Nasehat Untuk Para Da’i Agar Menyelenggarakan Kajian-Kajian Di Seluruh Negeri
NASEHAT UNTUK PARA DA’I AGAR MENYELENGARAKAN KAJIAN-KAJIAN DI SELURUH NEGERI
Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Kami minta perkenan Syaikh untuk memberikan motivasi bagi para da’i dan Thalib ‘ilm (penuntut ilmu syar’i) agar mereka menyelenggarakan kajian-kajian dan ceramah-ceramah di seluruh pelosok negeri, karena pada kenyataannya, ada sebagian wilayah yang vakum, sedikit da’i dan malas serta enggannya sebagian penuntut ilmu untuk menyelenggarakan kajian-kajian dan ceramah-ceramah, yang mana hal ini mengakibatkan merajalelanya kebodohan dan tidak diketahuinya As-Sunnah serta merebaknya kesyirikan dan perbuatan-perbuatan bid’ah. Semoga Allah senantiasa menjaga dan memelihara Syaikh.
Jawaban.
Tidak diragukan lagi, bahwa kewajiban para ulama, di mana pun mereka berada, adalah menyebarkan kebenaran, menyebarkan As-Sunnah dan mengajari manusia serta tidak enggan atau sungkan untuk melakukannya. Bahkan wajib atas para ahli ilmu untuk menyebarkan kebenaran melalui kajian-kajian di masjid sekitar tempat tinggal mereka, walaupun mereka bukan imam masjid-masjid tersebut. Sementara para imam masjid pun wajib berdakwah, setidaknya melalui khutbah-khutbah Jum’at. Jadi masing-masing mereka wajib mempedulikan khutbah Jum’at dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Begitu pula ceramah-ceramah dan seminar-seminar, harus bisa memenuhi kebutuhan masyarakat, hendaknya para praktisi dakwah menjelaskan perkara-perkara agama yang masih samar terhadap masyarakat, menerangkan tentang kewajiban-kewajiban terhadap sesamanya, baik itu tetangga maupun lainnya. Pokoknya, semua yang berhubungan dengan amar ma’ruf dan nahi mungkar serta mengajak ke jalan Allah, perlu disampaikan. Disamping itu, perlu pula menganut metode kelembutan dan hikmah dalam mendakwahi orang jahil.
Jika para ulama tidak angkat bicara, tidak menasehati dan tidak membimbing masyarakat, maka orang-orang jahil akan tampil berbicara, akibatnya mereka sesat dan menyesatkan. Telah disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda.
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّـى إِذَا لَمْ يَبْقَ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا، فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan sekali pencabutan begitu saja dari para hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan mematikan para Ulama, sehingga tatkala tidak ada lagi orang alim, manusia akan mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin, lalu mereka ditanya (tentang ilmu) kemudian mereka pun memberi fatwa tanpa berdasarkan ilmu, sehingga (akibatnya) mereka sesat dan menyesatkan”. [Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitabShahihnya]
Semoga Allah menyelamatkan kita dan semua kaum muslimin dari segala keburukan.
Dari penjelasan tadi bisa diketahui, bahwa yang wajib atas para ahli ilmu di mana pun mereka berada, baik di kota maupun di desa, baik di negeri ini maupun di negeri lainnya, adalah mengajari manusia dan membimbing mereka sesuai dengan tuntunan Allah Azza wa Jalla dan RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat menemukan kesulitan dalam hal ini, mereka wajib merujuk kepada Al-Kitab, As-Sunnah dan ucapan para ahli ilmu.
Seorang alim harus belajar hingga meninggal, yaitu belajar untuk memecahkan kesulitan yang ditemuinya, merujuk pendapat para ahli ilmu dengan landasan dalil-dalilnya, sehingga dengan begitu ia bisa memberi fatwa kepada masyarakat dan mengajari serta mengajak mereka berdasarkan ilmu yang mapan.
Sesungguhnya, manusia itu membutuhkan ilmu hingga ia mati, bahkan para sahabat Radhiyallahu anhum sekali pun. Jadi, setiap manusia harus menuntut ilmu, memahami agama, mengkaji dan mempelajari, mangkaji Al-Qur’an dan menghayatinya, mengkaji hadits-hadits yang mulia serta penjelasannya, dan mengkaji pendapat-pendapat para ahli ilmu, sehingga dengan begitu ia bisa mengambil manfaat dan mengetahui hal-hal yang selama ini tidak diketahuinya, bisa mengajari orang lain dengan ilmu yang telah dianugrahkan Allah kepadanya, baik itu dirumah, di sekolah, di kampus, di masjid dekat rumahnya, di mobil, dipesawat terbang, di mana saja, bahkan di tempat pekuburan saat menguburkan orang mati, yaitu saat selesai menguburkan, orang-orang diminta tinggal sejenak untuk kemudian diingatkan kepada Allah, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maksudnya, hendaknya seorang alim menggunakan kesempatan di setiap tempat yang sesuai dan di setiap pertemuan yang layak, tidak menyia-nyiakan kesempatan, bahkan memanfaatkannya untuk memberikan peringatan dan menyampaikan dakwah dengan perkataan yang baik, tutur kata yang halus dan mantap, dengan tetap waspada agar tidak mengatasnamakan Allah tanpa ilmu.
Wallahu waliyuttaufiq.
(Majalah Al-Buhuts Al-Islmiyyah, edisi 36, hal. 127-128, Syaikh Bin Baz)
[Disalin dari bukuAl-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq]
- Home
- /
- A9. Fiqih Dakwah Nasehat
- /
- Nasehat Untuk Para Da’i...