Dunia Ini Adalah Tempat Cobaan Dan Ujian(2)

DUNIA INI ADALAH TEMPAT COBAAN DAN UJIAN

Kabar Gembira Bagi Orang-Orang yang Sabar
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ ﴿١٥٥﴾ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ﴿١٥٦﴾ أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Innaa lillahi wainnaailaihiraaji’uun” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-Baqarah/2:155-157]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah (wafat th. 1376 H), menjelaskan ketika menafsirkan ayat ini. “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan bahwa Ia pasti akan menguji para hamba-Nya dengan berbagai macam ujian. Tujuannya, agar jelas mana di antara hamba-Nya yang jujur dan dusta (dalam imannya), dan mana di antara mereka yang sabar dan tidak. Hal ini merupakan hukum Allah yang berlaku bagi para hamba-Nya. Karena, apabila kesenangan itu terus menerus menyertai orang-orang beriman dan tidak ada sedikitpun ujian, maka pasti akan terjadi percampuran (antara yang baik dan buruk), yang itu artinya adalah kerusakan.

Hikmah Allah mengharuskan adanya perbedaan antara orang yang baik dengan buruk, dan ini hakikatnya merupakan faedah dari ujian (yang diberikan). Ujian itu bukan untuk menghilangkan keimanan dan mengeluarkan seseorang dari agamanya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan keimanan hamba-Nya.

Oleh karenanya, pada ayat ini Allah mengabarkan bahwa Dia akan menguji para hamba-Nya (dengan sedikit ketakutan) dari musuh-musuh. (Kelaparan) maksudnya : Allah akan menguji dengan sedikit dari dua perkara tersebut. Kalau seandainya Allah uji mereka dengan keseluruhan rasa takut dan lapar, maka niscaya mereka akan binasa. Sedangkan ujian itu fungsinya untuk memilih (yang terbaik), bukan membinasakan.

(Dan sedikit dari kekurangan harta) ini mencakup semua kekurangan yang menimpa harta seseorang, entah itu karena bencana dari langit, tenggelam, kehilangan, diambilnya harta oleh penguasa yang zhalim, perampok, dan lainnya.

(Dan kekurangan jiwa) maksudnya: kematian orang-orang tercinta, seperti : anak-anak, kerabat, dan teman dekat. Juga, macam-macam penyakit yang menimpa seseorang atau menimpa orang yang ia cintai[1]

(Dan kekurangan buah-buahan) maksudnya: biji-bijian, buah kurma dan pepohonan lainnya, juga sayur mayur. Baik itu karena terkena dingin yang sangat, embun, kebakaran, atau bencana seperti wabah belalang dan semisalnya.

Semua ini pasti akan terjadi. Karena Allah yang Maha mengetahui dan Maha teliti Sendiri yang mengabarkannya, maka pasti hal itu akan terjadi sebagaimana yang Allah kabarkan.

Ketika musibah itu terjadi, maka manusia terbagi menjadi dua : Orang yang berkeluh kesah (tidak sabar) dan orang yang sabar. Orang yang berkeluh kesah (tidak sabar) ia akan mendapatkan dua musibah. Pertama, ia kehilangan apa yang ia cintai, yaitu adanya musibah itu sendiri, dan kedua, kehilangan yang lebih besar dari (perkara pertama) yaitu : (kehilangan) pahala melaksanakan perintah Allah, yakni kesabaran. Orang ini mendapatkan kerugian, tercegah dari kebaikan, dan berkurang keimanannya. Selain itu, ia terluput dari sabar, ridha, dan syukur, sehingga ia mendapatkan kemurkaan Allah yang merupakan bukti akan kekurangan yang sangat besar.

