Perbandingan Antara Dua Hari Raya

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZULHIJJAH

Pembahasan Keempat
Perbandingan Antara Dua Hari Raya
Para ulama telah membahas seputar permasalahan ini, ada yang mengutamakan ‘Idul Adh-ha atas ‘Idul Fithri dan ada yang sebaliknya. Setelah memaparkan keutamaan dua hari raya dan keduanya termasuk hari paling utama dalam setahun, maka yang rajih adalah ‘Idul Adh-ha lebih utama dari ‘Idul Fithri, karena ibadah dalam ‘Idul Adh-ha adalah sembelihan kurban dengan shalat sedangkan dalam ‘Idul Fithri adalah shadaqah dengan shalat. Padahal jelas sembelihan kurban lebih utama dari shadaqah, karena padanya berkumpul dua ibadah yaitu ibadah badan (fisik) dan harta. Kurban adalah ibadah fisik dan harta, sedangkan shadaqah dan hadyah hanyalah ibadah harta saja.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan bahwa ‘Idul Adh-ha lebih utama dari ‘Idul Fithri, karena dua hal:

  1. Ibadah di hari ‘Idul Adh-ha, yaitu kurban lebih utama dari ibadah di hari ‘Idul Fithri yaitu
  2. Shadaqah di hari ‘Idul Fithri ikut kepada puasa, karena diwajibkan untuk membersihkan orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan kejelekan dan memberi makan orang miskin serta disunnahkan dikeluarkan sebelum shalat. Sedangkan kurban disyari’atkan di hari-hari tersebut sebagai ibadah tersendiri, oleh karena itu disyari’atkan setelah shalat.

Allah -Ta’ala- berfirman tentang yang pertama:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىٰ﴿١٤﴾وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat Nama Rabb-nya, lalu dia shalat.” (Al-A’laa/87: 14-15)

Dan tentang yang kedua:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu dan berkurbanlah.” (Al-Kautsar/108: 2)

Kemudian Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan lagi, “Sehingga shalatnya orang-orang di negeri-negerinya sama kedudukannya dengan jama’ah haji yang melempar jumrah al-‘Aqabah dan sembelihan mereka di negeri-negerinya sama kedudukannya dengan sembelihan hadyu jama’ah haji.” [1]

Pembahasan Kelima
Memberi Ucapan Selamat Hari Raya
Dibolehkan saling mengucapkan selamat dengan ungkapan yang telah masyhur di antara mereka dan yang telah berlaku di antara kaum muslimin secara umum, seperti seorang muslim mengucapkan kepada saudaranya:  تقبل الله منا ومنكم  Taqabbalallaahu Minnaa wa Minkum (semoga Allah menerima ibadah dari kami dan engkau) dan عاده الله علينا وعليك بالخير والرحمة A’aadahullaahu ‘Alaina wa ‘Alaika bil Khairaat war Rahmah (semoga Allah mengulangnya kembali kepada kami dan engkau). Dalil keumuman mengucapkan kata selamat ini adalah pensyari’atan sujud syukur atas nikmat yang Allah berikan dan bencana yang dihilangkan, ta’ziyah, ungkapan gembira Nabi dengan kehadiran Ramadhan dan ucapan selamat Thalhah kepada Ka’ab dihadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau diam (menyetujui). Demikian juga dengan menganalogikannya kepada ucapan selamat sebagian muslim kepada yang lainnya dalam musim-musim kebaikan dan waktu-waktu ibadah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ditanya tentang ucapan selamat di hari raya, beliau menjawab, “Ucapan selamat hari raya sebagian mereka kepada yang lainnya jika bertemu setelah shalat ‘Id dengan ungkapan:  تقبل الله منا ومنكم  Taqabbalallaahu Minnaa wa minkum dan أعاده الله عليك   A’aadahullaahu ‘Alaika, serta ucapan sejenisnya, maka hal ini telah diriwayatkan dari sejumlah Sahabat bahwa mereka melakukannya, dan telah diperbolehkan oleh para imam, seperti Imam Ahmad dan yang lainnya.

