Menghadiahkan Pahala Thawaf, Sa’i Sebelum Thawaf

MENGHADIAHKAN PAHALA THAWAF DAN YANG LAIN KEPADA KAUM MUSLIMIN YANG MENINGGAL

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Seorang wanita bertanya “Ketika di Mekkah, saya mendapat berita bahwa seorang wanita kerabat saya meninggal, lalu saya thawaf di sekeliling Ka’bah dan saya niatkan pahalanya untuk dia. Apakah demikian itu boleh ?”.

Jawaban
Ya, kamu boleh thawaf sebanyak tujuh kali putaran di sekeliling Ka’bah dan pahalanya kamu peruntukkan orang yang kamu kehendaki dari kaum Muslimin. Ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad Rahimahullah. Yaitu beliau berkata : “Bentuk ibadah apapun yang dilakukan seorang muslim dan pahalanya diperuntukkan orang muslim lain yang meninggal atau hidup, maka demikian itu bermanfaat baginya. Baik ibadahnya dalam bentuk amaliah badan murni seperti shalat dan thawaf, atau dalam bentuk harta saja seperti sedekah, atau memadukan keduanya”. Tapi seyogianya seseorang mengetahui bahwa yang utama bagi manusia adalah menjadikan semua amalnya yang shalih untuk dirinya sendiri dan mengkhususkan orang yang dikehendaki dari kaum muslimin dengan do’a, Sebab demikian ini adalah yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya.

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika manusia meninggal maka terputus amalnya kecuali tiga hal : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendo’akan kepadanya“.

THAWAF DI LANTAI ATAS MASJIDIL HARAM

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Saya menunaikan haji pada tahun 1400H. Dan ketika saya kembali pada hari kedua dari hari thasyriq setelah matahari condong ke barat saya langsung thawaf wada’, kemudian saya pergi itu dari perkemahan yang terletak di akhir Mina ke tempat melontar adalah dengan jalan kaki. Maka ketika kami sampai di Masjidil Haram, kami dapatkan masjid telah penuh sesak dengan manusia dan orang-orang yang thawaf sampai ke serambi masjid, dan waktu itu adalah dzuhur sedangkan kami dalam keadaan letih karena berjalan, maka kawan saya berkata, mari kita thawaf di lantai atas untuk menghindari berdesak-desakan dan terik matahari. Setelah thawaf kami pulang. Maka ketika kami pergi haji pada tahun ini saya bertanya kepada sebagian Syaikh di Idarat al-Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta wa Da’wah wal Irsyad (Lembaga Kajian Ilmiah, Fatwa, Da’wah dan Bimbingan) di Mina, maka diantara mereka mengatakan, bahwa karena padatnya manusia dalam thawaf di bawah teras maka tidak mengapa bila mereka thawaf di lantai atas. Tapi di antara mereka ada yang mengatakan tidak boleh karena tingkat atas lebih tinggi dari Ka’bah. Bagaimana penjelasan dalam hal ini ?

Baca Juga  Menggantikan Haji Orang yang Mampu Melaksanakan Sendiri

Jawaban
Jika kondisinya sebagaimana disebutkan, maka tiada dosa atas kamu, dan thawaf kamu shahih.

NIAT THAWAF ORANG YANG MEMBAWA DAN DIGENDONG

Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Jika orang yang sa’i atau thawaf membawa anak kecil atau membawa orang sakit, apakah sa’i atau thawaf cukup bagi masing-masing orang yang membawa dan orang yang dibawa, ataukah tidak ?

Jawaban
Cukup mewakili keduanya dengan niat orang yang membawa dan orang yang dibawa yang telah berakal, menurut salah satu dari dua pendapat ulama.

MENDAHULUKAN HAJI ATAS THAWAF IFADHAH

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah bagi orang yang haji boleh mendahulukan sa’i atas thawaf ifadhah ?

Jawaban
Jika seseorang mengambil haji ifrad atau qiran maka dia boleh mendahulukan sa’i atas thawaf ifadhah, di mana dia melakukan sa’i setelah thawaf qudum sebagaimana dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya yang membawa kurban.

Adapun jika seseorang mengambil haji tamattu, maka dia wajib dua kali sa’i. Sa’i pertama ketika kedatangan ke Mekkah untuk umrah, sedangkan sa’i kedua ketika dalam haji. Dan yang utama sa’i keduanya, yakni sa’i haji dilaksanakan setelah thawaf ifadhah, karena sa’i mengikuti thawaf. Tapi jika sa’i didahulukan atas thawaf maka menurut pendapat yang kuat adalah tidak berdosa. Sebab Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Tidak mengapa”. Karena orang yang haji dalam hari Idul Adha melakukan lima manasik secara berurutan : melontar jumrah ‘aqabah, kemudian menyembelih kurban, kemudian bercukur/memotong rambut, kemudian thawaf di sekeliling Baitullah, kemduian sa’i antara Shafa dan Marwah. Kecuali bagi orang mengambil haji qiran atau tammatu’, maka dia sa’i setelah thawaf qudum.

Baca Juga  Satu Haji Atau Umrah Tidak Boleh Untuk Dua Orang

Dan yang utama adalah melakukan lima manasik tersebut secara berurutan sebagaimana telah kami sebutkan. Tetapi jika mendahulukan sebagiannya atas sebagian yang lain, khususnya karena ada keperluan, maka tidak mengapa. Demikian in merupakan rakhmat dan kemudahan dari Allah. Maka segala puji hanya bagi Allah Rabb semesta alam.

SA’I SEBELUM THAWAF DALAM UMRAH

Oleh
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta ditanya : Orang yang umrah tidak mengerti, lalu dia sa’i sebelum thawaf ? Apakah dia wajib mengulangi sa’i lagi setelah dia melaksanakan thawaf ?

Jawaban
Ia tidak wajib mengulangi sa’i. Sebab Abu Dawud dalam Sunnannya menyebutkan riwayat dengan sanad shahih dari Usamah bin Syarikh, ia berkata : “Saya pergi haji bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan manusia datang kepadanya. Di antara mereka ada yang berkata : “Ya Rasulullah, saya sa’i sebelum thawaf, atau saya mendahulukan sesuatu dan mengakhirkan sesuatu”. Mak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Tidak mengapa kecuali atas orang yang menodai kehormatan seorang Muslim dan dia dzalim, maka dialah orang yang berdosa dan binasa”.

SA’I LIMA KALI KEMUDIAN PERGI

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Sekelompok orang sa’i di Shafa dan Marwah lima kali putaran lalu mereka keluar dari tempat sa’i dan tidak ingat dua putaran selebihnya kecuali setelah mereka berada di kendaraan mereka. Bagaimana hukum tentang hal tersebut ?

Jawaban
Mereka wajib kembali ke tempat sa’i untuk menyempurnakan dua putaran yang belum dilakukan, dan tidak berdosa. Sebab kesinambungan antara putaran-putaran sa’i menurut pendapat yang kuat bukan sebagai syarat dalam sa’i. Dan jika mereka mengulangi sa’i dari awal maka tidak mengapa. Tapi yang benar adalah cukup bagi mereka dengan melakukan dua putaran dan telah sempurnanya sa’inya. Ini adalah pendapat terkuat dari dua pendapat pada ulama dalam hal tersebut.

[Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i, hal. 170-176, Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamaksyari Lc]

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah6 Haji...
  4. /
  5. Menghadiahkan Pahala Thawaf, Sa’i...