Adapun orang yang diberikan taufik untuk bersabar ketika terjadinya musibah tersebut, ia menahan dirinya untuk tidak murka, baik itu dengan perkataan maupun perbuatan, ia juga mengharapkan pahalanya di sisi Allah, dan ia juga mengetahui bahwa ganjaran kesabaran yang ia dapatkan lebih besar dari musibah itu sendiri. Bahkan, musibah baginya merupakan nikmat, karena dengan musibah tersebut ia mendapatkan apa yang lebih baik dan lebih bermanfaat. Orang yang seperti ini pada hakikatnya telah melaksanakan perintah Allah dan sukses mendapatkan ganjaran (pahala). Karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, (Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar) maksudnya : sampaikan kabar gembira kepada mereka bahwa mereka akan mendapatkan pahala tanpa batas. Orang-orang yang sabar mereka akan mendapatkan kabar gembira yang sangat besar dan pemberian yang banyak. Kemudian, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifati orang-orang yang sabar dengan firman-Nya:

(Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah). Musibah adalah apa-apa yang membuathati atau badan sakit, atau keduanya secara bersamaan sebagaimana yang sudah diterangkan.

(Mereka berkata : Inna Lillah) maksudnya : kami milik Allah dan berjalan di bawah perintah dan pengaturan-Nya. Kami tidak memiliki kuasa apa-apa atas diri dan harta kami. Jika Allah menguji kami dengan sesuatu dari hal tersebut (dalam ayat sebelumnya), maka pada hakikatnya Allah sedang berbuat dan mengatur milik-Nya dan tidak boleh ditentang. Bahkan, diantara kesempurnaan penghambaan seseorang yaitu pengetahuannya bahwa ujian yang terjadi datangnya dari Sang Raja yang Maha bijaksana, yang Dia lebih sayang terhadap hamba-Nya daripada hamba tersebut terhadap dirinya. Ketika pengetahuan tersebut sudah terpatri pada dirinya, maka hal itu akan mendatangkan rasa ridha terhadap Allah dan rasa syukur terhadap pengaturan-Nya yang itu baik buat hamba tersebut, meskipun ia tidak menyadarinya.

Meskipun kita milik Allah, maka kita tetap akan kembali kepada-Nya pada hari kiamat. Allah akan memberi balasan pada setiap amal yang dikerjakan. Apabila kita sabar dan mengharap pahala, maka kita akan mendapatkan pahalanya di sisi Allah. Tetapi, apabila kita berkeluh kesah dan tidak sabar, maka bagian kita hanyalah kemurkaan dan hilangnya pahala. Masalah seorang hamba itu milik Allah dan akan kembali kepada-Nya merupakan sebab yang kuat untuk melakukan kesabaran.

(Mereka itulah) yang disifati dengan kesabaran, (Yang memperoleh shalawat dari Tuhannya) maksudnya : pujian dan penyebutan tentang keadaan mereka, (Dan rahmat) yang sangat besar, dan diantara rahmat-Nya adalah pemberian taufik untuk melakukan kesabaran yang dengan sebab itu ia mendapatkan kesempurnaan pahala. (Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk) yang mengetahui kebenaran –yang dimaksud di sini yaitu pengetahuan bahwa mereka milik Allah dan akan kembali kepada-Nya– dan mengamalkan kebenaran –maksudnya kesabaran mereka karena Allah-.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa siapa yang tidak sabar, maka ia akan mendapatkan lawan dari apa yang didapatkan oleh orang yang sabar. Dia akan mendapatkan celaan dari Allah, siksa, kesesatan, dan kerugian. Sungguh, alangkah besarnya perbedaan antara dua kelompok tersebut. Sangat sedikit sekali keletihan yang menghinggapi orang yang sabar, dan alangkah banyaknya kesusahan yang didapatkan oleh orang yang tidak sabar.

