang agung kenapa disyari’atkanya berpuasa pada hari Asyuro, yaitu sebagai bentuk pengagungan pada hari ini sebagai wujud rasa syukur kepada Allah Ta’ala mana kala Nabi Musa Alaihi salam dan bani Israil diselamatkan dari kejaran Fir’aun, dan ditenggelamkanya Fir’aun dan pasukanya pada hari ini. Oleh karenanya Nabi Musa alaihi sallam berpuasa pada harinya sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Azza wa jalla, kemudian orang-orang Yahudi pun ikut berpuasa. Dan umat Nabi Muhammad Sholallahu ‘alaihi wa sallam lebih berhak untuk mencontoh Nabi Musa alaihi sallam dari pada orang-orang Yahudi. Kalau Nabi Musa alaihi sallam melakukan puasa (pada hari ini) sebagai wujud rasa sykurnya kepada Allah Ta’ala, maka kita juga berpuasa dalam rangka yang sama sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah Azza wa jalla. Oleh karena itu Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kami lebih utama untuk mengikuti Musa dari pada kalian (wahai orang-orang Yahudi)”. Di dalam riwayat yang lain, beliau mengatakan: “Dan saya lebih berhak dengan Musa dari pada kalian“. Maksudnya yaitu kami lebih tepat dan lebih dekat untuk mengikuti Nabi Musa Alaihi Sallam dari pada kalian, orang-orang Yahudi. Karena kita memiliki kesamaan dalam masalah pokok-pokok agama dengan beliau, begitu juga kita mempercayai kitab yang dibawanya, sedangkan kalian, orang-orang Yahudi banyak menyelisihi beliau, baik dalam pokok agama yang beliau ajarkan maupun dalam kitab yang beliau bawa, dengan dirubah atau diganti. Dan Rasulallah Sholullahu ‘alaihi wa sallam lebih taat dan lebih tunduk dalam mengikuti kebenaran dari pada mereka orang-orang Yahudi, oleh sebab itu beliau mengerjakan puasa pada hari Asyuro, dan memerintahkan supaya berpuasa pada hari itu sebagai bentuk pengagungan dan penegasan akan hal itu.
Di riwayatkan dari Abu Musa semoga Allah meridhoinya berkata.
عن أبي موسى رضي الله عنه قال : كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ ، وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا ، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : ( صُومُوهُ أَنْتُمْ ) أخرجه البخاري ومسلم ، وفي رواية لمسلم : ( كانَ أَهْلُ خَيْبَرَ يَصُومُونَ يَومَ عَاشُورَاءَ، يَتَّخِذُونَهُ عِيدًا ، وَيُلْبِسُونَ نِسَاءَهُمْ فيه حُلِيَّهُمْ وَشَارَتَهُمْ ، فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- : (فَصُومُوهُ أَنْتُمْ)
“Asyuro itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi, dan menjadikanya sebagai hari raya. Maka Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berpuasalah kalian”. Dalam riwayat Muslim di sebutkan, “Adalah penduduk Khaibar mereka mengerjakan puasa pada hari Aysyuro dan menjadikanya sebagai hari raya, sedangkan para wanita pada hari itu memakai perhiasanya. Maka Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berpuasalah kalian“. (HR Bukhari no: 2005, Muslim no: 129, 130, 1131).
Yang nampak dalam hal ini bahwa termasuk dari hikmahnya berpuasa pada hari itu untuk menyelisihi orang-orang Yahudi, yaitu dengan tidak menjadikan harinya sebagai hari raya, dan mencukupkan hanya berpuasa saja, di karenakan hari raya tidak boleh berpuasa, inilah sisi, dari bentuk menyelisihi orang-orang Yahudi pada hari Asyuro. Dan akan datang penjelasanya –Insya Allah- sisi lain bari bentuk penyelisihan mereka, yaitu supaya berpuasa pada hari ke sembilanya.
Ada dua kelompok yang sesat dalam mengagungkan hari Asyuro, kelompok yang mirip sekali dengan perlakuan Yahudi yang menjadikan hari Asyuro sebagai hari raya dan hari untuk bersenang-senang, dengan menampakan pada hari tersebut bentuk-bentuk kebahagian, seperti halnya mengecat rumah, memakai celak, memberi uang lebih pada keluarganya, memasak makanan sepesial diluar kebiasaanya, dan lain sebagainya dari perbuatan-perbuatan orang-orang bodoh, yang mereka menghadapi kesesatan dengan kesesatan lainya, membalas perkara bid’ah dengan perbuatan bid’ah yang lainya.
