Nasihat Umum Untuk Seluruh Kaum Muslimin
NASIHAT UMUM UNTUK SELURUH KAUM MUSLIMIN[1]
Dari Muhammad bin Ibrahim kepada seluruh kaum Muslimin yang terjangkau oleh nasehat ini.
Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa menganugerahkan kepada kita pemahaman terhadap agama dan kekuatan untuk terus berpegang teguhnya dengan agama yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga Allâh Azza wa Jalla melimpahkan kepada kita kemampuan dan kekuatan untuk mengikuti dan meniti jejak assalafusshalih, para generasi awal umat ini.
Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa barakatuh
Sesungguhnya di antara kewajiban agama yang paling agung adalah mengingatkan tentang ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla dan berbagai peristiwa yang berlaku pada umat terdahulu, juga menuturkan berbagai nikmat-Nya serta memberikan peringatan tentang berbagai sebab yang mengundang siksa. Sebab itu semua merupakan sebab terwujudnya banyak kebaikan dan bisa menyebabkan selamat dari siksa. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَىٰ تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ
Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. [Adz-Dzâriyât/ 51: 55]
Juga firman-Nya:
فَذَكِّرْ بِالْقُرْآنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ
Maka beri peringatanlah dengan Al Quran orang yang takut dengan ancaman-Ku [Qâf / 50: 45]
Juga firman-Nya:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu siarkan. [Adh-Dhuhâ/ 93: 11]
وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ
dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allâh. [Ibrâhîm/ 14:5]
Diantara nikmat paling agung yang Allâh Azza wa Jalla berikan kepada hamba-Nya adalah diutusnya hamba dan Rasul Allâh ; Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dengan membawa petunjuk dan agama yang hak; yaitu ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.
Pangkal pokok dari ajaran yang dibawa Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beribadah kepada Allâh semata, tak ada sekutu bagi-Nya, dan meninggalkan peribadatan kepada selain Allâh Azza wa Jalla .[2]
Dengan diutusnya Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , hati orang-orang yang menyambut seruan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi bersinar, yang sebelumnya, hati mereka gelap gulita; Hati mereka pun menjadi khusyuk dan khidmat, padahal sebelum itu betapa hati mereka keras membatu. Dengan sebab kedatangan Rasul itu, mereka bisa meraih kekuatan padahal sebelumnya lemah; Mereka menjadi mulia setelah sebelumnya hina dan mereka menjadi berilmu, padahal sebelumnya mereka jahil. Yang dengan itu semua, mereka bisa menaklukkan berbagai negeri dan sekaligus membuka hati para hamba, sehingga kalimat Allâh menjadi tinggi, sedangkan kalimat kekufuran merosot menjadi rendah, gagal dan hina. Supremasi jahiliyah dan kesyirikan pun menjadi tersingkirkan. Alhamdulillâh
Hanya saja iblis –dikarenakan ia begitu getol memusuhi anak manusia, juga kekufuran dan kesewenang-wenangannya yang begitu mengakar kuat, ditambah lagi dengan kesungguhannya yang ekstra dalam menghalangi ketaatan kepada Allâh ar-Rahman- meskipun sang iblis telah merasakan apa yang dirasakan oleh orang yang putus asa, namun ia tetap saja semangat dalam upaya memadamkan cahaya Allâh ini. Iblis selalu giat dalam menjauhkan manusia dari kebenaran, mendorong mereka untuk melakukan berbagai bentuk kekufuran, ilhad (penentangan) dan dosa. Iblis terus memprovokasi manusia agar melakukan tindakan kemaksiatan dan kejahatan; Menebar berbagai syubhat (kerancuan dan keragu-raguan), syahwat dan berbagai hal yang menggiurkan menuju kehancuran. Ini semua iblis lakukan melalui tangan-tangan para syaitan manusia; yaitu para pengikutnya dan orang-orang yang menyambut seruannya.
Iblis banyak melakukan berbagai bentuk tipu daya dengan dunia dan kesenangannya yang menggoda, berbagai macam bentuk syahwat, serta berbagai hal yang bisa menghalangi manusia dari dzikrullâh dan dari shalat, seperti beragam permainan yang melalaikan, dan beraneka rupa barang yang bisa menghilangkan kendali akal sehat. Sehingga membuat hati terasa berat untuk mendengarkan al-Qur’an, lalu mereka mulai berani menyepelekan berbagai ancaman Allâh Azza wa Jalla serta tidak lagi memperhatikan berbagai larangan dan ancaman-Nya. Terlebih lagi setelah masa-masa generasi utama telah berlalu. Keadaannya sudah tampak begitu parah. Pintu keburukan pun telah terbuka lebar, dan itu semua masih saja terus bertambah dan semakin memprihatinkan.
