Laknat Para Malaikat Kepada Orang yang Membatalkan Amanah Seorang Muslim
LAKNAT PARA MALAIKAT KEPADA ORANG YANG MEMBATALKAN AMANAH SEORANG MUSLIM
Oleh
Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi
Di antara orang yang sengsara dengan laknat para Malaikat kepada mereka adalah orang-orang yang membatalkan jaminan keamanan yang diberikan oleh seorang muslim. Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhain (Imam al-Bukhari dan Imam Muslim), dari ‘Ali Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda:
وَذِمَّةُ الْمُسْلِمِيْنَ وَاحِدَةٌ يَسْعَى بِهَا أَدْنَاهُمْ فَمَنْ أَخْفَرَ مُسْلِمًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفٌ وَلاَ عَدْلٌ.
“Dan jaminan kaum muslimin itu satu, yang dilakukan oleh orang yang paling rendah di antara mereka, barangsiapa yang membatalkan jaminan seorang muslim, maka dia mendapatkan laknat dari Allah, para Malaikat dan semua manusia, dan pada hari Kiamat tidak akan diterima darinya, baik yang fardhu maupun yang sunnah.”[1]
Sangat pantas jika kita membahas beberapa poin berikut ini:
Pertama: Maksud dari sabda Rasulullah: ‘Dan jaminan kaum muslimin,’ adalah perlindungan seorang muslim. Maksud sabda Rasul: ‘Itu satu’ adalah semuanya sama tidak berbeda karena perbedaan tingkatan, dan tidak boleh dibatalkan hanya karena yang memberikan aman itu adalah satu orang saja. Maksud dari sabda Rasulullah: ‘Yang dilakukan oleh orang yang paling rendah di antara mereka’ adalah yang dilakukan oleh orang yang rendah martabatnya di kalangan umat Islam. Maksud sabda Rasulullah : ‘Barangsiapa yang membatalkan jaminan seorang muslim’ adalah membatalkan jaminan tersebut dengan membunuh orang kafir yang dilindunginya, atau dengan mengambil hartanya.[2]
Ketika menjelaskan hadits ini, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Maknanya adalah bahwa jaminan yang diberikan oleh kaum muslimin semuanya sama saja, keluar dari satu atau banyak orang, semuanya adalah sesuatu yang mulia. Jika seorang muslim memberikan jaminan aman bagi seorang kafir, maka tidak ada seorang pun yang berhak untuk membatalkannya, sama saja apakah dia seorang laki-laki, wanita, orang yang merdeka atau seorang hamba sahaya, karena kaum muslimin itu bagaikan satu napas.”[3]
Kedua: Pendahulu umat ini sangat memegang teguh sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam: “Jaminan muslimin itu satu,” sebagaimana kegigihan mereka dalam mempertahankan jaminan seorang muslim, walaupun itu dilakukan hanya oleh seorang hamba sahaya. Di antara bukti dari ungkapan tersebut adalah sebuah riwayat yang diterima dari al-Imam ‘Abdur Razaq, dari Fudhail ar-Raqasyi, ia berkata, “Aku menyaksikan pada suatu kampung dari perkampungan di Persia, yang namanya adalah Syahrata, kami mengepung kampung tersebut selama satu bulan, dan kami bisa mendatanginya pada waktu pagi, lalu kami meninggalkan kampung tersebut di siang hari.
Ternyata salah seorang hamba sahaya di antara kami tertinggal, dan para penduduk kampung tersebut meminta jaminan keamanan kepadanya, akhirnya dia menulis sebuah jaminan keamanan kepada mereka pada sebuah panah yang dilemparkan kepada mereka.