Ada pun kelompok yang kedua mereka menjadikan hari Asyuro ini sebagai hari belasungkawa, hari kesedihan, dan ratapan. Dikarenakan (pada hari tersebut) terbunuhnya Husain bin Ali semoga Allah meridhoinya, sehingga mereka menampakan pada hari itu syi’ar-syi’ar orang-orang jahiliyah, seperti halnya memukul pipi, merobek-robek saku, melantunkan syair-syair kesedihan, membaca kisah-kisah yang banyak dustanya dari pada benarnya, membuka pintu fitnah dengan perbuatanya tersebut, sehingga memecah belah umat. Maka ini adalah amalan orang-orang yang telah tersesat di kehidupan dunia ini, sedangkan pelakunya merasa bahwa itu perbuatan kebajikan.
Sungguh suatu nikmat yang besar di mana Allah Ta’ala telah memberi hidayah kepada ahlus sunah, yang mana mereka hanya mengerjakan titah Nabinya supaya berpuasa pada hari itu, dengan selalu memperhatikan jangan sampai terjerumus menyerupai orang-orang Yahudi, dan menjauhi perintah setan kepada mereka untuk melakukan perbuatan bid’ah. Segala puji bagi Allah Ta’ala.
Ya Allah pahamkanlah kami dalam urusan agama kami, mudahkanlah kami untuk mengerjakan dan istiqomah di dalamnya, berilah kami kemudahan, dan jauhkanlah dari kesulitan, ampunilah kami di dunia dan di akhirat. Sholawat serta salam semoga Allah Ta’ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu ‘alaihi wa sallam.
Disunahkan Berpuasa Pada Hari kesembilan dan Kesepuluh
Di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoinya.
عن ابن عباس – رضي الله عنهما – أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما صام يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قالوا : يا رسول الله ، إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قال : فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- . أخرجه مسلم ، وفي رواية له : لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ
Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpuasa pada hari Asyuro, dan menyuruh untuk berpuasa padanya, beliau di tanya oleh para sahabat: “Ya Rasulallah, sesungguhnya hari itu di agung-agungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani, maka beliau menjawab: “Jika datang tahun depan -Insya Allah- kita berpuasa pada hari ke sembilannya juga“. Ibnu Abbas melanjutkan: “Tidak sampai tahun berikutnya datang, Rasulallah Shalalllahu ‘alaihi wa sallam meninggal”. Dalam salah satu riwayat yang lain, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Jika sampai tahun depan, saya pasti akan berpuasa bersama hari ke sembilannya“. (HR Muslim no: 1134).
Didalam hadits sebagai dalil yang menunjukan disunahkannya bagi orang yang ingin berpuasa hari Asyuro supaya berpuasa pada hari sebelumnya satu hari, yaitu hari ke sembilan, maka puasa pada hari ke sembilan termasuk sunah walaupun Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam belum sempat melakukanya, dikarenakan beliau sudah berniat untuk berpuasa pada hari itu, dan tujuan akan hal itu adalah –wallahu a’lam- menyatukan dengan hari ke sepuluhnya supaya petunjuknya beliau menyelisihi ahli kitab, karena mereka berpuasa pada hari ke sepuluhnya saja, hal ini bisa dilihat dari beberapa riwayat yang ada di shahih Muslim, sebagaimana telah shahih dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhoinya secara mauquf pada beliau, Nabi bersabda: ( صوموا التاسع والعاشر خالفوا اليهود ) ” Berpuasalah pada hari sembilan dan sepuluh, selisihilah orang-orang Yahudi“. (HR Abdur Razaq 4/287, Thahaawi 2/78, al-Baihaqi 4/278. Dan sanad hadits ini shahih).
