Fungsi Masjid, Antara Dulu dan Kini

FUNGSI MASJID ANTARA DULU DAN KINI

Kita menyaksikan banyak di antara kaum Muslimin hidup bertetangga dengan masjid, akan tetapi tidak banyak dari mereka yang masuk dan terlihat di dalamnya. Rumah-rumah mereka berdekatan dengan masjid, akan tetapi hati mereka jauh darinya. Ini adalah salah satu ciri kelemahan iman di dalam hati, karena memakmurkan masjid dengan cara shalat, ibadah, dan senantiasa mengunjunginya merupakan bagian dari tanda-tanda keimanan seseorang. Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman.

اِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ

“Yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah. Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” [at-Taubah/9: 18]

Kita menyaksikan banyak di antara mereka berdesakan di pasar-pasar dan menikmati rizki yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka. Akan tetapi mereka tidak pernah peduli dengan masjid dan tidak pernah bergabung dengan kaum Muslimin untuk menegakkan syi’ar-syi’ar agama. Allah subhanahu wata’ala berfirman,

اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطٰنُ فَاَنْسٰىهُمْ ذِكْرَ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ حِزْبُ الشَّيْطٰنِۗ اَلَآ اِنَّ حِزْبَ الشَّيْطٰنِ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ

Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; Mereka itulah golongan syaitan. ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.” [al-Mujadilah/58: 19]

Mereka telah mengharamkan diri-diri mereka untuk mendapatkan pahala dari setiap langkah kaki ke masjid, dan penghapusan dosa-dosa mereka, maka tinggalah dosa-dosa itu menjadi beban yang menghimpit punggung mereka.

Dan kita pun menyaksikan sebagian yang lain menyisakan sedikit waktu saja untuk mendatangi masjid. Itu pun dengan bermalas-malasan. Kebanyakan dari mereka, ketika mendengar iqamat, datang dengan tergesa-gesa, kemudian ia pun shalat dengan fikiran yang tidak tenang. Mereka tidak memperhatikan adab dan tata cara ketika memasuki masjid serta tidak mengamalkan sunnah Rasullulah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang telah beliau sabdakan,

إِذَا سَمِعْتُمُ الإِقَامَةَ فَامْشُوا إِلَى الصَّلاَةِ ، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ وَالْوَقَارِ وَلاَ تُسْرِعُوا ، فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

“Apabila kalian mendengar iqamat maka bersegeralah untuk mendatanginya dengan keadaan tenang. Apa yang kalian dapati dari raka’at imam, maka ikutilah, dan apa yang terlewatkan, maka sempurnakanlah”. [HR. al-Bukhari dan Muslim]

Dan mereka pun tidak mendapatkan pahala karena tidak bersegera untuk mendatangi masjid, dan tidak mendapat pahala menunggu shalat di masjid.

Dan kita juga menyaksikan, ketika seorang muadzdzin mengumandangkan adzan kemudian waktu pun berlalu, akan tetapi kita dapati masjid dalam keadaan kosong tanpa seorang pun di dalamnya. Dan ketika shalat mulai ditegakkan, barulah mereka datang dalam keadaan bermalas-malasan.

Sesungguhnya mengakhirkan shalat berjama’ah, selain dapat menghilangkan pahala yang berlimpah, juga dapat membuka gerbang kemalasan untuk mengerjakan shalat, yang kemudian akhirnya dapat menyebabkan seseorang meninggalkan shalat jama’ah itu sendiri. Imam Muslim meriwayatkan hadits di dalam kitab Shahihnya dari sahabat Abu Sa’id al-Khudryi radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat sebagian para sahabatnya terlambat dalam shalat, maka beliau pun bersabda, “Majulah, dan ikutilah aku dan hendaknya orang-orang setelah kalian mengikuti kalian, dan tidak henti-hentinya satu kaum berleha-leha sehingga Alloh mengakhirkan mereka”. [HR. Muslim]

Hadits di atas menerangkan kepada kita tentang bahayanya mengakhirkan shalat, bahwa Allah Ta’ala akan menghukum dengan mengakhirkan orang tersebut dari rahmat dan keutamaanNya. Dan cukuplah menjadi pelajaran untuk kita, bahwa mengakhirkan shalat merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang munafik, sebagaimana yang telah Allah Ta’ala firmankan,

اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ يُخٰدِعُوْنَ اللّٰهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْۚ وَاِذَا قَامُوْٓا اِلَى الصَّلٰوةِ قَامُوْا كُسَالٰىۙ يُرَاۤءُوْنَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ اِلَّا قَلِيْلًاۖ

Baca Juga  Bid'ah-Bid'ah Masjid Dan Ghuluw

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” [an-Nisa’/4: 142]

Ironisnya, apabila mereka terlewatkan dari urusan dunia, maka mereka akan bergegas menjadi orang yang pertama dan duduk menunggu berjam-jam tanpa merasa bosan. Dan hal itu mereka lakukan karena dunia lebih mereka cintai daripada akhirat. Maka masjid-masjid pun ditinggalkan dengan pintu-pintunya yang terkunci rapat di sebagian besar waktunya. Tidak dibuka kecuali pada waktu-waktu tertentu seukuran shalat yang dikerjakan.

