Doa Ketika Khatib Duduk Diantara Dua Khutbah
DOA KETIKA KHATIB DUDUK DIANTARA DUA KHUTBAH
Pertanyaan.
Ketika khatib shalat Jum’at duduk diantara dua khutbahnya, sebagian orang ada yang berdoa sambil mengangkat kedua tangannya. Bagaimana hukum perbuatan ini?
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab:
Berdoa saat khatib duduk diantara dua khutbahnya adalah perbuatan baik dan disunnahkan. Karena waktu itu adalah waktu mustajab (waktu yang sangat diharapkan doa seseorang akan dikabulkan). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan dalam sebuah haditsnya:
فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
Pada hari (Jum’at) itu ada satu waktu, jika ada seorang hamba Muslim yang berdiri melakukan shalat dan berdoa (memohon) sesuatu kepada Allâh Azza wa Jalla bertepatan dengan waktu itu, maka pasti Allâh Azza wa Jalla mengabulkan doanya.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan isyarat dengan tangan Beliau yang menunjukkan bahwa waktu itu sedikit.[1]
Dan momen yang paling mendekati waktu yang mustajabah itu adalah momen ketika seorang hamba melakukan shalat, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Musa al-As’ariy Radhiyallahu anhu. Dalam hadits tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلاَةُ
Waktu itu adalah waktu yang terbentang antara waktu duduknya imam sampai pelaksanaan shalat Jum’at
Berdasarkan ini, maka hendaknya setiap Muslim memanfaatkan kesempatan dan berdoa pada waktu diantara dua khutbah.
Hukum Mengangkat Tangan
Adapun mengenai hukum mengangkat tangan saat berdoa diantara dua khutbah itu, maka saya tidak mengetahui ada masalah dalam hal ini. (artinya, tidak apa-apa. -red). Karena diantara adab berdoa adalah mengangkat dua tangan. Jika ada seseorang yang berdoa dengan mengangkat tangan, maka itu tidak apa-apa, begitu sebaliknya, jika ada yang berdoa tanpa mengangkat kedua tangannya, maka itu juga tidak apa-apa. Ini masalah cara berdoa yang dilakukan ketika khatib duduk diantara dua khutbahnya.
Adapun saat khatib berdoa dalam khutbahnya, maka tidak disunnahkan bagi imam (khatib) maupun makmum untuk mengangkat kedua tangan mereka, kecuali dalam dua keadaan:
Pertama; Jika khatib berdoa dengan doa istisqa’ yaitu memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar Dia menurunkan hujan. Saat seperti ini, khatib dan makmum disyari’atkan untuk mengangkat kedua tangan mereka.
Kedua; Jika khatib berdoa dengan doa istishha’ yaitu khatib memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar Allâh Azza wa Jalla menjauhkan hujan dari suatu negeri. Saat seperti ini, khatib juga mengangat kedua tangannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang terdapat dalam kitab Sahih al-Bukhâri dan Shahih Muslim dari hadits Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu. Beliau Radhiyallahu anhu mengatakan:
أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ بَابٍ كَانَ وِجَاهَ الْمِنْبَرِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَوَاشِي وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُغِيثُنَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ فَقَالَ اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا قَالَ أَنَسُ وَلَا وَاللَّهِ مَا نَرَى فِي السَّمَاءِ مِنْ سَحَابٍ وَلَا قَزَعَةً وَلَا شَيْئًا وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَ سَلْعٍ مِنْ بَيْتٍ وَلَا دَارٍ قَالَ فَطَلَعَتْ مِنْ وَرَائِهِ سَحَابَةٌ مِثْلُ التُّرْسِ فَلَمَّا تَوَسَّطَتْ السَّمَاءَ انْتَشَرَتْ ثُمَّ أَمْطَرَتْ قَالَ وَاللَّهِ مَا رَأَيْنَا الشَّمْسَ سِتًّا ثُمَّ دَخَلَ رَجُلٌ مِنْ ذَلِكَ الْبَابِ فِي الْجُمُعَةِ الْمُقْبِلَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمٌ يَخْطُبُ فَاسْتَقْبَلَهُ قَائِمًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْأَمْوَالُ وَانْقَطَعَتْ السُّبُلُ فَادْعُ اللَّهَ يُمْسِكْهَا قَالَ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالْآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ قَالَ فَانْقَطَعَتْ وَخَرَجْنَا نَمْشِي فِي الشَّمْسِ
Pada suatu Jum’at, ada seorang lelaki masuk ke masjid dari pintu yang berhadapan dengan mimbar, sementara saat tu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berdiri berkhutbah. Orang itu langsung menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sambil berdiri dia mengatakan, ‘Wahai Rasûlullâh! Binatang-binatang ternak pada mati[2] dan jalan-jalan (perjalanan) telah terputus[3]. Berdoalah kepada Allâh agar Dia menurunkan hujan kepada kami!’ Mendengar ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdoa:
اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا اللَّهُمَّ اسْقِنَا
Wahai Allâh! Berilah hujan kepada kami!
