Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man Tal‘anuhum
MUQADDIMAH
Segala puji hanya milik Allah, hanya kepada-Nya kita memuji, meminta pertolongan, dan memohon ampunan. Kita berlindung kepada Allah dari semua kejahatan diri kita dan keburukan amal perbuatan kita. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, niscaya tidak akan ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan oleh-Nya, niscaya tidak akan ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba Allah dan Rasul-Nya. Semoga Allah memberikan kasih sayang-Nya, keberkahan, dan keselamatan kepada Nabi-Nya, keluarga dan para Sahabatnya.
Amma ba’du:
Sesungguhnya manusia memiliki kebutuhan dan keinginan yang mereka sendiri mengakui bahwa mereka tidak akan pernah sanggup memenuhi kebanyakan darinya. Mereka diliputi pula oleh cobaan dan permasalahan, dan mereka tidak mempunyai kekuasaan untuk berlepas diri dari kebanyakan ma-salah tersebut. Sehingga untuk mewujudkan semua keinginan dan terlepas dari semua permasalahan ter-sebut mereka melakukan berbagai cara dan jalan.
Di antara jalan mereka untuk mewujudkan semua itu adalah pergi meminta do‘a kepada siapa saja yang dianggap dapat mendatangkan kebaikan baginya, sebagaimana mereka menjauhi agar tidak terkena do’a jelek dari siapa saja yang do’anya itu tidak pernah ditolak oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga semua keinginannya terwujud dan semua musibah menjauh darinya.
Di antara makhluk yang do’a atau permohonannya selalu dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah para Malaikat. Hal ini karena mereka tidak pernah mengatakan sesuatu kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak pernah melakukan sesuatu kecuali dengan perintah-Nya, mereka tidak pernah mendo’akan kecuali kepada orang-orang yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَقَالُوا اتَّخَذَ الرَّحْمٰنُ وَلَدًا سُبْحٰنَهٗ ۗبَلْ عِبَادٌ مُّكْرَمُوْنَ ۙ لَا يَسْبِقُوْنَهٗ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِاَمْرِهٖ يَعْمَلُوْنَ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يَشْفَعُوْنَۙ اِلَّا لِمَنِ ارْتَضٰى وَهُمْ مِّنْ خَشْيَتِهٖ مُشْفِقُوْنَ
“Dan mereka berkata: ‘Yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak, Mahasuci Allah.’ Sebenarnya (Malaikat-Malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (Malaikat) dan yang di belakang mereka. Dan mereka tidak memberi syafa’at melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah. Dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” (Al-An-biyaa’/21: 26-28)
Di antara permasalahan yang berhubungan dengan Malaikat dalam ayat tersebut adalah sebagai berikut:
- لاَ يَسْبِقُوْنَهُ بِالْقَوْلِ (“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan.”)
Al-‘Allamah asy-Syaukani berkata dalam tafsirnya: “Mereka tidak akan mengatakan sesuatu kecuali apa-apa yang dikatakan oleh-Nya atau atas perintah-Nya. Demikian pula penafsiran yang diungkapkan oleh Ibnu Qutaibah dan yang lainnya.”[1]
- وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُوْنَ (“Mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.”)
Al-‘Allamah Ibnu Hayyan al-Andalusi berkata di dalam tafsirnya: “Sebagaimana perkataan mereka selalu mengikuti apa yang dikatakan oleh Allah, maka perbuatan mereka pun akan selalu berdasarkan apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka tidak akan melakukan sebuah perbuatan yang tidak diperintahkan oleh-Nya, semua redaksi ini termasuk di dalam makna ketaatan kepada perintah Allah Subahnahu wa Ta’ala”[2]
Ada juga makna lain yang diungkap di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini, sebagaimana hal tersebut diungkap oleh Syaikh Ibnu ‘Asyur, beliau berkata: “Mendahulukan kalimat (بِأَمْرِهِ) daripada kalimat (يَعْمَلُوْنَ) merupakan sebuah redaksi yang mengandung qashr (sebuah redaksi yang mengandung makna ‘hanya’), jadi makna kalimat tersebut adalah mereka hanya akan melakukan perbuatan sesuai dengan perintah-Nya dan mereka hanya akan mengatakan sesuatu dengan izin-Nya. Begitu pula mereka tidak melakukan suatu perbuatan kecuali apa yang diperintahkan oleh Allah.[3]
- وَلاَ يَشْفَعُوْنَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى (“Dan mereka tidak memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diri-dhai Allah.”)
Al-Imam al-Qurthubi menuturkan dalam kitab tafsirnya: “Mujahid rahimahullah berkata: ‘Mereka adalah setiap orang yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.’
