Akhlak Penuntut Ilmu Wajah Berseri-Seri Atau Bersikap Ramah
BERAKHLAK BAIK DAN PENTINGNYA BAGI PENUNTUT ILMU
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah
Dan pada kesempatan ini saya ingin untuk mengingatkan atas suatu masalah yang dilakukan oleh banyak manusia dengan maksud berbuat baik. Yaitu suatu kejadian menimpa seseorang lalu orang lain meninggal disebabkannya. Maka datanglah keluarga terbunuh lalu meminta tebusan (sebagai pengganti hukuman mati) terhadap pelaku, maka apakah perbuatannya itu terpuji dan dianggap sebagai sikap berakhlak baik ? atau apakah dalam masalah ini ada perinciannya ? Ya benar, yang demikian itu ada perinciannya.
Kita harus memerhatikan dan memikirkan terhadap pelaku kejadian ini, apakah dia dari kalangan orang yang sudah dikenal dengan sikapnya yang ngawur atau tidak hati-hati ? ataukah dia dari orang yang berkata : aku tidak peduli menubruk seseorang, karena uang diyatnya (tebusannya) ada dilaci. Kita berlindung diri kepada Allah dari yang demikian itu. Ataukah ia termasuk dari kalangan orang yang tertimpa kejahatan bersama dengan sikapnya yang hati-hati dan sadar, akan tetapi Allah telah mentaqdirkannya ? Jawabannya adalah : Kalau orang ini dari bentuk yang kedua maka memaafkan adalah lebih utama, akan tetapi sebelum memaafkan (walaupun dalam bentuk yang kedua) wajib kita lihat apakah mayit meninggalkan hutang atau tidak ? jika meninggalkan hutang yang belum terbayar maka kita tidak mungkin memaafkannya”.
Dan kalau kita memberikan maaf, maka pemberian maaf kita tidak dianggap. Dan masalah ini barangkali lalai darinya kebanyakan manusia, mengapa kita mengatakan bahwa sebelum memaafkan wajib kita melihat apakah mayit mempunyai hutang atau tidak ? Mengapa kita mengatakan yang demikian ?
Karena para ahli waris menerima baik tebusan dari mana ? dari mayit yang ditimpa kejadian, dan tidaklah hak menerima tebusan kecuali sesudah hutang mayit dibayar. Oleh karena itu tatkala Allah menyebutkan tentang warisan Dia berfirman :
“(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat” [An Nisa/4 : 11]
Permasalahan ini tersembunyi atas sebagian manusia, oleh karena itu kami berkata : “Jika terjadi kejadian atas seseorang , maka sebelum memaafkan pelaku kita ihat dulu keadaan pelaku perbuatan terlebih dahulu, apakah termasuk orang-orang yang ceroboh atau bukan ? dan kita melihat keadaan korban, apakah ia mempunyai hutang atau tidak ? Intinya : bahwa termasuk berakhlak baik adalah memaafkan manusia, dan ini termasuk sikap mendermakan kedermawanan, karena mendermakan kedermawanan itu bisa dengan cara memaafkan atau menjatuhkan hukuman atau menggugurkan hukum.
Ketiga : WAJAH BERSERI-SERI [Tholaaqotu Al-Wajhi]
Yaitu seseorang berwajah ceria, dan kebalikan berwajah ceria adalah bermasam muka, oleh karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ تَحْقِرَنَّ منَ المعْرُوفِ شَيْئاً ولوْ أنْ تَلْقَ أَخَاكَ بِوَجْهٍ
“Janganlah meremehkan sesuatu kebaikan walaupun engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri” [Hadits riwayat Muslim]
Berwajah ceria akan memasukkan rasa senang pada orang yang engkau jumpai dan orang yang berhadapan denganmu, mendatangkan rasa kasih sayang dan cinta, mendatangkan kelapangan dalam hati, bahkan mendatangkan rasa lapang dada bagimu dan orang-orang yang bertemu denganmu – cobalah niscaya akan kamu dapatkan ! – . Akan tetapi jika engkau bermuka masam, maka orang lain akan lari darimu, mereka akan merasakan ketidaksukaan untuk duduk denganmu serta berbicara denganmu. Dan boleh jadi kamu akan ditimpa penyakit yang berbahaya yaitu yang dinamakan dengan tekanan (batin). Karena berwajah ceria adalah obat yang mencegah dari penyakit ini, yaitu penyakit tekanan (batin). Oleh karena itu para dokter menasehati orang yang ditimpa penyakit ini untuk menjauhi dari hal-hal yang membangkitkan rasa marah. Karena hal itu akan menambah penderitaannya, maka berwajah ceria akan memusnahkan penyakit ini, karena manusia akan merasakan lapang dada dan dicintai mahluk.
