Bersedekah dan Membantu Orang yang Mengalami Kesulitan(1)
ANJURAN BERSEDEKAH DAN MEMBANTU ORANG-ORANG YANG SEDANG MENGALAMI KESULITAN
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
إِنَّ الْـحَمْدَ لِلهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَـعِيْنُهُ وَنَسْتَغْـفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّـئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِاللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْلَاإِلٰـهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَـهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُـهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan kejelekan amalan-amalan kami. Siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, danakubersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.
Musibah Yang Menimpa Kaum Muslimin
Sebagaimana yang sudah kita ketahui semuanya bahwa seluruh dunia telah terjadi musibah dan bencana besar yaitu penyebaran wabah virus Corona (Covid-19), penyebaran wabah ini merata ke seluruh negara-negara berkembang maupun negara maju. Karena cepatnya penyebaran virus Corona ini (Covid-19), sehingga menelan puluhan ribu nyawa manusia di berbagai negara. Dan setiap negara berusaha mencegah dengan berbagai cara, ada yang dengan Lockdown secara total ada pula yang hanya sebagian. Untuk di Indonesia sendiri hanya sebagian saja dengan istilah “Di Rumah Saja”, dengan himbauan pemerintah untuk “Di Rumah Saja”, maka seluruhnya dihimbau untuk dikerjakan di rumah apakah itu kerja, dagang, sekolah, kuliah dan lainnya, semuanya diliburkan. Semua sektor perekonomian dan perdagangan jadi macet, sehingga menimbulkan kerugian yang besar dan menimbulkan masalah baru, banyak karyawan yang di PHK, banyak yang tidak kerja lagi, banyak yang tidak punya mata pencaharian lagi, banyak pedagang yang bangkrut, banyak pengangguran, sehingga dengan itu semua bertambah jumlah orang-orang yang fakir, miskin, kesulitan, kelaparan, dan belum lagi yang meninggal dan terserang berbagai macam penyakit. Allahul Musta’aan. Allahumma Inna Nas-alukal ‘Afwa wal ‘Afiyah.
Dalam kondisi yang sulit seperti ini, banyaknya orang yang susah, kelaparan, sakit dan lainnya, maka wajib bagi kaum Muslimin untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, wajib membantu orang-orang yang susah, sulit, fakir, miskin, yang sakit maupun yang kelaparan. Kita wajib menolong dan membantu mereka. Diantara bentuk pertolongan yang besar yang sangat dibutuhkan sekarang adalah anjuran bersedekah, mengeluarkan zakat dan sedekah, disamping dengan uang, juga makanan, sembako, dan kebutuhan-kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh kaum Muslimin. Maka kepada para pejabat, orang-orang kaya dan orang-orang yang mampu, dihimbau untuk segera mengeluarkan zakat Anda, dan segera sedekahkan apa yang ada pada kita untuk membantu kaum Muslimin yang fakir, miskin, yang kelaparan dan lainnya.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“… Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan…” [Al-Maa-idah/5: 2]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا ﴿٨﴾ إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا ﴿٩﴾ إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا
”Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan, (sambil berkata), ’Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan wajah Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu. Sungguh, kami takut akan (adzab) Rabb pada hari (ketika) orang-orang berwajah masam penuh kesulitan.’”[Al-Insaan/76: 8-10]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَلَا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ﴿١١﴾وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ﴿١٢﴾فَكُّ رَقَبَةٍ﴿١٣﴾أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ﴿١٤﴾يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ﴿١٥﴾أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ
”Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar?Dan tahukah kamu apakah jalan yang mendaki dan sukar itu?(Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya) atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir.”[Al-Balad/90: 11-16]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍيَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِـيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِـي عَوْنِ أَخِيْهِ…
“Barangsiapa yang melapangkan untuk seorang mukmin satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan melapangkan untuknya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong hambanya selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya…”[1]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
وَمَنْ كَانَ فِـيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ كَانَ اللهُ فِـيْ حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍكُرْبَةً فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“…Barangsiapa memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa melepaskan satu kesulitan dari seorang muslim, Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari Kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya pada hari Kiamat.”[2]
Di dalam dua hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang melapangkan kesusahan dan kesulitan seorang Mukmin, maka Allah Tabaraka wa Ta’ala akan melapangkan dan menghilangkan kesusahan dan kesulitan di hari kiamat.