Pada hari Kiamat kelak para Malaikat akan memberikan syafa’at, hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Shahiih Muslim dan yang lainnya. Mereka juga akan memberikan syafa’at di dunia, mereka semua akan memohonkan ampunan untuk semua orang mukmin dan siapa saja yang ada di bumi sebagaimana hal tersebut akan dijelaskan.”[4]
Dan di antara yang menunjukkan agungnya kedudukan do’a para Malaikat adalah apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika beliau makan di rumah Sa’ad bin Ubadah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon kepada Allah tiga hal untuk penghuni rumah tersebut, di antaranya adalah semoga para Malaikat mendo’akan mereka.
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, “Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salllam datang ke rumah Sa’ad bin ‘Ubadah, lalu Sa’ad membawakan roti dan minyak untuk beliau, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memakannya, setelah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a:
أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُوْنَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ اْلأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ
“Orang-orang yang berpuasa telah berbuka di rumah kalian dan orang-orang baik memakan makanan kalian, semoga para Malaikat mendo’akan kalian agar mendapatkan rahmat.”[5]
Jika kedudukan para Malaikat sedemikian mulia, maka siapakah di antara orang-orang berakal yang tidak ingin masuk ke dalam golongan orang-orang yang dido’akan oleh mereka. Dan siapakah di antara orang-orang berakal yang tidak berusaha untuk menjauhi apa saja yang menyebabkan mereka masuk ke dalam golongan orang-orang yang dilaknat oleh para Malaikat?
Telah diungkap di dalam al-Qur-an dan as-Sunnah bahwa orang-orang yang berbahagia adalah mereka yang termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dido’akan oleh para Malaikat, sebagaimana di dalam keduanya (al-Qur-an dan as-Sunnah) diungkap orang-orang yang sengsara, yakni orang-orang yang termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dilaknat oleh para Malaikat.
Sebagai wujud kesungguhan kami dalam mengenalkan dua kelompok tersebut kepada seluruh saudara-saudara kami, maka dengan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kami dapat menulis permasalahan tersebut pada beberapa lembar kertas ini, dengan harapan semoga Allah Yang Mahahidup dan Mahaberdiri sendiri menjadikan kita semua termasuk ke dalam golongan orang yang dido’akan oleh para Malaikat dan menjauhkan kita semua dari golongan orang-orang yang dilaknat oleh mereka. Sesungguhnya Allah Mahamendengar dan Mahamenerima do’a.
Penjelasan Makna-Makna dari Beberapa Kalimat
Sangat relevan sekali jika kita awali pembahasan ini dengan penjelasan makna-makna istilah yang berhubungan dengannya, yaitu makna shalawat Allah kepada para hamba dan shalawat para Malaikat kepada hamba. Begitu pula makna laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya dan makna laknat para Malaikat kepada hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Adapun mengenai makna shalawat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-Nya, para ulama telah mengungkap-kan beberapa makna, yaitu:
- Pertama, pujian Allah kepada para hamba di hadapan para Malaikat, makna ini diungkapkan oleh Abul ‘Aliyah sebagai penjelas makna shalawat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi-Nya yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu “Shalawat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya adalah sebuah pujian di hadapan para Malaikat.”[6]
- Kedua, penyucian Allah kepada hamba-Nya. Al-Imam ar-Raghib al-Ashfahani berkata: “Sebenar-nya shalawat Allah kepada kaum muslimin bermakna penyucian Allah kepada mereka.”[7]
- Ketiga, kasih sayang Allah kepada para hamba. Al-Imam Abu ‘Ubaid al-Qasim Ibnu Salam al-Harawi berkata: “Ia merupakan sebuah wujud kasih sayang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
- Keempat, kemuliaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Kelima, keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al-Hafizh Ibnul Jauzi berkata, “Ada lima pendapat tentang makna shalawat Allah kepada hamba-Nya.” Lalu beliau menyebutkan tiga makna pertama di atas, setelah itu beliau berkata: “Keempatnya adalah kemuliaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, makna ini diungkapkan oleh Sufyan ats-Tsauri. Dan kelimanya adalah keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, makna ini diungkapkan oleh Abu ‘Ubaidah.”[8]
Adapun makna shalawat para Malaikat kepada para hamba Allah, al-Hafizh Ibnul Jauzi berkata: “Ada dua pendapat tentang makna shalawat para Malaikat kepada hamba Allah, yaitu:
- Pertama, do’a para Malaikat kepada mereka, makna ini diungkapkan oleh Abul ‘Aliyah.[9]
- Kedua, permohonan ampunan yang mereka panjatkan kepada Allah untuk para hamba. Makna ini diungkapkan oleh Muqatil.”[10]
Dalam hal ini al-Imam ar-Raghib al-Ashfahani menggabungkan kedua pendapat tersebut, beliau berkata: “Shalawat dari para Malaikat bisa bermakna do’a dan bisa juga bermakna permohonan ampun, sebagaimana hal tersebut berlaku pada manusia.”[11]
Adapun yang dimaksud dengan laknat Allah dan para Malaikat, dalam hal ini al-Imam ar-Raghib al-Ashfahani berkata: “Laknat maknanya adalah pengusiran karena kemurkaan. Laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari Kiamat dalam berbentuk siksaan, sedangkan di dunia dalam bentuk terputusnya seorang hamba dari kasih sayang dan pertolongan-Nya, sedangkan dari manusia dalam bentuk sebuah do’a agar orang yang terlaknat tertimpa bencana.”[12]
Al-Imam Ibnul Atsir berkata: “Pada dasarnya makna laknat adalah diusir dan dijauhkan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan dari manusia adalah sebuah celaan dan do’a agar seseorang yang dido’akannya mendapatkan kecelakaan.”[13]
Pertanyaan-Pertanyaan yang Menjadi Latar Belakang dari Pembahasan Ini
Pembahasan yang saya uraikan ini dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala berlandaskan atas pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
- Siapakah orang-orang yang dido’akan oleh para Malaikat?
