Tegar Di Atas Manhaj Salaf

TEGAR DI ATAS MANHAJ SALAF

Oleh
Ibnu Luqman Al-Atsari

Di tengah derasnya gelombang fitnah akhir zaman yang ditandai dengan bermunculannya jama’ah-jama’ah Islam, maka tegar di atas manhaj salaf adalah suatu kemestian.

Jama’ah-jama’ah Islam yang ada mengklaim bahwa merekalah yang paling benar. Mereka mengaku bahwa mereka mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi pada prakteknya mereka jauh dari pemahaman Al-Qur’an dan Sunnah yang benar.

Disinilah letak pentingnya berpegang teguh dengan manhaj Salaf. Sebagai penguat bahwa dalam memahami dien Islam ini, yang bersumber dari dua wahyu yang utama (Al-Qur’an dan Sunnah), harus diiringi dengan pemahaman dan manhaj yang benar yaitu manhaj salaf, Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Berikut ini sebagian fatwa para ulama kibar tentang wajibnya mengambil manhaj salaf dan bahayanya tahazzub. Wallahu Musta’an

Fatwa Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Soal :
Apa yang dimaksud dengan salafiyah ?

Jawab.
Ketika kita mengatakan kami adalah salaf, maka yang dimaksud adalah generasi terbaik yang ada di muka bumi ini setetlah para rasul dan para nabi. Mereka adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam generasi pertama umat ini, kemudian para tabi’in yang datang setelahnya, kemudian para tabiut tabi’in pada generasi ketiganya. Tiga generasi inilah nama Salaf di mutlakkan, mereka adalah sebaik-baiknya umat. Ketika kita menisbahkan kepada salaf maka maksudnya, aku menisbahkan kepada generasi terbaik. Perlu dipahami pula bahwa penisbahan kepada perorangan atau kepada jama’ah tertentu yang mungkin bisa salah atau berada dalam kesesatan, baik sebagian maupun keseluruhan.[1]

Soal :
Mengapa kita perlu memakai nama salafiyah ? Apakah itu termasuk dakwah hizbiyah, kelompok atau sebagai madzhab? Ataukah mungkin dia itu kelompok baru dalam Islam ?

Jawab.
Sesungguhnya kata “salaf” sudah dikenal secara bahasa Arab maupun syar’i. Sungguh telah shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Fatimah Radhiyalahu ‘anha ketika sakit yang membuatnya meninggal, beliau berkata : “Bertakwa dan bersabarlah engkau wahai Fatimah, sungguh pendahulu yang paling baik bagimu adalah aku”. Ulama banyak pula yang menggunakan istilah ini, contohnya adalah ketika mereka berdalil untuk memerangi bid’ah, mereka mengatakan.

Seluruh kebaikan adalah dengan mengikuti orang-orang salaf (terdahulu), dan semua keburukan pada bid’ahnya orang-orang khalaf (yang datang kemudian)

Akan tetapi ada orang yang mengaku berilmu mengingkari nisbah salafiyah dengan menyangka bahwa penisbahan ini tidak ada landasannya sehingga dia mengatakan : “Tidak boleh, seorang muslim berkata : Saya salafi”. Seakan-akan dia mengatakan : Tidak boleh seorang Muslim mengatakan : Saya mengikuti salafush shalih dalam jalan mereka dalam aqidah, dan suluk!”.

Tidak diragukan lagi bahwa pengingkaran seperti ini mengharuskan berlepas diri dari Islam yang shahih yang ditempuh oleh salafush shalih, yang pemuka mereka adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diisyaratkan dalam Shahihain dan yang lainnya bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang datang sesuadah mereka, kemudian yang datang sesudah mereka”.

Tidak boleh seorang muslim berlepas diri dari intisab kepada salafush shalih.

Orang yang mengingkari penisbahan ini tidakkah engkau melihat bahwasanya dia menisbahkan dirinya kepada suatu madzhab, entah dalam aqidah atau fiqh?!

