Zakat Fithri

ZAKAT FITHRI

Oleh
Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid

1. Hukumnya
Zakat Fithri ini (hukumnya) wajib berdasarkan hadits (dari) Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

أَنَّ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّا سِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri (pada bulan Ramadhan kepada manusia)[1]

Dan berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.

فَرَضَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri[2]

Sebagian Ahul ilmi menyatakan bahwa zakat fithri telah mansukh oleh hadits Qais bin Sa’ad bin Ubadah, berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami dengan shadaqah fithri sebelum diturunkan (kewajiban) zakat dan tatkala diturunkan (kewajiban) zakat beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami, tetapi kami mengerjakannya (mengeluarkan zakat fithri)”.

Al-Hafidz Rahimahullah menjawab sangkaan tersebut dengan perkataannya 3/368 : “Bahwa pada sanadnya ada seorang rawi yang tidak dikenal[3] dan kalaupun dianggap shahih tidak ada dalil yang menunjukkan atas naskh (dihapusnya) hadits Qais yang menunjukkan wajibnya zakat fithri, mungkin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencukupkan dengan perintah yang pertama, karena turunnya suatu kewajiban tidaklah menggugurkan kewajiban yang lain”.

Imam Al-Kahthabiy Rahimahullah berkata dalam Ma’alimus Sunnan 2/214 : “Ini tidak menunjukkan hilangnya kewajiban zakat fithri, tetapi hanya menunjukkan tambahan dalam jenis ibadah, tidak mengharuskan dimansukhnya hukum sebelumnya, kedudukan zakat harta (sebagaimana) kedudukan zakat fithri (yaitu) berkaitan dengan riqab (orang-perorang)”

2. Siapa Yang Wajib Zakat ?
Zakat fithri atas kaum muslimin, anak kecil, besar, laki-laki, perempuan, orang yang merdeka maupun hamba. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

فَرَضَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرِ أَوْ صَاعًأ مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالأُنْشَ وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri sebanyak satu gantang kurma, atau satu gantang gandum atas hamba dan orang yang merdeka, kecil dan besar dari kalangan kaum muslimin[4]

Sebagian ahlul ilmi ada yang mewajibkan zakat fithri pada hamba yang kafir karena hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.

لَيْسَ فِيْ الْعَبْدِ صَدَقَةٌ إِلاَّ صَدَقَةُ الْفِطْرِ

Hamba tidak ada zakatnya kecuali zakat fithri[5]

Hadits ini umum sedang hadits Ibnu Umar khusus, sudah maklum hadits khusus jadi penentu hadits umum. Yang lain berkata. “Tidak wajib atas orang yang puasa karena hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma.

فَرَضَ رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri, pensuci bagi orang yang puasa dari perbuatan sia-sia, yang jelek dan (memberi) makanan bagi orang miskin[6]

Imam Al-Khathabiy dalam Ma’alimus Sunan 3/214 menegaskan : “Zakat fithri wajib atas orang yang puasa yang kaya atau orang fakir yang mendapatkan makanan dari dia, jika illat diwajibkannya karena pensucian, maka seluruh orang yang puasa butuh akan hal itu, jika berserikat dalam ‘illat berserikat pula dalam hukum”.

Al-Hafidz menjawab 3/369 : “Pensucian disebutkan untuk menghukumi yang dominan, zakat fithri diwajibkan pula atas orang yang tidak berpuasa seperti diketahui keshahihannya atau orang yang masuk Islam sesaat sebelum terbenamnya matahari”.

Sebagian lagi berpendapat bahwa zakat fithri wajib juga atas janin, tetapi kami tidak menemukan dalil akan hal itu, karena janin tidak bisa disebut sebagai anak kecil atau besar, baik menurut masyarakat maupun istilah.

3. Macam Zakat Fithri
Zakat dikeluarkan berupa satu gantang gandum, satu gantang korma, satu gantang susu, satu gantang anggur kering atau salt, karena hadits Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu.