- Siapakah orang-orang yang dilaknat oleh para Malaikat?
Beberapa Hal yang Sangat Diperhatikan oleh Penulis dalam Pembahasan Ini
Beberapa hal yang sangat saya perhatikan dalam pembahasan ini dengan izin Allah adalah sebagai berikut:
- Rujukan utama dalam pembahasan ini adalah al-Qur-an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Saya menukil hadits-hadits yang ada di dalamnya dari kitab-kitab aslinya dan saya berusaha untuk menuturkan pendapat para ulama mengenai kedudukan hadits tersebut, kecuali hadits-hadits yang saya nukil dari ash-Shahiihain, di mana seluruh umat menerimanya.[14]
- Saya mengambil pendapat para ulama tafsir di dalam kitab-kitab tafsir mereka dan pendapat para pensyarah hadits ketika membawakan dalil-dalil dari ayat-ayat al-Qur-an atau dengan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah membalas semua jerih payah mereka dengan ganjaran yang sebaik-baiknya.
- Saya mengungkapkan apa saja yang telah Allah berikan kepada saya berkenaan dengan pengetahuan saya tentang orang-orang yang dido’a-kan oleh para Malaikat dan orang-orang yang dilaknat oleh mereka. Dan saya sama sekali tidak meyakini -dan tidak ada hak bagi saya untuk meyakini- bahwa saya telah mengungkapkan semuanya (golongan yang dido’akan maupun yang dilaknat oleh para Malaikat). Saya juga berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar tidak termasuk orang-orang yang
- Saya tuliskan sebagian nash dan perkataan para ulama Salaf, juga sikap mereka sebagai sebuah motivasi agar kita dapat melakukan berbagai perbuatan yang menyebabkan para Malaikat mendo’akan kita serta sebagai pendorong agar kita dapat menjauhi semua perbuatan yang mengakibatkan laknat para Malaikat.
- Saya jelaskan makna-makna asing yang ada dalam pembahasan ini sebagai
- Saya tuliskan juga berbagai kitab rujukan di dalam daftarnya secara khusus sebagai penunjang bagi siapa yang ingin merujuk kepada kitab-kitabnya yang asli.
- Langkah-Langkah Pembahasan
Dengan karunia Allah Azza wa Jalla, langkah di dalam pembahasan dapat saya paparkan dalam bentuk berikut ini:
Muqaddimah
Pembahasan Pertama:
Orang-Orang yang Dido’akan Para Malaikat
Pembahasan Kedua:
Orang-Orang yang Dilaknat Para Malaikat
Penutup (mencakup kesimpulan pembahasan dan beberapa nasihat
Ucapan Terima Kasih
Akhirnya, rasa syukur yang sangat agung hanyalah milik Allah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, Dia-lah yang telah memberikan pertolongan kepada seorang hamba yang sangat lemah dalam penulisan makalah ini. Dan tak lupa pula ucapan terima kasih saya kepada kedua orang tua saya yang telah membimbing saya sejak kecil, mereka berdua telah mencurahkan daya dan kemampuan agar saya mencintai agama yang lurus ini dalam hati saya,
“رَبِّّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا.”
“Ya Allah! Rahmatilah mereka berdua sebagaimana mereka telah membimbingku sejak kecil.”
Ucapan terima kasih dan do’a saya ucapkan pula kepada dua kawan saya yang mulia: Ustadz Dr. Zaid bin ‘Abdil Karim az-Zaid, dan Ustadz Dr. Sayyid Muhammad Sadati asy-Syinqithi, dimana saya telah banyak memahami berbagai hal dari mereka dalam pembahasan ini.
