Memakan Daging dan Keju Produksi Negara-Negara Kristen
HUKUM MEMAKAN DAGING IMPORT
Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Apa hukumnya memakan daging import?
Jawaban
Daging (import) ini ada dua kemungkinan yaitu hewan yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan. Hewan yang boleh dimakan terbagi menjadi dua kemungkinan :
- Sembelihan ahli kitab, ini bisa berupa.
– Disembelih secara syari’at maka halal dimakan
– Dibunuh dengan cara (yang tidak syar’i), maka haram dimakan, karena kita tidak mengetahuinya dengan jelas. Nabi bersabda : ” دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ Tinggalkan apa yang meragukanmu, lakukan apa yang tidak meragukanmu“. - Bukan sembelihan ahli kitab, maka hukumnya haram.
Daging hewan yang tidak dimakan sembelihannya (hewan yang haram dimakan) maka ini hukumnya haram.
HUKUM MEMAKAN KEJU YANG DIPRODUKSI OLEH NEGARA-NEGARA KRISTEN
Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Sebagian keju yang diproduksi oleh negara-negara Kristen mencantumkan bahwa sebagian materi penyusunnya adalah senyawa yang diambil dari lambung sapi untuk proses fermentasi. Jika diduga kuat bahwa sapi tersebut tidak disembelih sesuai dengan syariat, maka apakah senyawa tadi juga menjadi haram karena ia mengikuti hukum sembelihannya (yaitu sapi yang tidak disembelih sesuai syari’at yang hukumnya haram,-pent)?
Jawaban
Tidak, karena para sahabat memakan keju yang mereka peroleh dari negeri Persia.
Dan senyawa penyusunan keju tersebut yang diambil dari hewan yang tidak disembelih secara Islami, maka senyawa tersebut najis dan haram. Dan di sini tidak ada bedanya apakah hewan tersebut disembelih atau tidak.
Mengenai perbuatan para sahabat yaitu memakan keju yang mereka peroleh dari Persia membukakan suatu pintu (bab) fiqih bagi kita yang jarang dibahas orang.
Lihatlah ! senyawa najis ini dalam prosesnya dicampur dalam susu yang jumlahnya sangat besar. Coba kita bandingkan dengan air suci yang turun dari langit dalam jumlah yang sangat banyak dalam suatu penampungan. Kemudian air tersebut kemasukan sedikit najis. Bolehkah kita meminum air ini dan bersuci dengannya ? Boleh, karena najis tersebut tidak mengalahkan kesucian air tersebut, dan sifat air itu tetap seperti semula yaitu suci dan mensucikan. Maka demikian pula dengan susu tersebut, ia suci dan boleh diminum.
Dan seandainya susu yang tercampur senyawa najis tersebut berubah menjadi keju, maka di sini aku sama sekali tidak dapat memberikan suatu pendapat. Akan tetapi jika ada sebagian ahli kimia yang meneliti bahwa keju dari susu yang tercampur senyawa najis tersebut telah berubah menjadi senyawa atau materi lain, maka masalah ini menjadi lebih mudah (ia menjadi halal ,-“pent)
Adapun jika ternyata senyawa tersebut masih dalam hakikat semula, tetapi ia teramat kecil bila dibandingkan jumlah susu yang telah berubah menjadi keju, maka jawabnya adalah sebagaimana yang baru saja disebutkan (ia menjadi halal, -pent).
Perubahan materi sangat berpotensi merubah hukum-hukum syar’i. Dan perubahan materi termasuk sesuatu yang bisa mensucikan benda-benda yang najis dalam syariat Islamiyah.
Khamr diharamkan karena memabukkan. Tapi jika khamr tersebut mengalami perubahan dan menjadi cuka, maka cuka tersebut tidak lagi memabukkan dan hukumnyapun menjadi halal. Jadi cuka ini boleh diminum karena tidak memabukkan dan tidak pula najis.
[Disalin dari buku Majmu’ah Fatawa Al-Madina Al-Munawarah, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Albani, Penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani Hafidzzhullah, Penerjemah Adni Kurniawan, Penerbit Pustaka At-Tauhid]
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah9 Makanan...
- /
- Memakan Daging dan Keju...