Meskipun Allâh Azza wa Jalla , Rabb kita telah memberi anugerah besar kepada kita, yaitu dengan masih eksisnya pokok asal dari cahaya Allâh ini, dan juga dukungan-Nya terhadap kebenaran, melalui para Ulama yang tulus; pewaris para nabi; yang Allâh hembuskan melalui tangan mereka pembaharuan (keorisinilan) agama ini dan penegakkan hujjah Allâh atas sekalian para hamba[3]; Meskipun demikian, namun masalahnya adalah seperti yang saya gambarkan tentang pengaruh ulah iblis dan bala tentaranya dalam menyesatkan kebanyakan orang, hingga kondisinya pun begitu mengkhawatirkan. Agama ini menjadi sangat terasing.[4] Terlebih lagi di zaman kita ini, di mana keadaan sudah banyak terbalik; yang ma’rûf (baik) dianggap sebagai mungkar, sedangkan yang mungkar dinilai sebagai hal yang ma’ruf; yang sunnah dianggap bid’ah, yang bid’ah diklaim sebagai sunnah.
Di atas persepsi yang salah inilah, anak kecil tumbuh berkembang, juga para orang tua. Terjangan materialisme (memandang materi adalah pokok segalanya) pun sudah begitu kentara; kabut syubhat dan syahwat sudah menutupi jalan lurus yang terang. Kebodohan (terhadap ilmu agama) sudah menyebar; Orang-orang yang bukan ahli ilmu berani angkat bicara dalam masalah agama. Bahkan, diantara orang-orang yang tidak berilmu ini, ada yang terang-terangan mendorong umat dalam buku atau artikelnya, untuk melakukan hal-hal yang justru sangat membahayakan dan bisa menghancurkan Islam, dan membuat orang lupa akan prinsip-prinsip dasarnya yang agung. Akibatnya, hati umat ini, kalaupun tidak dibuat mati, namun dia terjangkiti berbagai penyakit hati yang parah, seperti penyakit kebodohan, penyakit syahwat dan syubhat. Sehingga hati-hati manusia menjadi keras dan zhalim. Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn.
Sungguh, begitu parah dan akut penyakit-penyakit ini, jika disertai dengan sikap enggan dan berpaling dari obat penawar yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Namun, betapa ringan dan cepat sembuhnya kala penyakit-penyakit diterapi dengan obat atau ajaran yang dibawa oleh dokter hati yang paling monumental; yaitu yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menyebut kebodohan sebagai penyakit.[5] Mengingat, kebodohan ini menyebabkan hati menjadi buta[6]. Inilah penyakit sebenarnya dan penyakit terburuk. Namun, dalam al-Kitab dan as-Sunnah yang dibawa oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , terdapat obat yang paling manjur untuk penyakit-penyakit ini. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Wahai manusia! Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. [Yûnus/ 10: 57].
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian. [Al-Isrâ’/ 17: 82]
Wahai saudaraku!