Dalam hadits ini sebagai dalil yang jelas bahwa orang muslim dilarang untuk tasyabuh (menyerupai -pent) dengan orang-orang kafir dan ahli kitab, dikarenakan ketika meninggalkan tasyabuh dengan mereka mempunyai dampak dan kemaslahatan yang sangat besar, begitu juga faidah-faidah yang sangat banyak sekali, bersamaan dengan itu juga menutup sarana yang bisa mengantarkan untuk mencintai mereka dan condong pada mereka, demikian juga untuk merealisasikan makna baro’ah (berlepas diri.pent) pada mereka, dan benci mereka karena Allah Ta’ala, diantara faidahnya juga kaum muslimin bisa bebas dari mereka dan memiliki kekhasan sendiri.
Dan para ulama telah menyebutkan tingkatan yang paling utama pada puasa hari Asyuro, di antaranya yang paling utama yaitu berpuasa tiga hari, hari ke sembilan, sepuluh dan sebelas, para ulama berdalil dengan hadits Ibnu Abbas, dimana Nabi bersabda: “Selisihi lah orang-orang Yahudi, berpuasa lah sebelumnya satu hari dan sesudahnya satu hari“. (HR al-Baihaqi 4/287). Namun hadits ini dho’if, tidak bisa naik derajatnya, kecuali dikatakan dalam masalah ini bahwa puasa tiga hari keutamaanya bertambah dengan keutamaan puasa pada hari Asyuro di karenakan semuanya di kerjakan pada bulan haram, yang mana ada dalilnya untuk berpuasa padanya, supaya bisa tercapai keutamaan puasa tiga hari pada setiap bulan, hal itu sebagaimana telah di riwayatkan oleh Imam Ahmad, dimana beliau mengatakan: “Barangsiapa yang ingin berpuasa Asyuro hendaknya berpuasa pada hari sembilan dan sepuluhnya, kecuali ia merasa bingung (penentuan awal dan akhir) bulannya maka hendaknya ia berpuasa tiga hari. Ibnu Sirin yang mengatakan hal tersebut”.[1]
Tingkatan yang kedua, berpuasa pada hari sembilan dan sepuluhnya, tingkatan ini sebagaimana di tunjukan oleh kebanyakan hadits, seperti sudah di jelaskan diawal kitab.
Tingkatan ketiga, berpuasa pada hari sembilan dan sepuluhnya, atau sepuluh dan hari sebelasnya, (yang berpendapat seperti ini) mereka berdalil dengan hadits Ibnu Abbas secara marfu’ dengan lafadz : “Berpuasa lah pada hari Asyuro, selisihi lah padanya orang-orang Yahudi, berpuasalah pada hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya“. Dan hadits ini dho’if.[2]
Tingkatan keempat, menyendirikan puasa pada hari sepuluh saja, namun ada sebagian para ulama yang membencinya dikarenakan menyerupai dengan ahli kitab, dan itu merupakan pendapatnya Ibnu Abbas sebagaimana yang masyhur dari beliau, pendapat itu juga merupakan madzhabnya Imam Ahmad, dan sebagian Hanafiyah, sedangkan sebagian para ulama mengatakan tidak dibenci, dikarenakan merupakan hari yang mempunyai keutamaan, maka disunahkan untuk mencari keutamaanya dengan berpuasa. Namun pendapat yang rajih adalah dibenci bagi orang yang mampu untuk menggabung puasa hari itu dengan hari lainya, dan tidak menafikan hal itu untuk mendapat pahala bagi orang yang mencukupkan puasa pada hari itu saja, bahkan dia akan diganjar pahala insya Allah.
Ya Allah berilah kami taufiq yang Engkau ridhoi, jauhkan kami untuk berbuat maksiat pada-Mu, jadikan kami termasuk hamba-hamba-Mu yang sholeh, dan di masukan pada golongan orang-orang yang mendapat kemenangan, ampuni kami dan terima taubat kami, Ya Allah ampuni kami dan kedua orang tua kami. Sholawat serta salam semoga Allah Ta’ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu ‘alaihi wa sallam.
[Disalin dari رسالة في أحاديث شهر الله المحرم Penulis : Syaikh Abdullah Sholeh al-Fauzan. Penerjemah Abu Umamah Arif Hidyatullah. Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] al-Mughni 4/441, Iqtdhou shirthol Mustaqim 1/419.
[2] HR Ahmad 3/52, Ibnu Khuzaimah 3/290, 2095. Thahaawi dalam Syarh ma’ani atsar 2/78, al-Baihaqi 4/287.
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah5 Puasa
- /
- Hikmah Disunahkannya Puasa Hari...