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِصَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرِ اَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرِ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَقِطٍ اَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ

Kami mengeluarkan zakat (pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) satu gantang makanan, satu gantang gandum, satu gantang korma, satu gantang susu kering, satu gantang anggur kering[7]

Baca Juga  Waktu Puasa

Dan hadits Ibnu Umar Radhiyallalhu ‘anhuma :

فَرَضَ صَدَقَةَ َ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ سَلْتٍ

Rasulullah mewajibkan satu gantang gandum, satu gantang korma dan satu gantang salt[8]

Telah ikhtilaf dalam tafsir lafadz makanan dalam hadits Abu Said Al-Khudri ada yang bilang hinthah (gandum yang bagus) ada yang bilang selain itu, namun yang paling kuat (yang membuat hati ini tenang) lafadz di atas mencakup seluruh yang dimakan termasuk hinthah dan jenis lainnya, tepung dan adonan, semuanya telah dilakukan oleh para sahabat berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh kami untuk mengeluarkan zakat Ramadhan satu gantang makanan dari anak kecil, besar, budak dan orang yang merdeka. Barangsiapa yang memberi salt (sejenis gandum yang tidak berkulit) akan diterima, kau mengira beliau berkata, “Barangsiapa yang mengeluarkan berupa tepung akan diterima, barangsiapa yang menerima berupa adonan diterima”[9]

Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Zakat Fithri satu gantang makanan, barangsiapa yang membawa gandum diterima, yang membawa korma diterima, yang membawa salt (gandum yang tidak berkulit) diterima, yang membawa anggur kering diterima, aku mengira beliau berkata : “Yang membawa adonan diterima”[10]

Adapun hadits-hadits yang menafikan adanya hinthah (gandum) atau bahwasanya Muawiyah Radhiyallahu ‘anhua berpendapat untuk mengeluarkan dua mud dari samara (gandum) Syam, dan bahwa satu mud hinthah sebanding, ini dimungkinkan karena jarangnya dan banyaknya jenis lain, atau karena jenis-jenis hinthah itu melebihi yang ada di sini. Ini dikuatkan oleh perkataan Abu Sa’id : “Dulu makanan kami adalah gandum, anggur kering, susu yang dikeringkan dan korma”[11]

Yang membantah seluruh dalil orang yang menyelisihi kita adalah satu pembahasan yang akan datang ketika menjelaskan takaran zakat fithri, menurut hadits-hadits shahih yang menegaskan adanya hinthah bahwa dua mud hinthah sama dengan satu gantang anggur, agar kaum muslimin yang mendudukan sahabat sesuai dengan kedudukan mereka, bahwa pendapat Mu’awiyah bukanlah ijtihad hasil pikiran sendiri, tetapi berdasarkan hadist marfu’ sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

4. Ukuran Zakat Fithri
Seorang muslim diperbolehkan zakat fithri sesuai dengan jenis yang disebutkan tadi, mereka ikhtilaf tentang hinthah, ada yang mengatakan setengah gantang ini yang rajih, dan yang paling shahih berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

أَدُّوْا صَاعًا مِنْ بُرِّ أَوْ قَمْحٍ بَيْنَ اثْنَيْنِ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمَرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَنْ كُلِّ حُرٍّ وَعَبْدٍ وَصَغِيْرٍ وَكَبِيْرٍ

Tunaikanlah satu gantang gandum atau korma, untuk dua orang satu gantang dari gandum atas orang merdeka, hamba, anak kecil atau besar[12]

Gantang yang teranggap adalah gantangnya penduduk Madinah, berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

اَلْوَزْنُ وَزْنُ أَهلِ مَكَّةَ، وَالْمِكْيَالُ مِكْيَالُ أَهلأِ الْمَدِيْنَةِ

Timbangan yang teranggap adalah timbangannya Ahlu Mekah, dan kiloan yang teranggap adalah kiloan-nya orang Madinah[13]

5. Siapakah Yang Harus Dibayar Zakatnya?
Seorang muslim harus mengeluarkan zakat fithri untuk dirinya dan seluruh orang yang dibawah tanggungannya, baik anak kecil ataupun orang tua laki-laki dan perempuan, orang yang merdeka dan budak, berdasarkan hadits Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma : “Kami diperintah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (mengeluarkan) shadaqah fithri atas anak kecil dan orang tua, orang merdeka dan hamba dari orang-orang yang membekalinya”[14]

6. Kemana Disalurkannya
Zakat tidak boleh diberikan kecuali kepada orang yang berhak menerimanya, mereka adalah orang-orang miskin berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma. “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam zakat fithri sebagai pembersih (diri) bagi yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin”[15] Pendapat inilah yang dipilih oleh Syaikhul Islam di dalam Majmu’ Fatawa 2/71-78 serta murid beliau Ibnul Qayyim pada kitabnya yang bagus Zaadul Ma’ad 2/44.

Sebagian Ahlul ilmi berpedapat bahwa zakat fithri diberikan kepada delapan golongan, tetapi (pendapat) ini tidak ada dalilnya. Dan Syaikhul Islam telah membantahnya pada kitab yang telah disebutkan baru saja, maka lihatlah ia, karena hal tersebut sangat penting.