Mari kita obati penyakit ini dengan obat-obat yang bersumber dari kitab Allâh dan sunnah Rasul-Nya dengan cara:
1. Mentadabburi seluruh perintah dan larangan yang ada di dalamnya; janji dan ancamannya dan hal-hal yang harus dijauhi
2. Saling mengingatkan diantara kita
3. Berdiri karena Allâh, baik sendiri-sendiri atau berdua untuk mengambil pelajaran, merenungi, saling menasehati dan saling amar ma’ruf dan nahi (mencegah) dari perbuatan mungkar, kita mencintai dan membenci karena Allâh, kita memberikan loyalitas dan memusuhi juga karena Allâh , kita saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
Kita mencari obat dari penyakit-penyakit ini yang sangat mudah didapat bila hati-hati kita ini benar-benar jujur dalam mencari obatnya serta dalam menghadap kepada Allâh Azza wa Jalla dalam usaha agar selamat dari berbagai penyakit ini. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَعِظُكُمْ بِوَاحِدَةٍ ۖ أَنْ تَقُومُوا لِلَّهِ مَثْنَىٰ وَفُرَادَىٰ ثُمَّ تَتَفَكَّرُوا ۚ مَا بِصَاحِبِكُمْ مِنْ جِنَّةٍ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ
Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allâh (dengan ikhlas) berdua- dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras [Saba’/34:46]
Wahai Saudaraku! Marilah kita mendiagnosa seluruh penyakit yang ada di hati kita kemudian kita tentukan apa obatnya. Setelah itu kita berusaha dengan sungguh-sungguh menyembuhkan jiwa kita dari penyakit-penyakit yang membinasakan ini dan saling memberi motivasi (untuk melakukan kebaikan) serta saling memperingatkan diri dan saudaranya akan akibat buruknya dan hukuman Allâh yang keras di dunia dan akhirat. Juga saling mengingatkan agar tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan berubahnya apa yang telah Allâh Azza wa Jalla anugerahkan berupa tauhid, berhukum dengan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemuliaan, pertolongan, keamanan , kesehatan dan ketenangan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Sesungguhnya Allâh tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allâh menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. [Ar-Ra’d/13:11] [7]
Dan di dalam atsar disebutkan: Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla mewahyukan kepada salah seorang Nabi Bani Israil untuk mengatakan kepada kaumnya bahwa tidaklah ada diantara penduduk negeri atau penghuni rumah yang berada dalam ketaatan kepada Allâh k kemudian mereka merubah keadaan mereka yang semula taat mejadi bermaksiat kepada Allâh kecuali Allâh akan rubah apa-apa yang mereka cintai menjadi sesuatu yang mereka benci.[8]
Wahai saudaraku! Sesungguhnya Rabb kita tidaklah merubah keadaan kaum Nabi Nûh Alaihissallam dengan membinasakan mereka dengan taufan dan kaum-kaum lainnya yang tertimpa hukuman dan murka kecuali setelah mereka merubah keadaan diri mereka, yang awalnya taat, mereka berubah dan menjadi durhaka kepada para rasul dan mereka menjadi fasiq, sehingga mereka berhak mendapatkan kehancuran:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا﴿١٦﴾وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ ۗ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan[9] kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allâh ) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya. [Al-Isrâ’/17:16-17]
Wahai saudaraku! Marilah kita berpegangan tangan, saling memberi semangat dalam rangka menyadarkan dan mengingatkan saudara kita dari tidur panjang kita yang telah dimanfaatkan oleh para musuh.
Wahai saudaraku! Marilah kita bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat kepada Rabb kita serta kembali dari segala yang mengundang murka-Nya menuju segala yang menyebabkan ridha-Nya, baik dalam perkataan, perbuatan dan bermuamalah (berinteraksi) antar sesama kita dengan ikhlas dan jujur. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allâh , dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur) [10] [At-Taubah/9: 119]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ ۖ نُورُهُمْ يَسْعَىٰ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allâh dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allâh tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [At-Tahrîm/66:8]
Wa shallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XX/1438H/2017M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Diterjemahkan dari kutaib Nasîhatun ‘Ammatun li Ishlâhil Qulûb wa ‘Ilâji Amrâdhiha
[2] Dasar dari kejernihan dan kebaikan hati adalah dengan merealisasikan tauhid –dalam tiga dimensinya- dan memurnikan mutâba’ah (meneladani dan mengikuti) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Ini berbeda dengan orang yang tidak mengetahui hal tersebut atau bahkan membatalkan tauhîdnya; kemudian ia mengerahkan upayanya dalam memperbaiki hal-hal yang itu (sebenarnya) tidak akan bisa baik kecuali bila didasarkan pada pokok-pokok dasar yang agung tersebut (yaitu tauhid-red).
[3] Râsulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits mutawatir bersabda:
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ، لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ، حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ كَذَلِكَ
“Senantiasa ada dari umatku, sekelompok orang yang terus berada di atas kebenaran; orang-orang yang menentang mereka tidak akan membahayakan kelompok ini, hingga datang putusan Allâh; sementara mereka tetap teguh dalam keadaan seperti itu”.Kelompok ini adalah para ahlul hadits. Ini seperti yang ditafsirkan oleh Imam Ahmad, Ibnul Mubarak, Ibnul Madini, Yazid bin Harun, Ahmad bin Sinan dan al-Bukhâri rahimahumullâh. Maksudnya adalah semua orang yang meyakini akidah yang dipegang ahli hadits dan sunnah. Jika di samping berkeyakinan seperti itu, mereka juga menyibukkan diri dengan ilmu hadits, baik riwayat maupun dirayat, maka ini adalah kebaikan yang mempunyai nilai tambah yang tinggi. Lihat Syaraf Ahlil Hadîts (39:46)
[4] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Islam dimulai dalam keadaan terasing, dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana dulu bermula. Maka sungguh beruntung orang-orang yang dianggap asing. [HR. Muslim dan lainnya]
Mereka ini adalah ahlul hadits juga. Lihat risalah kasyful Kurbah fî Washfi Hâl Ahlil Ghurbah karya al-Hafizh Ibnu Rajab,hlm. 8-19.
