Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Berinteraksi Sosial

RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM BERINTERAKSI SOSIAL

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa maqashid risalah  Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  adalah menyempurnakan akhlak-akhlak manusia. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  mengatakan:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang baik. [1]

Dan Nabi  kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyeru umat manusia kepada akhlak yang baik dengan lisan, juga melalui akhlak baik dan tindakan luhur Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung.

Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu telah menceritakan bagaimana indahnya muamalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap dirinya yang waktu itu menjadi khadim (pembantu) bagi Beliau di rumah.

Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu mengatakan:

لَقَدْ خَدَمْتُ رَسُوْلَ اللهِ عَشَرَ سِنِيْنَ, فَمَا قَالَ لِي أُفٍّ وَلَا قَالَ لِشَيْئٍ فَعَلْتُهُ لِمَ فَعَلْتَهُ؟, وَلَا لِشَيْئٍ لَمْ أَفْعَلْهُ: أَلَا فَعَلْتَ كَذَا؟

Sungguh aku telah melayani Rasûlullâh selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah berkata kepadaku sekalipun, “Aah”, tidak pernah berkomentar tentangapa yang aku lakukan, “Mengapa kamu lakukan (ini)”, dan tentang apa yang tidak aku lakukan, “Mengapa kamu tidak melakukan demikian (saja)”.[2]

Dalam hadits di atas, berdasarkan keterangan Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu , Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah merasa jengkel kepadanya sama sekali dalam sepuluh tahun ia melayani Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sementara seseorang dari kita, hanya sekedar sepekan atau kurang lebih dari sepekan saja, sudah pernah meluapkan kejengkelan terhadap pembantunya.

Beliau pun tidak mempermasalahkan hal-hal yang dilakukan oleh Anas Radhiyallahu anhu atas inisiatifnya sendiri. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mencela atau menegurnya, atau berkata kepadanya, “Kenapa kamu lakukan itu?”, padahal ia seorang pembantu, atau mengatakan, “Mengapa kamu tidak melakukan demikian demikian saja. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperlakukannya sesuai dengan petunjuk Allâh Azza wa Jalla  dalam firman-Nya:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. [Al-A’râf/7:199]

Maksud al-‘afwu dalam ayat yaitu sikap-sikap yang seketika muncul dari seseorang. Tidak menuntut manusia bersikap ideal terhadap kita sesuai dengan keinginan kita dalam seluruh perkara. Siapa saja yang berkehendak manusia sesuai dengan keinginannya dalam seluruh perkara,maka akan kehilangan segala sesuatu. Akan tetapi, sadari sikap-sikap mereka. Perlakukanlah orang-orang sebagaimana adanya. Jika tidak sesuai keinginanmu, engkau tidak marah. Oleh sebab itu, Anas Radhiyallahu anhu mengatakan, “Beliau tidak berkomentar tentang apa yang tidak aku lakukan dengan berkata, “Kok kamu tidak melakukan demikian demikian saja”. Ini adalah pertanda luhurnya akhlak Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [3]

Baca Juga  Perhatian Rasulullah Terhadap Shalat Dua Rakaat Sebelum Subuh

Masih tentang paparan interaksi sosial Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang indah, Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma pernah mengatakan, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul pembantu atau wanita dengan tangannya sama sekali. Dan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memukul apapun dengan ayunan tangannya, kecuali Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah berjihad di jalan Allâh. Tidaklah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dihadapkan antara dua pilihan, kecuali yang paling Beliau sukai ialah memilih perkara yang paling mudah, kecuali mengandung dosa, maka Beliau akan menjadi manusia yang paling jauh dari dosa. Beliau tidak pernah marah untuk membela dirinya karena sesuatu yang terarah kepada Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kecuali ketika larangan-larangan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dilanggar. Maka Beliau marah karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala “. [4]

Perlakuan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang kencing di masjid pun menjadi bukti kearifan Beliau dalam menyikapi orang yang belum tahu hukum.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Sesungguhnya ada seorang Badui kencing di dalam masjid. Maka orang-orang ramai menuju dia untuk memukulinya. Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

دَعُوْهُ وَأَهْرِيْقُوْا عَلَى بَوْلِهِ دَلْوًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوْا مُعَسِّرِيْنَ

Biarkanlah dia. Tuangkanlah seember air pada air kencingnya. Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah masalah, bukan diutus untuk mempersulit persoalan.[5]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memaki-maki lelaki tersebut, juga tidak memerintahkan orang untuk memukulinya, bahkan membiarkannya kencing sampai selesai. Kemudian memberitahukan kepadanya bahwa masjid tidak pantas dilakukan apa yang telah ia perbuat. Masjid dipergunakan untuk shalat, berdzikir dan membaca Al-Qur`ân.

Anak-anak pun merasakan akhlak mulia dan keramahan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam interaksi dengan mereka.

Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu mengatakan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar  menyatu dengan kami, sampai pernah berkata kepada saudara kecilku, ‘Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan oleh nughair (burung kecilmu)?”. [6]

Secara global, Imam Ibnul Qayyim rahimahullah sudah menguraikan bagaimana Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam indahnya muamalah (interaksi sosial) yang Beliau lakukan  kepada orang lain. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati anak-anak, lalu melontarkan salam kepada mereka. Seorang budak wanita pernah memegang tangan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berjalan menggandeng Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemana ia suka. Di dalam rumah, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membantu keluarga, tidak pernah marah karena tersinggung pribadinya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerah kambing bagi keluarga, memberi makan onta, makan bersama pembantu dan duduk-duduk bersama orang-orang miskin. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama janda dan anak yatim untuk memenuhi kebutuhan mereka. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melontarkan salam kepada orang yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam temui, mendatangi undangan orang yang mengundang, meskipun untuk makan sesuatu yang sederhana. Beliaau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sesosok yang ringan, lemah-lembut, bertabiat mulia, pergaulannya indah, mukanya suka tersenyum, rendah hati tanpa merendahkan diri, dermawan tanpa menghamburkan uang, hatinya lembut, penyayang terhadap setiap Muslim, menghargai orang-orang Mukminin. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membezuk orang sakit, melayat jenazah. Bahkan memenuhi keinginanseorang hamba sahaya”. [7]

Baca Juga  Konsistensi Nabi Dalam Beristighfar

Paparan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah telah mendeskripsikan kemuliaan akhlak Beliau dan keindahan pergaulan Beliau terhadap manusia. Hal ini jelas menjadi tuntutan bagi umat Islam dengan berinteraksi sosial dan meneladani Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah-masalah besar maupun perkara-perkara yang sederhana. (Ustadz Abu Aisyah Lc)

Wallâhua’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad. Dan dishahihkan oleh al-Albâni dalam Shahîh al-Adabil Mufrad no.207.
[2] Muttafaqun ‘alaih.
[3] Syarhu Riyâdhi ash-Shâlihîn, Syaikh al-‘Utsaimîn 1/906-907.
[4] HR. Ahmad. Para muhaqqiq mengatakan, “Isnadnya sesuai dengan syarat syaikhain”.(Al-Musnad 43/109).
[5] HR. Al-Bukhâridan Muslim.
[6] HR. Al-Bukhâri no.6129.
[7] Madâriju as-Sâlikîn Syarhu Manâzili as-Sâirîn 3/111-112..Kutipan darKunûzu Riyâdhi ash-Shâlihîn 9/68.

  1. Home
  2. /
  3. B2. Topik Bahasan4 Uswah...
  4. /
  5. Rasûlullâh Shallallahu ‘Alaihi wa...