Ketika kami kembali kepada kampung tersebut, mereka semua keluar dengan pakaian mereka dan menyimpan persenjataan mereka, kami bertanya, ‘Ada apa ini?’ Mereka semua menjawab, ‘Kalian telah menjamin keamanan kepada kami.’ Lalu mereka mengeluarkan sebuah panah yang tertulis di dalamnya jaminan keamanan, kami berkata, ‘Ini hanya seorang hamba, sedangkan seorang hamba sama sekali tidak diperhitungkan.’ Mereka semua berkata, ‘Kami tidak bisa membedakan antara seorang hamba dan yang merdeka di antara kalian, yang jelas mereka telah memberikan jaminan keamanan.’ Akhirnya kami berkata, ‘Kembalilah kalian dengan aman.’ Mereka berkata, ‘Kami selamanya tidak akan kembali.’ Akhirnya kami menulis surat kepada ‘Umar Radhiyallahu anhu untuk menceritakan sebuah kisah tersebut, lalu ‘Umar Radhiyallahu anhu menulis sebuah surat yang isinya, ‘Sesungguhnya seorang hamba Muslim berada pada golongan kaum Muslimin, dan jaminan keamanan yang diberikan olehnya adalah jaminan keamanan mereka.’
Beliau berkata, ‘Akhirnya kami kehilangan harta rampasan yang sebelumnya kami harapkan.'”[4]
Sedangkan di dalam riwayat dari Sa’id bin Manshur disebutkan, “Lalu ‘Umar menulis sebuah surat yang isinya: ‘Sesungguhnya seorang hamba sahaya adalah bagian dari kaum muslimin, dan jaminan keamanannya adalah jaminan keamanan mereka.'”[5]
Sedangkan di dalam riwayat dari Imam ath-Thabari disebutkan, “Lalu beliau menulis surat yang isinya: ‘Sesungguhnya Allah mengagungkan kesetiaan, dan kalian semua tidak dinamakan sebagai orang yang setia, sehingga kalian menepati janji kalian, selama kalian ada di dalam keragu-raguan, maka laksanakanlah dan tepatilah janji kalian.’ Lalu mereka menepatinya dan pergi.”[6]
Ketiga: Di antara yang dapat kita perhatikan akan apa yang terjadi dari orang-orang yang berserikat adalah bahwa jika salah seorang dari mereka bersepakat akan sesuatu dengan yang lainnya, dan dia melihat bahwa kemaslahatannya terwujud dengan tidak ada kesepakatan, maka serikatnya akan berhujjah untuk membatalkan kesepakatan tersebut, ia berkata: “Mewujudkan perjanjian ini merupakan suatu hal yang keluar dari hak syarik (serikat) yang pertama.” Selanjutnya jika seorang ayah sepakat dengan seseorang dalam satu hal, maka anak-anaknya akan beralasan bahwa sang ayah sama sekali tidak berhak di dalam masalah ini, dan jika seorang ayah ingin membatalkan sebuah perjanjian yang dilakukan oleh anaknya, maka dia akan berhujjah, bahwa pekerjaan tersebut adalah haknya, dan harta anaknya adalah hartanya, dan seorang anak hanyalah seorang pekerja, yang tidak memiliki hak untuk melaksanakan sebuah perjanjian.
“Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar.” [Al-Baqarah/2: 9]
[Disalin dari buku Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man Tal‘anuhum, Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang Yang Dilaknat Malaikat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Shahiih al-Bukhari kitab al-Faraa-idh bab Itsm Man Idda‘a ila Ghairi Abiihi (no. 6755), Shahiih Muslim kitab al-Hajj bab Fadhlul Madiinah wa Du’aa’ an-Nabiyyi fiiha bil Barakah (no. 1370 (467) dan 1370 (467)), diriwayatkan pula oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Lihat Shahiih Muslim (no. 1371 (470)).
[2] Lihat kitab Mirqaatul Mafaatih (V/609).
[3] Fat-hul Baari (IV/86).
[4] Al-Mushannaf kitab al-Jihad bab al-Jiwar wa Jiwaarul ‘Abdi wal Mar-ah (V/222-223 no. 9402).
[5] Sunan Sa’id bin Manshur, bab Ma Jaa-a fii Amaanil ‘Abdi (II/233 no. 2608).
[6] Tariikh ath-Thabari (IV/94), lihat pula kitab Majmuu’aat al-Watsaa-iq as-Siyasiyyah lil ‘Ahdi an-Nabawiy wal Khilaafah ar-Raasyidah (hal. 411).
- Home
- /
- A7. Adab Do'a Shalawat...
- /
- Laknat Para Malaikat Kepada...