Kedua ayat ini (Al-Baqarah/2: 155-157) mengandung persiapan yang matang bagi jiwa sebelum datangnya musibah agar ia bisa bersiap-siap dan jika musibah itu terjadi, maka akan terasa ringan dan mudah untuk dilalui. (diantara kandungannya) juga yaitu penjelasan tentang perkara yang dapat membantu untuk melakukan kesabaran dan pahala yang akan diterima oleh orang yang sabar. Ia juga dapat mengetahui tentang keadaan orang yang tidak sabar yang berlawanan dengan keadaan orang yang sabar. Ia juga dapat mengetahui bahwa ujian dan cobaan merupakan hukum Allah yang sudah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tidak akan menemukan perubahan pada hukum Allah itu. Ayat ini juga mengandung penjelasan tentang macam-macam musibah[2]

Apa yang Dimaksud dengan Sabar?
Sabar secara bahasa artinya menahan diri.
Yang dimaksud syari’at adalah menahan diri dan melawan hawa nafsu:

  1. Dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah.
  2. Dalam menjauhkan perbuatan yang diharamkan oleh Allah.
  3. Dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang pahit.

Menghadapi takdir yang pahit wajib sabar. Karena manusia hidup ini untuk diuji pada dirinya, istrinya, orang tuanya, anaknya, hartanya, dan juga wabah seperti sekarang ini, dengan penyakit-penyakit yang berat, kekurangan harta, kefakiran, kelaparan, kezhaliman penguasa, dan lainnya.

Wajib bagi seorang Muslim menahan dirinya, menahan lisannya tidak berkeluh kesah, tidak melaknat musibah, tidak melaknat dan mencaci maki wabah Corona. Menahan hatinya untuk yakin, berharap, takut, dan tawakkal hanya kepada Allah, tidak suuzzhan (berburuk sangka) kepada Allah. Menahan anggota tubuhnya tidak memukul-mukul wajah, pipinya, tidak merobek-robek baju, tidak melempar sesuatu karena marah dengan takdir Allah yang pahit. Seorang Muslim wajib menahan diri dari semua itu.

Musibah, Cobaan, dan Ujian Ada 4 (Empat) Keadaan:
Pertama: Marah, murka, tidak senang, dan lainnya.
Berkeluh kesah, marah dengan adanya wabah. Dia marah dengan adanya penyakit, marah dengan adanya bencana, musibah, wabah Covid-19, dia jadi tidak kerja, tidak dagang, tidak bisa keluar rumah, jadi sedikit penghasilannya, tidak laku dagangannya, tidak bisa sekolah, kuliah, tidak bisa aktifitas, dan lainnya. Dia marah dan menyalahkan semuanya. Dia marah dengan hatinya, dia marah dengan lisannya. Berkeluh kesah, mencaci maki, dan dia marah dengan adanya wabah ini, atau dia marah dengan anggota tubuhnya dengan memukul muka, pipi, merobek baju, dan lainnya. Orang yang murka ketika ada cobaan, ujian, musibah, wabah dan bencana, maka Allah pun murka kepadanya. Orang yang murka terhadap musibah, cobaan dan ujian, maka dia mendapatkan dua musibah, yang pertama musibah dalam agama, yaitu dia murka kepada takdir Allah, dan yang kedua dia tidak dapat pahala. Dia berdosa dengan sebab murka kepada takdir Allah dan juga musibah, penyakit, dan wabah itu tidak hilang dari dirinya, bahkan dia tambah sakit.

Kedua: Sabar atas musibah, cobaan, ujian, dan penyakit.
Yaitu dia menahan dirinya, dia tidak suka dengan musibah, dia tidak mencintainya, akan tetapi dia berusaha untuk menahan dirinya dari berkeluh kesah, marah, mencaci maki atau berbicara yang tidak baik. Dia menahan dirinya dan anggota tubuhnya dari berbuat apa-apa yang dimurkai oleh Allah. Dia sabar tapi hatinya tidak menyukai kejadian atau musibah tersebut.

Baca Juga  Berbuat Kerusakan Di Muka Bumi

Ketiga: Ridho. Seseorang ketika mendapatkan musibah, wabah, penyakit, kesulitan, kefakiran, kekurangan harta, dia ridho dengan musibah yang menimpanya tersebut. Bahwa ini Allah sudah takdirkan dan takdir Allah semuanya adalah baik buat dia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah ; dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [At-Taghaabun/64: 11]

‘Alqamah[3] menafsirkan iman yang tersebut dalam ayat ini dengan mengatakan,

هُوَ الرَّجُلُ تُصِيْبُهُ الْمُصِيْبَةُ فَيَعْلَمُ أَنَّهَا مِنْ عِنْدِ اللهِ فَيَرْضَى وَيُسَلِّمُ.