Baca Juga  Dipaksa Mengeluarkan Zakat Fithri Dengan Uang

Termasuk amalan sunnah jika ada seseorang yang bertugas mengumpulkan zakat tersebut (untuk dibagikan kepada yang berhak, -pent). Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mewakilkan kepada Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah mengkhabarkan kepadaku agar aku menjaga zakat Ramadhan”[16]

Dan sungguh dahulu pernah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anuma mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang menangani zakat dan mereka adalah panitia yang dibentuk oleh Imam (pemerintah, -pent) untuk mengumpulkannya. Beliau (Ibnu Umar) mengeluarkan zakatnya satu hari atau dua hari sebelum Idul fithri, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 4/83 dari jalan Abdul Warits dari Ayyub, aku katakan : “Kapankah Ibnu Umar mengeluarkan satu gantang ?” Berkata Ayyub : “Apabila petugas telah duduk (bertugas)”. Aku katakan : ‘Kapankah petugas itu mulai bertugas?” Beliau menjawab : “Satu hari atau dua hari sebelum Idul Fithri”.

7. Waktu Penunaian Zakat
Zakat fithri ditunaikan sebelum orang-orang keluar (rumah) menuju shalat ‘Id[17] dan tidak boleh diakhirkan (setelah) shalat atau dimajukan penunaiannya, kecuali satu atau dua hari (sebelum Id) berdasarkan riwayat perbuatan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma berdasarkan kaidah rawi hadits diketahui dengan makna riwayat dan apabila penunaian zakat itu diakhirkan (setelah) shalat maka dianggap sebagai shadaqah berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma : ” … Barangsiapa yang menunaikan zakatnya sebelum shalat maka dia adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka dia adalah merupakan suatu shadaqah dari beberapa shadaqah (yang ada)”[18]

8. Hikmah Zakat Fithri
Allah Ta’ala mewajibkan zakat sebagai penscucian diri bagi orang-orang yang berpuasa dari (perbuatan) sia-sia dan kotor serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin untuk mencukupi (kebutuhan) mereka pada hari yang bagus tersebut berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma yang telah lalu.

[Disalin dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata]
_______
Footnote.
[1] Hadits Riwayat Bukhari 3/291 dan Muslim 984 dan tambahannya pada Muslim
[2] Riwayat Abu Dawud 1622 dan An-Nasa’i 5/50, padanya ada Al-Hasan yang ber-‘an’anah. Dan hadits sebelumnya sebagai syahid
[3] Akan tetapi hadits tersebut mempunyai penguat, dan dikeluarkan oleh An-Nasa’i (5/49) dan Ibnu Majah (1/585) dan Ahmad (6/6), Ibnu Khuzaimah (4/81) dan Al-Hakim (1/410) dan Al-Baihaqi (4/159) dari beberapa jalan, dan sanadnya shahih
[4] Hadits Riwayat Bukhari 3/291 dan Muslim 984
[5] Hadits Riwayat Muslim 982
[6] Telah Lewat Takhrijnya
[7] Hadits Riwayat Bukhari 3/294 dan Muslim 985
[8] Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 4/80 dan Al-Hakim 1/409-410
[9] Dikeluarkan Ibnu Khuzaimah 4/180, dan sanadnya Hasan
[10] Dikeluarkan Ibnu Khuzaimah 4/180, dan sanadnya Hasan
[11] Telah lewat takhrijnya
[12] Dikeluarkan oleh Ahmad 5/432 dari Tsa’labah bin Shuair, sanad rawinya seluruhnya tasiqah, ada hadits oleh Daruquthni 2/151 dari Jabir dengan sanad Shahih
[13] Riwayat Abu Dawud 2340, Nasa’i 7/281, Al-Baihaqi 6/31 dari Ibnu Umar dengan sanad Shahih
[14] Dikeluarkan oleh Daruquthni 2/14 dan Al-Baihaqi 4/161 dari Ibnu Umar dengan sanad dhoif (lemah). Dan dikeluarkan Al-baihaqi 4/16 dari jalan yang lain dari Ali, dan sanadnya terputus. Dan padanya ada jalan yang mauquf dari Ibnu Umar pada Ibnu Asi Syaibah dalam Al-Mushannaf 4/37 dengan sanad shahih. Maka -dengan jalan-jalan ini maka haditsnya menjadi hasan-
[15] Telah lewat Takhrijnya
[16] Dikeluarkan ileh Bukhari (4/308)
[17] Lihat pada kitab Ahkamul ‘Idain fis Sunnah Al-Muthahharah karya Ali Hasan Ali Abdul Hamid, cet. Maktabah Al-Islamiyah
[18] Telah lewat Takhrijnya