Yang wajib diketahui bahwa kesusahan dan kesulitan di hari Kiamat sangat berat dan sangat dahsyat. Dan ketakutan yang paling besar adalah di hari kiamat. Kesusahan dan kesulitan di dunia tidak seberapa dibandingkan dengan kesulitan di akhirat. Oleh karena itu kita wajib membantu orang-orang yang mengalami kesulitan, kesusahan, kelaparan, orang-orang fakir miskin, bantu mereka karena Allah. Mudah-mudahan Allah lapangkan dan hilangkan kesulitan kita di hari kiamat.Aamiin.
Keutamaan Bersedekah Dalam Kehidupan Seorang Mukmin
Seorang mukmin tujuan hidupnya adalah akhirat yaitu Sorga yang abadi. Karena itu, ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan amal-amal shalih dengan ikhlas dan ittiba’ (mengikuti petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) agar ia dimasukkan ke Surga. Bagi seorang mukmin, hidup sepenuhnya adalah untuk beribadah kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dan mencari harta (mata pencaharian) dalam rangka ibadah kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, untuk menunaikan kewajiban, dan memenuhi hak kebutuhan anak, istri, orang tua, dan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Orang yang tujuannya akhirat akan dimudahkan urusannya oleh Allah Azza wa Jalla dan diberikan kekayaan hati.
Tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dalam kehidupan akhiratnya kelak selain iman dan amal shalih yang pernah ia lakukan dengan ikhlas karena Allah Tabaraka wa Ta’ala. Orang-orang yang beramal shalih dijanjikan Allah dengan Surga. Berbahagialah orang-orang dermawan, yang memelihara hak-hak orang miskin, anak yatim, dan orang-orang fakir. Beruntunglah orang-orang yang menginfakkan hartanya dengan ikhlas karena Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dan merugilah orang-orang yang bakhil, kikir, pelit, dan kedekut yang menahan hartanya dari orang-orang yang berhak ia berikan.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ ﴿٥﴾ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ ﴿٦﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ ﴿٧﴾ وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ ﴿٨﴾ وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ ﴿٩﴾ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ ﴿١٠﴾ وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّىٰ
ﱡMaka barangsiapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (Surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan). Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan). Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa.” [Al-Lail/92: 5-11]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَـجْتَمِعُ الشُّحُّ وَالْإِيْمَانُ فِـيْ قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا.
‘Tidak akan pernah berkumpul antara kekikiran dan iman di hati seorang hamba selama-lamanya.””[3]
Di antara amal shalih yang besar ganjarannya dan mulia di sisi Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah sedekah. Sedekah memiliki rahasia yang mengagumkan dalam menolak bencana. Dengan sedekah, Allah akan menolak berbagai macam bencana. Hal ini sudah diketahui di kalangan manusia, baik kalangan terpelajar maupun masyarakat umum. Penduduk bumi pun mengakuinya karena pernah mencobanya.
Pada hakikatnya harta yang kita miliki adalah harta yang telah kita habiskan dan kita sedekahkan, sedangkan harta yang kita tinggalkan dan kita simpan adalah milik ahli waris kita.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّكُمْ مَالُ وَارِثِهِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ مَالِهِ؟ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا مِنَّا أَحَدٌ إِلَّا مَالُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ، قَالَ: فَإِنَّ مَالَهُ مَا قَدَّمَ وَمَالَ وَارِثِهِ مَا أَخَّرَ.