Maka dia bisa saja jadi sorang Asy’ari atau Maturidi, atau termasuk Ahlil Hadits, atau Hanafi atau Syafi’i, atau Maliki atau Hanbali, dari nisbah-nisbah yang terhimpun dalam nama Ahlus Sunnah. Padahal setiap yang menisbahkan diri kepada madzhab Asy’ari atau madzhab imam empat berarti dia menisbahkan diri kepada person-person yang tidak ma’shum….

Baca Juga  Bolehkah Mengambil Kebaikan Setiap Firqah ?

Adapun orang yang menisbahkan kepada salafush shalih maka dia telah menisbahkan diri kepada kema’shuman –secara umum-.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebut sebagian tanda dari Firqatun najiyah bahwasanya mereka berpegang teguh dengan jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Barangsiapa yang berpegang teguh dengannya maka dia telah berada di atas petunjuk dari Rabbnya dengan yakin…[2]

Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Soal :
Bagaimana pendapat anda terhadap orang yang menamai dirinya salafi atau atsari? Apakah ini termasuk tazkiyah?

Jawab.
Apabila memang benar dia itu atsari atau salafi, maka tidaklah mengapa. Semisal apa yang dikatakan oleh para salaf, “si fulan salafi, si fulan atsari, itu adalah tazkiyah yang harus, tazkiyah yang wajib”.[3]

Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Soal :
Apakah orang yang menamai dirinya salafi dianggap hizbi?

Jawab.
Menamai dirinya salafi apabila memang benar, maka tidak mengapa. Adapun apabila hanya sekedar pengakuan belaka, maka hal itu tidak dibenarkan menamai dirinya salafi sedangkan dia tidak di atas manhaj salaf. Maka orang-orang Asya’irah juga mengatakan : “Kami Ahlus Sunnah wal Jama’ah”, perkataan mereka tidak benar, karena mereka tidak berada di atas manhaj Ahlus Sunnah, demikian pula Mu’tazilah mereka menyebut diri mereka orang-orang yang muwahhid.

Orang yang mengklaim dirinya Ahlus Sunnah wal Jama’ah harus mengikuti jalannya Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan meninggalkan jalannya orang-orang yang menyelisihi.[4]

Soal :
Bolehkah bagi ulama menjelaskan kepada para pemuda dan orang awam tentang bahayanya hizbi dan perpecahan?

Jawab.
Ya, bahkan wajib menjelaskan bahayanya perpecahan agar manusia berada di atas petunjuk. Karena orang awam akan tertipu, betapa banyak orang awam zaman sekarang tertipu dengan jama’ah-jama’ah yang ada, menyangka mereka di atas kebenaran?! Maka harus kita jelaskan kepada manusia baik pelajar maupun orang awam. Karena apabila ulama diam manusia akan mengatakan : “Lihatlah para ulama saja tidak berkomentar”, lewat celah inilah kesesatan bisa masuk. Ketika membicarakan dan mejelaskan masalah ini, tujuannya adalah agar manusia berada di atas ilmu terhadap perkara mereka”.[5]

Fatwa Lajnah Da’imah 
Soal :
Apakah yang dimaksud dengan salafiyah?

Jawab.
Salafiyah adalah nisbah kepada salaf, dan salaf mereka adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para imam yang mendapat petunjuk dari tiga generasi terdahulu yang telah direkomendasikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kebaikan dalam sabdanya.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ يَجِيءُ أَقْوَامٌ تَسْبِقُ شَهَادَةُ أَحَدِهِمْ يَمِينَهُ، وَيَمِينُهُ شَهَادَتَهُ. رواه البخاري، ومسلم

“Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: yang paling baik adalah generasiku, kemudian yang setelahnya dan yang setelahnya. Setelah itu datanglah sekelompok kaum yang persaksian salah seorang di antara mereka mendahului sumpahnya, dan sumpahnya mendahului persaksiannya” [Muttafaq Alaihi]

Dan salafiyun adalah jama’ dari salafi nisbah kepada salaf. Mereka adalah orang-orang yang berjalan di atas manhaj salaf dengan mengikuti Kitab dan Sunnah, mendakwahkan dan beramal dengan keduanya, mereka itulah Ahlus Sunah wal Jama’ah.[6]