Wahai Allâh! Berilah hujan kepada kami!
Wahai Allâh! Berilah hujan kepada kami!
Anas Radhiyallahu anhu bercerita, “Demi Allâh! Saat itu kami tidak melihat adanya kumpulan awan, tidak juga awan yang bertebaran, tidak melihat awan sedikitpun, dan antara kami dan Sal’ tidak ada rumah (yang bisa menghalangi pandangan-red) lalu muncul dari balik bukit kecil itu gumpalan awan seperti tameng. (Gumpalan itu terus naik-red) ketika sudah berada ditengah langit, awan itu kemudian menyebar dan menyebabkan hujan turun.
Anas Radhiyallahu anhu, ‘Demi Allâh! Kami tidak pernah melihat matahari selama enam hari. Kemudian pada hari Jum’at berikutnya, ada seorang lelaki yang masuk melalui pintu yang dahulu dilaluinya sementara Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sedang berdiri berkhutbah. Orang itu menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sambil berdiri dia mengatakan, ‘Wahai Rasûlullâh! Harta-harta telah musnah dan perjalanan telah terputus. Berdoalah kepada Allâh Azza wa Jalla agar menahan hujan (tidak menurunkannya).’
Anas Radhiyallahu anhu mengatakan, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa:
اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالْآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ
Ya Allâh! Turunkanlah hujan ini di sekitar kami dan bukan di atas kami. Ya Allâh! Turunkanlah hujan ini perbukitan yang kecil, gunung, hutan, perbukitan yang berketinggian sedang, lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan
Anas Radhiyallahu anhu mengatakan, “Setelah itu hujan berhenti dan kami keluar berjalan dibawah sinar matahari.”
Pada dua tempat dan keadaan ini, khatib disunnahkan mengangkat kedua tangannya saat berdoa, yaitu saat berdoa minta hujan dan saat berdoa agar hujan dihentikan. Sedangkan untuk selain itu, maka khatib tidak mengangkat kedua tangannya. Karena para Sahabat Radhiyallahu anhum pernah mengingkari Bisyr bin Marwan ketika dia mengangkat kedua tangannya saat berdoa dalam khutbah. Begitu juga para makmum mereka tidak mengangkat kedua tangan mereka dalam berdoa saat khutbah hari Jum’at, karena itu tidak disyari’atkan buat mereka. Para makmum mengikuti imam mereka. Jika imam tidak disyari’atkan untuk mengangkat kedua tangannya, maka makmum yang sebagai pendengar juga tidak disyari’atkan mengangkat kedua tangan mereka saat berdoa dalam khutbah.[4]
Adakah Doa Tertentu
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa tidak ada dzikir khusus atau doa khusus yang harus dibaca saat khatib diantara dua khutbahnya. Seseorang bisa berdoa atau memanjatkan permohonan kebaikan apa saja kepada Allâh Azza wa Jalla , baik itu menyangkut perkara dunia apalagi menyangkut perkara akhirat. Dan doa ini dipanjatkan dengan suara lirih, kecil atau rahasia.[5]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XX/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya. Lafazh hadits ini kami nukil dari Shahih beliau.
[2] Akibat dari tidak makanan karena hujan tidak turun
[3] Maksudnya masyarakat tidak bisa melakukan perjalanan karena binatang-binatang tunggangan mereka tidak kuat melakukan perjalanan, padahal itu alat transportasi mereka kala itu
[4] Fatawa Nur Alad Darb, 542 – 544
[5] Lihat Fatawa Nur Alad Darb, 542
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah3 Shalat...
- /
- Doa Ketika Khatib Duduk...