Yaitu seseorang yang ketika ditimpa musibah ia meyakini bahwa itu semua dari Allah, maka ia pun ridha dan pasrah (atas takdir-Nya).[4]

Dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ ، وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا اِبْتَلاَهُمْ ، وَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا ، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.

Sungguh, besarnya pahala setimpal dengan besarnya cobaan; dan sungguh, Allah Ta’ala apabila mencintai suatu kaum, Allah menguji mereka (dengan cobaan). Barang siapa yang ridha maka baginya keridhaan dari Allah, sedang barang siapa yang marah maka baginya kemarahan dari Allah.[5]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa besarnya ganjaran dan banyaknya pahala itu sesuai dengan besarnya cobaan dan ujian yang terjadi pada diri seorang hamba di dunia ini apabila dia bersabar dan mengharap pahala dengannya. Dan bahwasanya di antara tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya adalah Dia akan memberikan cobaan kepadanya. Maka apabila hamba itu ridha dengan keputusan dan ketentuan dari Allah, mengharap pahala dan ganjaran serta berbaik sangka kepada Allah, maka Allah akan ridha dan memberikan pahala kepadanya. Akan tetapi jika ia marah dengan keputusan Allah dan berkeluh kesah dengan musibah yang menimpanya, maka Allah pun akan marah kepadanya dan akan menghukumnya.[6]

Keempat[7]: Bersyukur kepada Allah atas musibah tersebut.
Seorang Muslim harus yakin bahwa apa yang Allah takdirkan untuknya itu yang terbaik, dia bersyukur karena dengan adanya musibah, cobaan, dan ujian tersebut akan menghapuskan dosa-dosanya, akan mengangkat derajatnya, bahkan dengan keridhoan dia kepada Allah terhadap cobaan, ujian dan musibah tersebut, maka Allah pun Ridho kepadanya.

Karena cobaan dan ujian itu merupakan nikmat, maka orang-orang shalih justru gembira sekiranya mereka mendapatkan cobaan itu, tidak bedanya jika mereka mendapat kesenangan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan bahwa cobaan para Nabi dan orang-orang shalih adalah penyakit, kemiskinan, dan lainnya. Setelah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنْ كَانَ أَحَدُهُمْ لَيَفْرَحُ بِالْبَلَاءِ كَمَا يَفْرَحُ أَحَدُهُمْ بِالرَّخَاءِ.

“…Dan sesungguhnya seorang dari mereka sungguh bergembira dengan bala’ (cobaan, ujian, musibah) yang menimpanya, sebagaimana seorang dari kalian bergembira di waktu lapang (kaya).[8]

Bahkan yang lebih besar lagi dengan dia bersyukur dan memuji Allah atas musibah tersebut, maka Allah akan bangunkan rumah di Surga dengan nama Baitul Hamdi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللهُ تَعَالَى لِمَلَا ئِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِيْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ، فَيَقُوْلُ: قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ، فَيَقُوْلُوْنَ: نَعَمْ، فَيَقُوْلُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِيْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ، فَيَقُوْلُ اللهُ: اُبْنُوْا لِعَبْدِيْ بَيْتًا فِيْ الْجَنَّةِ وَسَمُّوْهُ بَيْتَ الْحَمْدِ.