[5] Ibnul Qayyim berkata dalam al-Kâfiyah asy-Syâfiyah fî al-Intishâr lil firqah An-Nâjiyah:
Kebodohan adalah penyakit yang mematikan
kesembuhannya ada pada dua perkara yang susunannya berkesesuaian
Yaitu ilmu dari al-Quran atau dari sunnah
dan ahli yang menyembuhkannya adalah sang ‘âlim Rabbâni
[6] Syaikh Hafizh Bin Ahmad Al-Hakami rahimahullah berkata:
Kebodohan adalah pangkal kesesatan manusia semuanya
itu adalah pangkal kesengsaraan semuanya dan kezaliman mereka
Ilmu adalah pangkal petunjuk yang juga letak kebahagiaan mereka
maka tidak akan merugi dan sengsara orang yang punya hikmah (ilmu)
[7] Dalam ayat ini Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak merubah apa yang ada pada suatu kaum berupa kenikmatan dan keselamatan sehingga mereka merubah ketaatan dan amal shalih yang ada pada diri mereka (mereka ganti dengan perbuatan maksiat-red). Benar, perubahan ini hanya dari sebagian mereka saja, lalu bagaimana bila yang berubah seluruhnya?! kecuali orang yang dirahmati Allâhl . Dan alangkah dahsyatnya musibah, jika perubahan itu dalam masalah akidah. (lihat Adhwâul Bayan, 3/72-73, 2/310, karya syaikh Muhammad al amîn asy Syinqîthi rahimahullah)
[8] Makna atsar ini telah ditunjukkan oleh banyak ayat dalam al Qur’an, akan tetapi atsar ini Maqthû’ Dhaî’ful Isnâd (terputus, sanadnya lemah). Ibnu Abi Hatim telah mengeluarkannya dalam tafsirnya, sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir (2/518) -…lihat at Taqrîb 524 at Tahdzîb 1/223,224, al Hafidz Ibnu Hajar dan Dzilâlul Jannah (419,558) al-‘alâmah al-Albani dan ad Dârul Mantsûr (4/56)
[9] Perintah yang dimaksud dalam ayat yang mulia ini adalah perintah yang bersifat kauni) dan bukan amr syar’i berdasarkan pendapat yang lebih kuat tentang tafsir ayat yang mulia ini. Dan Ibnul Qayyim rahimahullah telah membela pendapat ini dan menjelaskan kuatnya pendapat ini dari tujuh sisi. Lihat Syifâul ‘Alîl fî Masâilil qadhâ wal Qadar wal Hikmah wat Ta’lîl, 601,602 dan lihat Tafsîr Ibnu katsîr 3/33 dan Taisîr al Karîm ar Rahmân, syaikh Abdurrahman Nashir as Sa’di
[10] Syakh Rabî’ bin Hâdî al Madkhali dalam kitabnya Ahammiyahtu ash Shidqi wa dharûratuhu liqiyami ad Dunya wa ad Dîn, hlm.1, mengatakan, “Sesungguhnya perilaku jujur termasuk pilar-pilar utama kebaikan agama dan dunia ini. Dunia ini tidak akan baik dan agama juga tidak akan tegak di atas kedustaan dan penghianatan. Kejujuran dan keimanan merupakan pengikat yang kuat antara para Rasul dan orang-orang yang beriman kepada mereka. Allâh berfirman:
وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” [Az- Zumar/39:33]
dan Allâh Azza wa Jalla berfirman tentang perbuatan dusta dan mendustakan kebenaran:
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ ۚ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ
Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allâh dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? [Az-Zumar/39:32]
- Home
- /
- A9. Fiqih Dakwah Nasehat
- /
- Nasihat Umum Untuk Seluruh...