Maka siapa yang melakukannya, ia memiliki panutan, dan yang meninggalkannya pun memiliki panutan… .”[2]

Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Telah sampai kepada kami riwayat dengan sanad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata: ‘Jika para Sahabat Rasulullah saling bertemu di hari raya, sebagiannya mengucapkan kepada sebagian lainnya,  تقبل الله منا ومنك  ‘Taqabbalallaahu minnaa wa minka.’”[3]

Baca Juga  Takbir Pada Dua Hari Raya dan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Pembahasan Keenam
Hal yang Dilarang di Hari Raya
Hari raya adalah salah satu syi’ar kemuliaan kaum muslimin. Pada hari itu mereka berkumpul, jiwa-jiwa menjadi bersih dan persatuan terbentuk serta pengaruh kejelekan dan kesengsaraan hilang, sehingga tidak tampak pada waktu itu kecuali kebahagian. Namun, nilai semua ini mulai terkontaminasi dengan yang lainnya dan dirasuki penyakit umat lain, sehingga sebagian fenomena buruk mulai tampak dipermukaan pada hari raya. Fenomena-fenomena ini ada dua macam, adakalanya (terjadi) kemunkaran yang tidak diperbolehkan dalam segala keadaan dan adakalanya masih dibawah kemunkaran namun dapat menghambat perjalanan masyarakat muslim dijalannya menuju Allah. Di antara fenomena tersebut adalah:

  1. Meniru orang kafir dalam Kita mulai melihat sebagian fenomena aneh pada masyarakat kita khususnya pada hari raya. Pada pakaian wanita berupa pakaian yang tumbuh dari meniru dan taklid buta kepada wanita kafir. Seorang muslimah yang memiliki semangat menjaga agama, kehormatan dan fithrahnya lebih berakal dan lebih mulia daripada wanita yang meniru orang yang jelas-jelas tempat kembalinya adalah Neraka, seburuk-buruk tempat.
  2. Yang dapat dilihat di hari raya adalah banyaknya wanita yang bertabarruj (memamerkan kecantikannya) dan tidak berhijab. Siapa yang shalat ‘Id di tanah Haram (tanah suci Makkah) akan merasakan hal ini!![4] Sepantasnyalah seorang muslimah yang menjaga kemuliaan dan kesuciannya untuk menutup aurat, sebab kemuliaan dan kehormatannya ada pada agama dan kesu-
  3. Sebagian orang menjadikan hari raya sebagai syi’ar kenekatan melaksanakan kemaksiatan, sehingga ia melakukan hal-hal yang diharamkan dengan terang-terangan dam di siang hari. Hal itu dengan mendengar nyanyian gila dan memakan makanan dan minuman yang Allah haram Dan ini adalah di seluruh negeri Islam. Hanya kepada Allah-lah kita mengadu. Termasuk juga dalam hal ini menghidupkan malam hari raya dengan pesta-pesta yang di sana terjadi pelanggaran hal-hal yang diharamkan Allah dan berkumpul untuk menggunjing dan namimah (mengadu domba), serta menyakiti kaum muslimin. Dalam pesta tersebut tidak ada tempat untuk dzikir kepada Allah atau mendengar kata-kata kebenaran.
  4. Banyak ziarah (kunjungan) yang campur-baur antara lawan jenis (ikhlath), pertemuan keluarga atau pertemuan trah (pertemuan keluarga besar). Di sana sebagian besar menganggap remeh perbuatan menyalami perempuan yang bukan mahramnya, seperti ipar, dan anak paman, padahal ini diharamkan!!
  5. Banyak terjadinya pesta yang berlebih-lebihan, membuat makanan dan minuman yang tidak berfaidah, bahkan sampai dibuang di mana-mana, padahal kaum muslimin di bumi Allah yang luas ini banyak yang wafat di pagi dan sore hari karena kelaparan. Mana perasaan seperti perasaan satu tubuh? Mana solidaritas sayang-menyayangi? Mana interaksi orang kaya dengan orang miskin?! Tidakkah sepantasnya kaum muslimin menyalurkan kelebihan makanan dan minuman mereka kepada saudara mereka yang membutuhkan di semua tempat? Inilah sesungguhnya yang harus dilakukan dan diharapkan.
  6. Hari raya menjumpai sebagian orang, namun hati mereka penuh dengan sifat dengki dan Padahal wajib bagi mereka untuk membersihkan hatinya dari penyakit-penyakit berbahaya ini, karena hari raya adalah satu kesem-patan untuk mensucikan jiwa dan menyatukan hati-hati kaum muslimin. Bagaimana hari raya menjumpai kaum muslimin sedangkan ia memboikot saudaranya, bahkan kerabatnya?! Sebabnya hanyalah kepentingan dunia yang fana ini!! Sesungguhnya hari raya satu kesempatan baik untuk melatih hati dan menjadikan jiwa untuk taat serta mengendalikannya dengan kendali kebenaran agar tetap bersih dan suci, mencintai orang lain sebagaimana ia suka diperlakukan seperti itu oleh orang lain. Inilah kaidah persaudaraan Islam yang suci.
  7. Sebagian orang tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan shalat hari raya dan tidak mau mendapatkan pahalanya, sehingga mereka tidak menyaksikan shalat dan do’a kaum muslimin. Terkadang, penyebab tidak hadirnya dalam shalat hari raya hanyalah begadang di malam harinya untuk sesuatu yang bukan ketaatan kepada Allah.
  8. Hari raya adalah perayaan tahunan yang berulang setiap tahunnya dua kali, sehingga sepatutnyalah kaum muslimin memanfaatkannya dan membongkar sisi kekurangan dan ketidaksempurnaan yang mereka miliki, lalu memper Di antara hal yang kita rasa tidak mampu orang lain memanfaatkannya di waktu-waktu ini adalah tidak adanya sikap empati terhadap para fakir dan miskin. Berapa banyak mereka tidak memiliki keluarga? Hari raya berlalu sama dengan hari-hari biasa lainnya, kefakiran menyusahkan, ketidakadaan menghadapi mereka dan musibah selalu menimpa mereka. Padahal disekitarnya banyak orang yang Allah anugerahkan harta dan kekayaan yang berkubang dengan be-ranekaragam kenikmatan, namun tidak memperdulikan mereka. Realita ini ada di semua kota dan perkampungan!!! Akan tetapi sedikit dan banyaknya tergantung pada kedermawanan dan kebakhilan orang-orang kaya serta pemberian muhsinin dan diamnya mereka.
  9. Di antara keadaan yang perlu dilihat yang terjadi berulang-ulang dalam hari raya dan malam-malam Ramadhan adalah kelakuan anak-anak dan remaja memainkan mercon yang mengganggu orang yang shalat dan merusak keamanan. Berapa banyak terjadi musibah dan kecelakaan dengan sebabnya!! Ada yang terkena matanya, yang lain terkena kepalanya dan yang lainnya lagi terkena betisnya dan seterusnya, namun orang-orang lalai terhadap hal ini. Yang lebih mengenaskan lagi adanya orang yang begadang dan menyebarkannya hanya karena haus terhadap keuntungkan materi semata tanpa melihat kepada mudharat yang ditimbulkannya dan tidak pula memperhatikan larangan negara terhadap mercon dan orang yang membuatnya. Kami tidak melarang bentuk-bentuk permainan yang baik dan mubah, khu-susnya untuk anak-anak, jika hal itu sesuai dengan ketentuan syari’at dan tidak ada larangannya. Bahkan pada hari raya dibolehkan melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan di hari lain.
  10. Sebagian mereka menghidupkan malam-malam dan siang hari raya dengan merusak kehormatan kaum muslimin, sehingga engkau dapati ia mencari-cari aurat kaum muslimin dan memancing di air keruh. Sarananya adalah gagang telepon atau pasar-pasar yang sekarang dipenuhi kaum wanita dalam keadaan memakai perhiasan mereka seluruhnya. Lalu rumah tangga yang indah menjadi hancur dan keluarga menjadi berantakan serta kehidupan berubah menjadi Neraka setelah sebelumnya aman tenteram!!
  11. Ada juga orang yang menjadikan hari raya sebagai kesempatan untuk melipatgandakan usaha jeleknya, hal ini dilakukan untuk menipu dan berbohong serta memakan harta orang lain dengan Seakanakan tidak ada yang mengawasi dan menghisabnya. Sehingga engkau dapati ia tidak takut menjual barang-barang yang Allah haramkan berupa makanan, minuman, alat permainan dan sarana-sarana penghancur rumah tangga dan masyarakat.
Baca Juga  Bagaimana Merayakan Hari Raya

Hari Raya yang Kami Inginkan

[Disalin dari kitab Ahkaamul ‘Iidain wa ‘Asyri Dzil Hijjah, Penulis Dr. ‘Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath-Thayyar. Judul dalam Bahasa Indonesia Lebaran Menurut Sunnah Yang Shahih, Penerjemah Kholid Syamhudi, Lc. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_____
Footnote
[1] Majmuu’ al-Fataawaa (XXIII/222).
[2] Majmuu’ al-Fataawaa (XXIV/253), al-Mughni (III/294) dan Haasyiyatul Raudh (II/522).
[3] Fat-hul Baari (II/446).
[4] Lebih-lebih di negeri Indonesia, hal ini jelas seperti matahari di siang bolong. Nas’alullaah al-‘Aafiat was Salaamah,-pen.

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah1 Hukum...
  4. /
  5. Perbandingan Antara Dua Hari...