Jika anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah Ta’ala akan berkata kepada para Malaikat-Nya: ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?’ para Malaikat menjawab: ‘Ya, benar.’ Setelah itu, Dia bertanya lagi: ‘Apakah kalian telah mengambil buah hatinya?’ Mereka pun menjawab: ‘Ya.’ Kemudian, Dia berkata: ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’ Mereka menjawab: ‘Dia memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa Innaa ilaihi Raaji’uun).’ Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Bangunkanlah untuk hamba-Ku sebuah rumah di dalam Surga dan namailah dengan Baitul Hamd (rumah pujian).’”[9]

Faedah dan Manfaat dari Musibah, Cobaan, Ujian, Penyakit, Wabah dan Kematian:

  1. Untuk menguji iman kita, apakah iman kita benar, jujur, atau dusta.
  2. Untuk menguji iman kita, apakah kita beriman dan meyakini bahwa semua yang terjadi sudah Allah takdirkan 50000 (lima puluh ribu) tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.
  3. Cobaan dan ujian itu akan menghapuskan dosa-dosa kita, apabila kita sabar dan ridho.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ فَمَا سِوَاهُ، إِلَّا حَطَّ اللهُ بِهِ سَيِّئَاتِهِ كَمَا تَحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا.

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit atau sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan dosa-dosanya bersamanya, seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.”[10]

مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حَزَنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ. 

Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan,kegundah gulanaan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya.[11]

  1. Apabila seorang sabar dan ridho dengan cobaan dan ujian, maka akan dicatat berbagai kebaikan untuknya dan akan diangkat derajatnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَكُوْنُ لَهُ عِنْدَ اللهِ الْمَنْزِلَةُ، فَمَا يَبْلُغُهَا بِعَمَلٍ، فَمَا يَزَالُ اللهُ يَبْتَلِيْهِ بِمَا يَكْرَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ إِيَّاهَا.

Sesungguhnya seseorang benar-benar memiliki kedudukan di sisi Allah, namun tidak ada satu amal yang bisa mengantarkannya ke sana. Maka Allah senantiasa mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, sehingga dia bisa sampai pada kedudukannya itu.”[12]

  1. Apabila seorang sabar dan ridho dengan cobaan, ujian, penyakit dan kematian, maka Allah akan masukkan dia ke Surga. Seperti kisah seorang wanita hitam yang dijamin masuk Surga.

Atha’ bin Abi Rabah rahimahullah berkata: “Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma  pernah berkata kepadaku: ‘Maukah kutunjukkan kepadamu salah seorang wanita penghuni Surga?’ Saya jawab: ‘Ya.’ Beliau berkata: ‘(Yaitu) wanita yang hitam ini. Ia pernah datang kepada Nabi dan berkata: ‘Aku terkena penyakit ayan, dan auratku selalu terbuka (jika penyakitnya kambuh), maka berdo’alah untukku. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ‘Jika engkau mau, engkau bisa bersabar dan bagimu adalah Surga. Dan jika engkau mau, aku akan berdo’a kepada Allah agar memberikan kesembuhan kepadamu.’ ‘Aku bersabar,’ jawab wanita tersebut. Lalu, ia berkata lagi : ‘Sesungguhnya aku takut auratku terbuka, maka berdo’alah kepada Allah bagiku agar auratku tidak terbuka.’ Maka, beliau berdo’a bagi wanita itu.[13]