Juga kepada semua pihak yang bertanggung jawab atas Maktab at-Ta’awuni lid Da’wah wal Irsyad (Kantor Bantuan Dakwah dan Bimbingan), bagian rekaman di Bath-ha-Riyadh, yang merupakan bagian dari Kementrian Urusan Islam, Waqaf, Dakwah dan Bimbingan di Kerajaan Saudi Arabia, di mana pada dasarnya pembahasan ini adalah lima buah ceramah yang saya ungkapkan di aula kantor tersebut.
Ungkapan terima kasih saya ucapkan pula kepada kedua putera saya: Al-Hafizh Hammad Ilahi dan al-Hafizh Sajad Ilahi, dan kedua puteri saya, di mana mereka semua turut membantu dalam pengeditan kembali makalah ini. Juga tidak lupa ucapan terima kasih saya ucapkan kepada isteriku dan semua anak-anakku yang sangat memperhatikan serta melayani saya. Akhirnya hanya kepada Allah Yang Mahahidup dan Mahaberdiri sendiri kami memohon, semoga Dia membalas semuanya dengan sebaik-baik balasan di dunia maupun di akhirat, sesungguhnya Allah Mahamendengar dan Mahamengabulkan permohonan.
Saya juga memohon kepada Allah, semoga tulisan ini menjadi sebuah amal yang ikhlas semata-mata mengharap wajah-Nya, dan dijadikan sebuah karya yang penuh keberkahan serta bermanfaat bagi seluruh umat Islam. Dia-lah Allah Yang Maha Pemurah lagi Mahamulia.
Shalawat serta salam saya kepada Nabi kita Mu-hammad, kepada keluarga dan para Sahabat serta pengikut beliau. Semoga Allah melimpahkan keberkahan dan keselamatan kepada mereka semua.
[Disalin dari buku Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu wa Man Tal‘anuhum, Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang Yang Di Do’akan Malaikat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1] Fat-hul Qadiir (III/579), lihat pula kitab Tafsiir al-Baghawi (III/242), Zaadul Masiir (V/347), Tafsiir al-Qurthubi (XI/281), Tafsiir al-Baidhawi (II/68), at-Tahriir wat Tanwiir (XVII/ 51) dan Tafsiir al-Qasimi (XI/248).
[2] Al-Bahrul Muhiith (VI/285), lihat pula kitab Tafsiir al-Baghawi (III/242), Tafsiir al-Qurthubi (XI/282), Tafsiir al-Baidhawi (II/68), Tafsiir al-Qasimi (11/248).
[3] At-Tahriir wat Tanwiir (XVII/52).
[4] Tafsir al-Qurthubi (XI/281), lihat pula kitab al-Bahrul Muhith (VI/285), Ruuhul Ma’aani (XVII/33), di dalamnya diterang-kan bahwa syafa’at mereka adalah permohonan ampunan yang dilakukan oleh mereka. Dan hal tersebut (sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang shahih) terjadi di dunia dan akhirat.
[5] وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ, artinya: “Semoga Malaikat mendo’akan kalian.” Lihat ‘Aunul Ma’buud (X/238). Sunan Abi Dawud, kitab al-Ath’imah, bab Fid Du’aa’ li Rabbith Tha’aam idzaa Akala ‘indahu (X/ 237-238 no. 3854).
Al-Hafizh al-Mundziri sama sekali tidak mengomentari hadits tersebut, lihat kitab ‘Aunul Ma’buud (X/238). Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani (lihat kitab Shahiih Sunan Abi Dawud II/ 730). Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ibnu Majah (lihat kitab Sunan Ibni Majah, kitab ash-Shiyaam, bab Fii Tsawaabi Man Fathara Shaa-iman I/320 no. 751).
[6] Shahiih al-Bukhari kitab At-Tafsiir bab Innallaaha wa Malaa-ikatahu Yushalluuna ‘alan Nabi (VIII/ 532).
[7] Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur-aan, topik صَلاَ (hal. 285).
[8] Zaadul Masiir (VI/ 398).
[9] Lihat pula kitab Shahiih al-Bukhari kitab at-Tafsiir bab Innal-laaha wa Malaa-ikatahu Yushalluuna ‘alan Nabi (VIII/532).
[10] Zadul Masiir (VI/ 398).
[11] Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur-aan, topik صَلاَ (hal. 285).
[12] Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur-aan, topik لَعَنَ (hal: 451).
[13] An-Nihaayah fi Ghariibil-Hadiits wal Atsar, madat Laana (IV/255), kitab Tuhfatul Ariib bima fil Qur-aan minal Gharib, madat laana (hal. 277) dan Tafsiir al-Qurthuby (II/25-26).
[14] Lihat muqaddimah an-Nawawi di dalam kitab Syarh Shahih Muslim (hal. 14), dan kitab Nuzhatun Nazhar fii Taudhiih Nukhbatil Fikar.
- Home
- /
- A7. Adab Do'a Shalawat...
- /
- Man Tushallii ‘alaihimul Malaa-ikatu...