Ini adalah tiga dasar, di mana pada tiga hal inilah berkisar sikap berakhlak baik dalam bermuamalah dengan mahluk.
Dan dari hal yang sepatutnya diketahui dalam berakhlak baik adalah bergaul dengan baik. Yaitu dengan cara seseorang bergaul dengan temannya, sahabatnya, karib kerabatnya dengan pergaulan yang baik, tidak membikin kesusahan dan kepedihan mereka, tetapi mendatangkan rasa gembira sesuai dengan batasan-batasan syariat Allah. Dan batasan ini haruslah batasan yang berdasarkan syariat Allah, karena diantara manusia ada orang yang tidak gembira kecuali dengan perbuatan maksiat kepada Allah, (kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu), yang demikian tidak kita setujui. Akan tetapi memasukkan rasa senang kepada orang yang berhubungan denganmu dari kalangan keluarga, teman, karit kerabat adalah termasuk berakhlak baik, oleh karena itu Nabi bersabda :
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku (terhadap) keluargaku adalah orang yang terbaik diantara kalian”. [Hadits riwayat Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi]
Dan sangat disayangkan banyak diantara manusia berakhlak baik kepada orang lain, akan tetapi mereka tidak berakhlak baik kepada keluarganya, ini salah dan membalikkan hak-hak, bagaimana mungkin kamu berbuat baik kepada orang-orang jauh dan berbuat jelek kepada kerabat dekat ? karib kerabat adalah manusia yang paling berhak kamu berhubungan dan bergaul dengan baik. Oleh karena itu bertanya seorang lelaki kepada Rasulullah :
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
“Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berhak aku berbuat baik padanya ? Rasulullah menjawab : Ibumu, lalu ia bertanya lagi : lalu siapa ya Rasulullah ? Beliau menjawab : Ibumu, lalu lelaki itu bertanya lagi : lalu siapa ya Rasulullah ? Beliau menjawab : ayahmu”. [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Intinya : bahwasanya bergaul dengan baik kepada keluarga dan sahabat-sahabat, karib kerabat, semua itu adalah termasuk berakhlak baik.
Dan sepatutnya kita di tempat ini (tempat Syaikh Utsaimin menyampaikan ceramah) menampakkan keberadaan pemuda dimana kita membiasakan mereka berakhlak baik, agar tempat ini menjadi tempat pendidikan dan pengajaran, karena ilmu tanpa tarbiyah (mendidik) terkadang mudharatnya (akibat jeleknya) lebih besar dari manfaatnya, akan tetapi bersama dengan mendidik ilmu akan mengantarkan kepada hasil yang diinginkan. Oleh Karena itu Allah berfirman
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” [Ali Imran/3 : 79]
Ini adalah faedah ilmu, yaitu manusia menjadi Rabbaniyyin artinya mendidik hamba-hamba Allah di atas syariat Allah.
Dan tempat ini kami mengharapkan kepada pendirinya untuk menjadikannya sebagai tempat berlomba-lomba dalam berakhlak utama diantaranya berakhlak baik. Dan berakhlak baik bisa terjadi karena memang sudah tabiatnya atau karena usaha untuk berakhlak baik (sebagaimana penjelasan lalu). Dan berakhlak baik karena memang sudah menjadi tabiat adalah lebih sempurna dari berakhlak baik karena usaha untuk berakhlak baik. Dan kami telah mendatangkan dalil tentang hal ini yaitu sabda Rasulullah : “Itu telah Allah ciptakan untukmu”
Dan berakhlak baik yang dihasilkan dari usaha untuk itu kadang-kadang banyak hal terlewatkan, karena berakhlak baik dengan membuat-buat membutuhkan latihan, menahan dan mengingat ketika mendapatkan hal yang membikin marah dari manusia. Oleh karena datang seorang lelaki berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : لَا تَغْضَبْ
” Wahai Rasulullah, berikan aku wasiat, Rasulullah bersabda : janganlah kamu marah”
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Bukanlah orang yang kuat itu pegulat, tetapi yang dinamakan orang kuat itu adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah” [Hadits riwayat Bukhari dan Muslim]
Apakah makna “sor’ah”? “sor’ah” adalah seorang lelaki pegulat yang mengalahkan lawannya.
