Ucapan Salam Laki-Laki Kepada Wanita

MENCARI ILMU BAGI KAUM WANITA

Pasal 4
Ucapan Salam Laki- laki Kepada Wanita
Syaikh Musthafa al-‘Adawi mengatakan, “Bukan rahasia lagi bahwa hal itu boleh dilakukan jika dirasa aman dari fitnah. Sebagaimana diketahui bahwa pemberian salam bukan jabat tangan, karena berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram tidak diperbolehkan.”[1]

Dari Asma’ binti Yazid, dia menyampaikan hadits bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu hari pernah berjalan di masjid sedang ada segerombolan wanita tengah duduk-duduk, lalu beliau memberi isyarat dengan tangan sembari memberikan salam. [HR. At-Tirmidzi].

An-Nawawi rahimahullah (V/12) mengatakan, “Adapun kaum wanita, jika mereka dalam satu rombongan, maka boleh diberi salam kepada mereka oleh siapa saja sesama muslim. Dan jika hanya seorang diri, maka hanya boleh diberi salam oleh sesama wanita, suami, majikan atau mahramnya, baik dia itu cantik maupun tidak. Sedangkan wanita yang sudah tua yang tidak diminati lagi oleh laki-laki, maka disunnahkan untuk mengucapkan salam. Bagi salah seorang di antara keduanya yang mengucapkan salam terlebih dahulu, maka bagi yang lainnya wajib menjawabnya.

Dan jika seorang wanita yang masih muda atau sudah tua tetapi masih diminati oleh laki-laki, maka laki-laki yang bukan mahram sebaiknya tidak memberi salam kepadanya dan si wanita pun sebaiknya tidak memberi salam kepadanya. Dan jika di antara mereka ada yang memberi salam, maka tidak berhak untuk memberi jawaban dan dimakruhkan untuk memberi jawaban. Inilah yang menjadi pendapat kami dan pendapat Jumhur (mayoritas) ulama.”

Rabi’ah berkata, “Tidak diperbolehkan bagi kaum laki-laki untuk memberi salam kepada kaum wanita dan demikian sebaliknya. Dan ini adalah salah.”

Baca Juga  Pengantar Ummu Salamah As-Salafiyah

Sementara para ulama Kufah mengatakan, “Tidak diperboleh-kan bagi kaum laki-laki memberi salam kepada kaum wanita jika di antara mereka tidak terdapat mahram. Wallaahu a’lam.”

Syaikh Musthafa al-‘Adawi mengatakan, “Saya katakan, “Dan pendapat an-Nawawi rahimahullah disandarkan pada firman Allah Azza wa Jalla:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا

Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan (salam), maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” [An-Nisaa’/4: 86]

Dan dengan berdalil salam yang diucapkan oleh Ummu Hani’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Abu Hazim dari Sahal, dia berkata, “Kami berbahagia pada hari Jum’at. “Aku katakan kepada Sahal, “Ada apa gerangan?” Dia menjawab, “Kami memiliki wanita tua yang mengutus orang untuk mengambil budha’ah -kurma di Madinah-, lalu dia mengambil dari ujung pohon dan melemparnya ke kuali dan dimasukkan biji-bijian gandum. Dan jika kita sudah mengerjakan shalat Jum’at, kami pulang dan memberi salam kepadanya, lalu dia menghidangkan makanan tersebut kepada kami, sehinga kami berbahagia karenanya. Dan tidaklah kami tidur siang dan makan siang, kecuali setelah Jum’at.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا عَائِشَةُ، هَذَا جِبْرِيلُ يُقْرِئُكِ السَّلاَمَ، قُلْتُ: وَعَلَيْهِ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ، قَالَتْ: وَهُوَ يَرَى مَا لاَ نَرَى.

Wahai ‘Aisyah, ini Malaikat Jibril memberi salam kepadamu.’ Kukatakan, ‘Wa’alaihissalam warahmatullah (dan semoga keselamatan juga selalu tertuju kepadanya sekaligus rahmat Allah).’” ‘Aisyah berkata, “Dan Malaikat tersebut melihat apa yang tidak kita lihat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].

Al-Bukhari rahimahullah telah menggunakan hadits ini sebagai dalil yang membolehkan pemberian salam orang laki-laki kepada orang perempuan, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Fathul Baari (XI/33).

Baca Juga  Membantu Isteri dalam Menyelesaikan Pekerjaan Rumah

Sementara an-Nawawi (V/302) mengatakan, “Di dalamnya -yakni, di dalam hadits tersebut- diceritakan seorang laki-laki mengirimkan salam kepada wanita shalihah yang bukan mahram jika tidak dikhawatirkan akan adanya (dampak buruk). Sedangkan orang yang diberi salam harus menjawab salamnya itu.”

[Disalin dari buku Al-Intishaar li Huquuqil Mu’minaat, Edisi Indonesia Dapatkan Hak-Hakmu Wahai Muslimah, Penulis Ummu Salamah As-Salafiyyah, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Penerjemah Abdul Ghoffar EM]
______
Footnote
[1] Jaami’ Ahkaamin Nisaa’, kitab al-Adab, hal. 76.

  1. Home
  2. /
  3. A9. Wanita dan Keluarga...
  4. /
  5. Ucapan Salam Laki-Laki Kepada...