Baca Juga  Kewajiban Mengikuti Cara Beragamanya Sahabat

Fatwa Syaikh Muqbil bin Hadu al-Wadi’i
Berkata Syaikh Muqbil bin Hadi : “Ketahuilah bahwa mausia terbagi menjadi dua hizb (kelompok) : Hizbullah dan Hizbusysyaithan. Hizbullah, mereka mencintai setiap muslim di negeri mana pun, sama saja telah mengenalnya ataupun belum mengenalnya. Adapun apabila membatasi kecintaan, wala dan bara’ pada kelompok tertentu, maka itu adalah thaghut (hizbiyah). Loyalitas harus diberikan kepada setiap muslim di seluruh negeri Islam. Hizbiyah jahiliyah harus dimusnahkan, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda.

Ada apa dengan panggilan jahiliyah ini sedangkan saya berada di tengah-tengah kalian. Tinggalkanlah, karena hal itu sangat jelek

Hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan ketika mendengar dua kaum saling memanggil kaumnya masing-masing. Yang dari Anshar berkata : “Wahai orang-orang Anshar!”. Dan yang Muhajir tak ketinggalan berkata pula : “Wahai orang-orang Muhajir!”

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda. : “Seluruh perkara jahiliyah telah aku musnahkan di bawah kakiku

Semoga Alloh melindungi kita dari mengikuti hawa nafsu.[7]

Fatwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Tidak ada aib bagi orang yang menampakkan madzhab salaf, menyandarkan diri kepadanya, dan bangga dengan madzhab salaf. Bahkan hal itu wajib diterima menurut kesepakatan para ulama, karena tidaklah madzhab salah kecuali di atas kebenaran. Apabila dia sesuai dengan salaf secara lahir dan batin, maka dia bagaikan seorang mukmin yang berada di atas kebenaran secara lahir dan batin”[8]

Fatwa Syaikh Bakr Abu Zaid
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid : “Apabila dikatakan : salaf atau salafiyun, maka ini adalah nisbah kepada salaf, mereka adalah para sahabat seluruhnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, tidak terbawa arus dengan hawa nafsu, mereka tegar di atas manhaj nubuwwah, maka mereka disebut salaf, salafiyun, yaitu salafush shalih. Lafazh seperti ini jika dimutlakkan maka maksudnya adalah setiap orang yang mencontoh para sahabat walaupun orang itu hidup pada masa kita. Inilah yang dikatakan oleh para ahli ilmu. Penisbahan seperti ini tidak ada simbol tertentu yang keluar dari Al-Qur’an dan Sunnah, tidak akan terpisah walaupun sejenak dari generasi terdahulu. Adapun orang-orang yang menyelisihi mereka (para sahabat), dengan nama atau simbol bukanlah termasuk salaf sekalipun hidup di tengah-tengah mereka dan sezaman dengan mereka”[9]

[Disalin dari Majalah Al-Furqon Edisi 8 Tahun V/Rabi’ul Awal 1427H/April 2006. Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon, Alamat Maktabah Ma’had Al-Furqon, Srowo Sidayu, Gresik Jatim]
______
Footnote
[1] Al-Manhaj As-Salafi Inda Syaikh Al-Albani, hal.14
[2] Al-Manhaj As-Salafi Inda Syaikh Al-Albani hal.17, lihat pula Majalah Al-Ashalah edisi 9 hal. 87
[3] Kaset Muhadharah “Haqqul Muslim” pada tanggal 16-01-1413H di Thaif
[4] Al-Ajwibah Al-Mufidah hal. 16
[5] Muhadharat fil Aqidah wad Dakwah 318
[6] Fatawa Lajnah Da’imah 2/241 no. Fatwa 1361
[7] Ijabatus Sa’il ‘an Ahammi Masa;il hal. 375
[8] Majmu Fatawa 4/149
[9] Hukmul Intima’ hal. 36

  1. Home
  2. /
  3. A3. Konsisten Diatas Manhaj...
  4. /
  5. Tegar Di Atas Manhaj...