  1. Hati dan Ruh bisa mengambil manfaat dari penderitaan, penyakit, dan musibah, agar dia memenuhi panggilan Allah, kembali kepada Allah dan ingat kepada-Nya yang membuat hati dan ruh menjadi hidup.
  2. Mengembalikan seorang hamba kepada Rabb-nya dengan musibah, cobaan, dan ujian, dia bertaubat kepada Allah atas dosa-dosanya. Penyakit, musibah, wabah, bencana, bisa membuka kesadaran hamba bahwa dia sangat butuh kepada Allah, dia memohon dan mengharap hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  3. Akan membuat seseorang ingat kepada saudara-saudaranya yang sedang sakit, sulit, dan susah, yang sedang kelaparan dan lainnya. Sehingga terbuka hatinya untuk bersedekah dan membantu kaum Muslimin yang sedang mengalami kesulitan.
  4. Akan membersihkan hati dari kekerasan hati berupa kesombongan, keangkuhan, bangga, merasa hebat, kuat, dan lainnya. Dengan musibah, wabah, dia akan tahu bahwa dirinya sangat lemah dan hina. Yang Maha Kuat dan Maha Mulia hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  5. Konsekuensi kesenangan adalah bersyukur, dan konsekuensi dari kesulitan, kesusahan, musibah, penyakit adalah dengan bersabar, dengan tetap melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
  6. Musibah, cobaan, ujian, wabah, penyakit, kematian itu adalah takdir Allah dan pilihan Allah untuk kita, Allah Maha Tahu tentang manfaat buat diri, keluarga, dan masyarakat, Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana. Apa saja yang menimpa kita merupakan Kebijaksanaan sekaligus Rahmat Allah dan juga Allah mencintai kita kalau kita sabar dan ridho.
  7. Keluhan, teriakan, kemurkaan, penyesalan dan putus asa atas musibah, cobaan, ujian, tidak akan dapat mengubah takdir Allah, bahkan orang itu hilang pahalanya dan berdosa, bahkan Allah murka kepadanya.
  8. Musibah, cobaan, ujian, wabah, penyakit, itu tidak lama, In syaa Allah sebentar lagi wabah ini akan hilang, dan yang sakit akan sembuh, setiap kesulitan pasti ada kemudahan, setiap kesempitan pasti ada kelapangan, dan Allah akan ganti dengan yang lebih baik dari berbagai macam kenikmatan.
  9. Sabar adalah akhlak dan perangai yang mulia bagi orang-orang yang beriman.
  10. Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk bersabar. Allah Subhanahu wa Ta’ala mencintai orang-orang yang sabar, dan Allah Azza wa Jalla bersama orang-orang yang sabar.
  11. Orang yang sabar akan diberi ganjaran tanpa hisab. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“…Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” [Az-Zumar/39: 10]

  1. Diantara faedah dan manfaat adanya cobaan, ujian, musibah, penyakit, dan lainnya, seorang hamba akan terus meminta dan berdo’a kepada Allah agar disembuhkan, diangkat penyakitnya, wabah yang menimpanya dan yang menimpa keluarganya.
  2. Tujuan hidup seorang mukmin adalah Surga, Surga merupakan puncak-cita-cita tertinggi bagi seorang mukmin, untuk bisa mencapai cita-cita itu harus diuji, supaya dengan cobaan dan ujian itu kita lulus dan masuk Surga. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Baca Juga  Fatwa MUI : Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19

“Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” [Al-Baqarah/2: 214]

  1. Kita semua milik Allah dan kita pasti kembali kepada Allah, kalau semua yang ada di langit dan di bumi maupun diantara keduanya Allah yang menciptakan, Allah yang memiliki, Allah yang memberikan rezeki, Allah yang menghidupkan dan mematikan, maka kita adalah makhluk milik Allah, kita tidak bisa berbuat apa-apa, kita diuji oleh Allah, agar kita tunduk dan pasrah total hanya kepada Allah.
  2. Dunia adalah kehidupan yang fana dan sebentar, dunia adalah tempat cobaan dan ujian, bukan tempat balasan. Tempat balasan adalah akhirat, ditempat ujian ini, kita wajib berlomba-lomba melakukan kebajikan-kebajikan sebanyak-banyaknya dengan ikhlas dan ittiba’, dan menjauhkan segala larangan-larangan Allah, agar kita mendapatkan balasan yang terbaik, yaitu keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Surga yang penuh dengan kenikmatan dan keabadian.
  3. Cobaan dan ujian akan menambah kuat keimanan dan keyakinan orang yang beriman. Cobaan dan ujian juga akan menambah istiqamah kita dalam ketaatan, serta kita pun akan bertambah kokoh dan tegar dalam menghadapi setiap tantangan dalam kehidupan.

Do’a-Do’a yang Ma’tsur dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam[14]

  • Do’a pada waktu melihat orang yang mengalami cobaan

اَلْـحَمْدُ  الَّذِيْ عَافَانِيْ مِمَّا ابْتَلَاكَ بِهِ وَ فَضَّلَنِيْ عَلَى كَثِيْرٍ مِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلًا.

Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari musibah yang Dia timpakan atasmu. Dan Allah telah memberi kemuliaan kepadaku melebihi orang banyak.”[15]

  • Do’a saat menghadapi kesulitan

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ.

Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Engkau semata, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk dari orang-orang yang zhalim.”[16]

اَللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُوْ، فَلَا تَكِلْنِى إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ.

Ya Allah, rahmat-Mu yang senantiasa aku harapkan, maka janganlah Engkau serahkan urusanku kepada diriku meski sekejap mata, dan perbaikilah urusanku semuanya, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau.[17]

  • Do’a ketika mengalami kesusahan, kesedihan, dan penawar hati yang dirundung duka

لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ.

Tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, Yang Maha Agung lagi Maha Penyantun, Tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, Rabb pemilik ‘Arsy yang agung. Tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, Rabb langit dan Rabb bumi, serta Rabb pemilik ‘Arsy Yang Mulia.”[18]

  • Do’a berlindung dari kesengsaraan, kesusahan, dan hilangnya nikmat

اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَـحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ.

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat-Mu, dari berubahnya ‘afiat (kesejahteraan dari-Mu, dari hukuman-Mu yang datang dengan tiba-tiba, dan dari seluruh kemarahan-Mu.”[19]

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ الْفَقْرِ ، وَالْقِلَّةِ ، وَالذِّلَّةِ ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ.

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekurangan,kehinaan, serta aku berlindung kepada-Mu dari menzhalimi atau dizhalimi.”[20]

  • Do’a diselamatkan dari kehinaan dan bencana

اَللَّهُمَّ إنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ جَهْدِ اْلبَلَاءِ، وَدَرْكِ الشَّقَاءِ، وَسُوْءِ اْلقَضَاءِ، وَشَمَاتَةِ الْأَعْدَاءِ.

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari susahnya bala’ (bencana), tertimpa kesengsaraan, keburukan qadha’ (takdir), dan kegembiraan para musuh.”[21]

Senantiasa Terus-Menerus Berdzikir Kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Ingat, selalu berdzikir kepada Allah dalam semua keadaan, karena dengan berdzikir akan membuat hati tenang dan tenteram. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” [Ar-Ra’du/13: 28]

Baca dzikir sesudah shalat lima waktu, baca dzikir pagi dan sore, perbanyak istighfar, minta ampun kepada Allah atas semua dosa dan selalu minta tolong kepada Allah dengan sabar dan shalat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” [Al-Baqarah/2: 153]

Minta tolong kepada Allah dengan Shalat, maka kita wajib mengerjakan shalat yang lima waktu. Kemudian kerjakan shalat-shalat sunnat, shalat sunat rawatib, shalat tahajud dan witir, shalat dhuha, dan kerjakan shalat lima waktu di masjid.

Mudah-mudahan dengan cobaan, ujian, musibah, wabah dan bencana yang kita alami ini kita lulus ujian, kita terima dengan sabar dan ridho, dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala  mengangkat wabah, bencana, penyakit, dan kesulitan yang sedang kita alami sekarang ini. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menghapus dosa-dosa kita, mengembalikan kita kepada Allah untuk selalu bertaubat atas semua dosa, menyadarkan kita untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan segala larangan-larangan-Nya, mengangkat derajat kita, dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan kita ke dalam Surga-Nya. Aamin ya Rabbal ‘Alamiin.

Mudah-mudahan penjelasan tentang “DUNIA INI ADALAH TEMPAT COBAAN DAN UJIAN” ini bermanfaat bagi penulis dan kaum Muslimin.

Semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para Shahabatnya, dan orang-orang yang mengamalkan dan membela Sunnah beliau sampai akhir zaman.

وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Ahad, 18 Sya’ban 1441 H/ 12 April 2020
_______
Footnote
[1] Kekurangan jiwa, seperti yang kita lihat sekarang ini berkaitan dengan wabah virus Corona, banyak sekali orang-orang yang mati di setiap negara, ratusan bahkan sampai ribuan. Wabah seperti ini pernah terjadi pada zaman dahulu yaitu Tha’uun yang merupakan wabah penyakit menular yang mematikan puluhan ribu orang, dan ini semua berjalan atas kehendak Allah Yang Maha Tahu, Maha Adil, Maha Bijaksana dan Maha Sayang kepada hamba-hamba-Nya.
[2] Taisiir al-Karimir Rahman fi Tafsiiri Kalamil Mannan (hlm. 72-73) cet. IV Daar Ibnul Jauzi, th. 1431 H.
[3] ‘Alqamah bin Qais bin ‘Abdullah bin Malik An-Nakha’i. Salah seorang tokoh dari ulama Tabi’in. Beliau dilahirkan pada masa hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan wafat pada tahun 62 H (681 M).
[4] Shahih: Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (juz 28/no. 34197-34200), al-Baihaqi (IV/66) dan lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahab dalam Taisiirul Aziizil Hamiid fi Syarhi Kitaabit Tauhiid (II/892).
[5] Hasan: HR. at-Tirmidzi (no. 2396) dan Ibnu Majah (no. 4031). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah (no. 146).
[6] Al-Mulakhkhash fii Syarh Kitaabit Tauhiid  (hlm. 283) karya Syaikh DR. Sholeh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan.
[7] Tentang empat tingkatan manusia ketika dapat cobaan dan ujian dan definisi sabar, dinukil dengan sedikit tambahan dan penjelasan dari penulis, dari kitab Syarah Riyadush Shalihiin (I/172-174) Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah.
[8] Shahih: HR. Ibnu Majah (no. 4024) dan al-Hakim (IV/307). Al-Hakim berkata: Shahih menurut syarat Muslim, dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahihah (no. 144).
[9] Hasan: HR. at-Tirmidzi (no. 1021) dan Ibnu Hibban (no. 726-Mawaarid), dari Shahabat Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu.
[10] Shahih: HR. al-Bukhari (no. 5660) dan Muslim (no. 2571), dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu.
[11] Shahih: HR. al-Bukhari (no. 5641), dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Radhiyallahu anhuma
[12] Shahih: HR. Abu Ya’la (no. 6069), Ibnu Hibban (no. 693-Mawaarid), dan al-Hakim (I/344), ia berkata: sanadnya shahih.
[13] Shahih: HR. al-Bukhari (no. 5652) dan Muslim (no. 2576).
[14] Do’a-do’a yang ma’tsur (yang diriwayatkan) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Anda bisa baca di buku Do’a & Wirid; Yazid bin Abdul Qadir Jawas, cet. Ke-34-Pustaka Imam Syafi’i-Jakarta.
[15] “Barangsiapa yang melihat orang lain yang tertimpa cobaan/musibah, kemudian ia (yang melihat) mengucapkan (do’a di atas), maka cobaan/musibah tersebut tidak akan menimpanya.” Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 3431, 3432) dan Ibnu Majah(no. 3892). Lihat Do’a & Wirid; Yazid bin Abdul Qadir Jawas, (hlm 281-cet. Ke-34).
[16] Shahih: HR. at-Tirmidzi (no. 3505), al-Hakim (I/505) dan lainnya.
[17] Hasan: HR. Abu Dawud (no. 5090) dan Ahmad (V/42).
[18] Shahih: HR. al-Bukhari (no. 6345, 6346, 7426, 7431), Muslim (no. 2730) dan lainnya, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma.
[19] Shahih: HR. Muslim (no. 2739 (96)) dan Abu Dawud (no. 1545), dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma.
[20] Shahih: HR. an-Nasaa-i (VIII/261) dan Abu Dawud (no. 1544) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[21] Shahih: HR. al-Bukhari (no. 6347, 6616) dan Muslim (no. 2707) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
Kembali ke bagian 1

  1. Home
  2. /
  3. A7. Hikmah Dibalik Musibah
  4. /
  5. Dunia Ini Adalah Tempat...