”Siapakah diantara kalian yang mencintai harta ahli warisnya lebih daripada mencintai hartanya sendiri? Mereka menjawab, ”Ya Rasulullah! Tidak ada seorang pun diantara kami melainkan lebih mencintai hartanya sendiri.”Lalu beliau bersabda,”Sesungguhnya hartanya sendiri itu ialah apa yang telah dipergunakannya (disedekahkannya) dan harta ahli warisnya ialah apa yang ditinggalkannya.”[4]
Dari Mutharrif bin ‘Abdullah bin asy-Syikhkhir, dari ayahnya Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku pernah mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sedang membaca ayat:
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ
“Bermegah-megahan telah melalaikan kalian.” [At-Takaatsur/102: 1]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَقُوْلُ الْعَبْدُ: مَالِـيْ، مَالِـيْ، إِنَّمَا لَـهُ مِنْ مَالِهِ ثَلَاثٌ: مَا أَكَلَ فَأَفْنَى، أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَـى، أَوْ أَعْطَى فَاقْتَنَى، وَمَا سِوَى ذٰلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ.
“Seorang hamba berkata, ‘Hartaku! Hartaku! Sesungguhnya ia hanya memiliki tiga hal dari hartanya: (1) apa yang telah ia makan lalu habis, atau (2) apa yang ia kenakan lalu usang, atau (3) apa yang ia berikan lalu ia simpan untuk akhiratnya. Adapun selain itu, maka ia akan pergi dan ditinggalkannya untuk orang lain.”[5]
Seorang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan hari Akhir hendaknya berlomba-lomba bersedekah karena sedekah merupakan bukti keimanan, menghapuskan dosa, memudahkan jalan menuju surga, dan menghindarkan seseorang dari api Neraka. Seorang mukmin harus yakin seyakin-yakinnya bahwa apa saja yang kita miliki pasti habis dan apa yang ada di sisi Allah pasti kekal.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
مَا عِنْدَكُمْ يَنْفَدُ ۖ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ بَاقٍ
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal…” [An-Nahl/16: 96]
Seorang Mukmin harus yakin bahwa apa yang ia sedekahkan dan infakkan pasti akan diganti oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ رَبِّي يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ ۚ وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Katakanlah, ‘Sungguh, Rabb-ku melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya.’ Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezeki yang terbaik.” [Saba’/34: 39]
Sedekah dalam Islam memiliki kedudukan yang tinggi dan agung. Sedekah memiliki kedudukan yang penting dalam menyebarkan dakwah Islam. Sedekah memiliki nilai tinggi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Apabila seorang muslim dan muslimah setiap hari bersedekah kepada orang-orang yang susah, orang yang kelaparan, fakir miskin, dan orang-orang yang mengalami kesulitan, dan memenuhi kebutuhan mereka sambil mendakwahkan mereka ke jalan yang benar dan dilakukan ikhlas semata-mata karena Allah Tabaraka wa Ta’ala dan mengharap ganjaran dari Allah Tabaraka wa Ta’ala semata, maka insyaa Allah akan membantu tersebarnya dakwah Islam dan juga dapat meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.
Harta benda yang kita miliki pada hakikatnya milik Allah, yang harus kita gunakan menurut apa yang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara yang diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya adalah kita wajib mengeluarkan zakat dan kita diperintahkan dan dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk sedekah dan infak, baik dalam keadaan senang maupun susah.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat orang yang bertakwa,
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
“(Yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit…” [Ali ‘Imran/3: 134]
Kita wajib berjihad dengan harta kita dengan membantu dakwah Ahlus Sunnah, menyebarkan dakwah Islam, membantu para da’i dan para ustadz, sekolah-sekolah Islam dan pondok pesantren-pondok pesantren Ahlus Sunnah, agar dakwah yang haq ini berkembang. Kaum muslimin harus berinfak dan bersedekah agar dakwah Islam, dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah tegak dimuka bumi. Kaum muslimin harus mengetahui bahwa orang-orang kafir pun berinfak dan bersedekah untuk menutup, mencegah, serta memporak-porandakan dakwah Islam.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ ۗ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu menginfakkan harta mereka untuk menghalang-halangi (orang) darijalan Allah. Mereka akan (terus) menginfakkan harta itu kemudian mereka akan menyesal sendiri, dan akhirnya mereka akan dikalahkan. Ke dalam Neraka Jahannamlah orang-orang kafir itu akan dikumpulkan.” [Al-Anfaal/8: 36]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdakwah di Makkah dibantu, disokong, dan didukung oleh Khadijah binti Khuwailid Radhiyallahu anha dan Abu Bakar Radhiyallahu anhu, sampai-sampai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَفَعَنِـيْ مَالٌ قَطُّ إِلَّا مَالُ أَبِـيْ بَكْرٍ.