Bukanlah orang yang kuat itu pegulat, tetapi yang dinamakan orang kuat itu adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah, yaitu orang yang bergulat dengan jiwanya dan menguasainya ketika marah itulah orang yang kuat.
Dan penguasaan manusia terhadap jiwanya dianggap termasuk dari akhlak-akhlak yang baik. Jika kamu marah maka janganlah meneruskan kemarahanmu, (tetapi) berlindunglah kepada Allah dari syaitan yang terkutuk. Jika kamu marah (dalam keadaan berdiri) maka duduklah, dan ketika kamu marah dalam posisi duduk maka berbaringlah, dan jika rasa marah bertambah maka berwudhulah hingga hilang darimu rasa marah.
Maksudnya kami mengatakan : Bahwa berakhlak baik itu terjadi secara tabiat dan upaya untuk berakhlak baik. Dan berakhlak baik yang dihasilkan dari tabiat adalah lebih utama ; karena sudah menjadi suatu perangai pada manusia dan ia akan mudah dalam segala keadaan (untuk berakhlak baik). Akan tetapi berakhlak baik yang dihasilkan dari upaya terkadang terlewatkan dalam beberapa kondisi.
Demikianlah kami katakan bahwa berakhlak baik dapat diperoleh dengan berusaha, artinya seseorang membiasakan dirinya. Lalu bagaimanakah manusia dapat berakhlak baik ? manusia dapat berakhlak baik dengan hal-hal berikut ini:
Pertama : Dengan melihat dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah, melihat dalil-dalil yang menunjukkan terpujinya akhlak yang agung ini. Dan seorang yang beriman jika melihat nash-nash yang memuji tentang akhlak atau
Kedua : Duduk dengan orang-orang yang baik dan shalih yang dipercaya dalam keilmuan mereka atau amanat mereka, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة
“Permisalan teman duduk yang baik dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi, penjual minyak wangi tidak akan melukaimu, mungkin engkau membelinya atau engkau mendapatkan baunya. Sedangkan pandai besi akan membakar badanmu atau pakaianmu, atau engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap”. [Hadits riwayat Bukhari]
Maka wajib bagimu wahai pemuda, untuk berteman dengan orang-orang yang sudah dikenal berakhlak baik dan menjauh dari akhlak yang jelek dan perbuatan yang hina, hingga engkau mengambil dari teman itu “madrasah” darinya engkau mendapatkan pertolongan untuk berakhlak baik.
Ketiga : Hendaknya seseorang memperhatikan apa yang diakibatkan oleh akhlak yang buruk, karena akhlak yang buruk dibenci, dan buruk akhlak itu dijauhi, dan buruk akhlak itu disifati dengan sifat yang jelek.
Maka jika seseorang mengetahui bahwa berakhlak buruk itu mengantarkan kepada hal ini, maka hendaknya ia menjauhinya.
Kita memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang berpegang kepada kitab Allah dan Sunnah Rasuk-Nya baik secara dhahir maupun batin dan mewafatkan kita dalam keadaan yang demikian ini dan melindungi kita didunia akhirat. Dan (melindungi) hati kita dari ketergelinciran sesudah Dia memberi petunjuk kepada kita dan memberikan kepada kita rahmat-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pemberi.
[Disalin dari Majalah Adz-Dzakhirah Al-Islamiyah Th I/No.06/1424/2003 hal. 9 – 14 Diterbitkan : Ma’had Al-Irsayd Surabaya. Jl Sultan Iskandar Muda 46 Surabaya]
- Home
- /
- A5. Panduan Menuntut Ilmu...
- /
- Akhlak Penuntut Ilmu Wajah...