“Tidak ada harta yang lebih bermanfaat bagiku selain harta Abu Bakar.”[6]
Ingatlah bahwa harta yang kita sedekahkan dan infakkan tidak akan berkurang, bahkan Allah Tabaraka wa Ta’ala akan memberkahi harta yang disedekahkan dan menyuburkannya.
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah…” [Al-Baqarah/2: 276]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللهُ.
“Sedekah tidak mengurangi harta. Allah tidak menambah kepada seorang hamba karena sifat maafnya, kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seseorang merendahkan diri (tawadhu’) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.”[7]
Dan yang wajib diperhatikan oleh setiap muslim dan muslimah bahwa kita bersedekah dan berinfak serta mengerjakan ibadah-ibadah yang lainnya wajib ikhlas karena Allah dan dengan tujuan agar masuk surga. Tujuan bersedekah itu bukan karena ingin pamer, riya’, kaya, lulus ujian, naik jabatan, atau ingin diganti hartanya sekarang di dunia, dan lainnya. Tujuan kita sedekah harus semata-mata karena Allah dan tujuannya adalah mengharap balasan di negeri akhirat, bukan tujuan duniawi.
Ayat-Ayat Dan Hadits-Hadits Yang Memerintahkan Dan Menganjurkan Untuk Bersedekah Dan Berinfak
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rizki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli, tidak ada lagi persahabatan, dan tidak ada lagi syafa’at. Orang-orang kafir itulah orang yang zhalim.”[Al-Baqarah/2: 254]
“Allah Azza wa Jalla menganjurkan orang-orang yang beriman untuk bersedekah dan berinfak pada setiap jalan dan pintu kebaikan. Dan Allah menyebutkan bahwa Dia-lah yang memberikan nikmat-nikmat-Nya dengan berbagai macam jenisnya kepada hamba-hamba-Nya. Dan Allah Azza wa Jalla tidak memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menginfakkan seluruh hartanya, tetapi memerintahkan mereka menginfakkan sebagian harta mereka. Allah Azza wa Jalla juga mengabarkan bahwa infak-infak yang telah mereka keluarkan akan menjadi simpanan di sisi Allah pada hari Kiamat, pada hari tidak bermanfaat lagi tukar-menukar dengan jual beli maupun selainnya, tidak bermanfaat pula syafa’at. Setiap orang berkata, “Adakah (kebaikan) yang dulu aku kerjakan untuk (menghadapi) hidup (di akhirat) ini.”Maka terputuslah seluruh sebab, kecuali sebab-sebab yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla dan keimanan kepada-Nya, yaitu pada hari di mana anak dan harta tidak dapat memberikan manfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
“(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” [Asy-Syu’araa’/: 88-89)[8]
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.Dan apa pun yang kamu infakkan, tentang hal itu, sungguh, Allah Maha Mengetahui.”[Ali ‘Imran/3: 92][9]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ أُنْفِقْ عَلَيْكَ.
‘Berinfaklah, wahai anak Adam!Niscaya Aku akan berinfak kepadamu.’”[10]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para wanita,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَلَوْ مِنْ حُلِيِّكُنَّ، فَإِنَّكُنَّ أَكْثَرُأَهْلِ جَهَنَّمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Wahai kaum wanita, bersedekahlah! Meskipun dengan perhiasan kalian. Sesungguhnya pada hari Kiamat kalian adalah penghuni Neraka Jahannam yang paling banyak.”[11]
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الْاِسْتِغْفَارَ فَإِنِّـيْ رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ، فَقَالَتِ امْرَأَةٌ مِنْهُنَّ جَزْلَـةٌ: وَمَا لَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ؟ قَالَ: تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ…
“Wahai para wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah beristighfar (minta ampun kepada Allah) karena sungguh aku melihat kalian sebagai penghuni Neraka yang paling banyak.”Berkatalah seorang wanita yang cerdas di antara mereka, “Mengapa kami sebagai penghuni Neraka yang paling banyak, wahai Rasululllah?” Beliau menjawab, “Karena kalian banyak melaknat dan banyak mengingkari kebaikan suami…”[12]
Pengertian Sedekah
Ash-shadaqah( اَلصَّدَقَةُ ) menurut bahasa Arab bentuk jamak (plural)nya adalah shadaqaat ( صَدَقَاتٌ ).Tashaddaqtu( تَصَدَّقْتُ ), artinya aku memberikannya sedekah. Orang yang bersedekah disebut mutashaddiq.
Sedangkan menurut istilah, shadaqah (sedekah) ialah pemberian yang diniatkan (dimaksudkan) untuk mencari ganjaran pahala di sisi Allah Ta’ala.[13]
Al-‘Allamah al-Ashfahani rahimahullah berkata, “Shadaqahialah harta yang dikeluarkan oleh pemiliknya sebagai bentuk taqarrub, seperti zakat. Akan tetapi, pada asalnya shadaqah itu dikatakan untuk (pemberian) yang sunnah, sedangkan zakat untuk yang wajib.”[14]
Ibnu Manzhur rahimahullah berkata, “Sedekah ialah apa yang diberikan kepada orang fakir karena Allah.”[15]
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Disebut sebagai sedekah karena ia merupakan sebuah bukti atas kepercayaan pelakunya dan kebenaran (shidq) keimanannya, baik lahir maupun batin, maka sedekah itu adalah keyakinan dan kebenaran imannya.”[16]
Keutamaan Sedekah
_______
Footnote
[1] Shahih: HR. Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah I.Lafazh ini milik Muslim.
[2] Muttafaq ‘alaih: HR. Al-Bukhari (no. 2442) dan Muslim (no. 2580), dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu anhuma.
[3] Shahih lighairihi: HR. Ahmad (II/342), an-Nasa-i (VI/13), al-Baihaqi (IX/161), Ibnu Hibban (no. 3240–At-Ta’liiqaatul Hisaan), al-Hakim (II/72) dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 2619). Lihat Shahiih al-Jaami’ishShaghiir(no. 7616).
[4] Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 6442). Dari ’Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu.
[5] Shahih: HR. Muslim (no. 2959).
[6] Shahih: HR. Ahmad (II/253, 366), at-Tirmidzi (no. 3661), Ibnu Majah (no. 94), dan selainnya dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[7] Shahih: HR. Muslim (no. 2588) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[8] Lihat Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiri Kalaamil Mannaan karya Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di V (hlm. 111), cet. IV Daar Ibnul Jauzi th. 1431 H.
[9] Ayat-ayat yang menganjurkan untuk sedekah bisa dilihat: Al-Baqarah: 261, 262, 265, 267, 270, 271, 272, 273, 274, 276. Ali ‘Imraan: 92, 134. Al-Hadiid: 18. Al-Munaafiquun: 10. Dan masih banyak lagi.
[10] Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 5352) dan Muslim (no. 993).
[11] Shahih: HR. At-Tirmidzi (no. 635), Ahmad (I/425, 433), al-Hakim (IV/602-603), dan Ibnu Hibban (no. 4234–At-Ta’liiqaatul Hisaan) dari Zainab, istri Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anuma.
[12] Shahih: HR. Muslim (no. 79), Ahmad (II/66-67), dan Ibnu Majah (no.4003), dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma. Lihat Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 7980) dan Irwaa-ul Ghaliil (I/205).
[13] Lihat at-Ta’riifaat (hlm. 132) karya al-Jurjani V.
[14] Mufradaat Alfaazhil Qur-an (hlm. 480).
[15] Lisaanul ‘Arab (VII/309).
[16] Syarh Shahiih Muslim (VII/48).
- Home
- /
- A9. Fiqih Muamalah8 Sedekah...
- /
- Bersedekah dan Membantu Orang...