Masjid-masjid kini merintih mengadukan keadaannya yang kosong dari orang-orang yang mengunjunginya untuk sekedar berdzikir kepada Allah Ta’ala. Ia telah kehilangan orang-orang yang dulu bertasbih kepada Allah Ta’ala di dalamnya setiap pagi dan petang. Ia juga kehilangan orang-orang yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yang takut pada satu hari saat hati dan pandangan menjadi guncang.

Ia telah kehilangan orang-orang yang dulu selalu beritikaf, ruku’ dan sujud. Orang-orang yang senantiasa memakmurkannya di pertengahan malam dan di penghujung siang. Dulu masjid adalah rumah untuk beribadah dan madrasah untuk menggali ilmu. Tempat kaum Muslimin bertemu dan bertolak. Di sanalah mereka saling mengenal satu sama lain untuk kemudian saling mencintai. Dan dari sanalah mereka mengumpulkan bekal kerohanian, cahaya ilmu, serta kuatnya keyakinan. Di sanalah hati mereka selalu tertambat, dan ke sanalah jiwa mereka selalu kembali. Masjid lebih mereka cintai daripada rumah dan harta mereka. Mereka tidak pernah merasa jenuh untuk berlama-lama duduk di dalamnya. Dan mereka tidak pernah merasa bosan untuk senantiasa mengunjunginya walau pun jarak membentang menghalanginya. Mereka senantiasa mengharap pahala dari setiap langkah yang mereka langkahkan. Memetik manfaat dari setiap waktu yang mereka habiskan di dalamnya, dan berlomba-lomba untuk segera menandatanginya.

Inilah keadaan para generasi Salaf dengan masjid. Adapun saat ini, bermalas-malasan untuk datang ke masjid dan merasa bosan untuk duduk-duduk di dalamnya telah menjadi penyakit yang melanda umat ini. Maka berlalulah kebaikan dari mereka, dan masjid pun tidak memiliki tempat lagi di dalam hati kebanyakan mereka. Pengaruhnya telah berkurang di dalam kehidupan mereka, sehingga hati mereka pun menjadi kering dan ukhuwwah pun tecabik-cabik. Hingga seorang tetangga tidak pernah mengenal tetangganya, bahkan tidak pernah mengetahui keadaannya.

Marilah kita bertakwa kepada Allah Ta’ala dengan mengembalikan keagungan masjid ke dalam hati kita. Bersegeralah untuk menuju kepadanya, dan memperbanyak duduk-duduk di dalamnya. Mari kita dengarkan motivasi yang pernah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam katakan, yang mendorong kita untuk bersegera mendatangi masjid dan duduk-duduk di dalamnya. Mudah-mudahan kita menjadi orang-orang yang senantiasa mengingat Allah Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

صَلَاةُ الرَّجُلِ فِـي الْـجَمَاعَةِ تُضَعَّفُ عَلَىٰ صَلَاتِهِ فِـيْ بَيْتِهِ ، وَفِـيْ سُوْقِهِ ، خَمْسًا وَعِشْرِيْنَ ضِعْفًا ، وَذٰلِكَ أَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَا يُخْرِجُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ ، لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَتْ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَحُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ ، فَإِذَا صَلَّىٰ  لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تُصَلِّـيْ عَلَيْهِ مَا دَامَ فِـيْ مُصَلَّاهُ: اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ ، اَللّٰهُمَّ ارْحَمْهُ ، وَلَا يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِـيْ صَلَاةٍ مَا انْتَظَرَ الصَّلَاةَ.

“Shalat seseorang dengan berjamaah lebih utama dari pada shalat di rumahnya atau di pasarnya sebesar dua puluh lima derajat. Dan hal itu apabila ia berwudhu dan memperbagus wudhunya kemudian ia keluar menuju masjid dan tidaklah ia keluar kecuali untuk mengerjakan shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kakinya kecuali Allah Ta’ala akan mengangkat derajatnya dan dihapuskan segala kesalahannya. Apabila ia shalat, maka tidak henti-hentinya malaikat mendo’akannya selama ia berada di tempat shalatnya. Ya Allah limpahkanlah rahmatMu kepadanya. Dan ia senantiasa berada di dalam shalat selama ia menunggu shalat.” [HR. al-Bukhari]

Baca Juga  Juhayman, Sang Pembajak Masjid al-Haram

Imam Malik meriwayatkan sebuah hadits di dalam Muwaththa’nya, “Barangsiapa yang berwudu dan ia memperbagus wudhunya kemudian ia menyengaja keluar untuk mengerjakan shalat, maka sesungguhnya ia sedang berada di dalam shalat, dan ditetapkanlah kebaikan baginya di dalam salah satu langkahnya, dan dihapuskan baginya kesalahan di dalam langkahnya yang lain. Maka apabila salah seorang di antara kalian mendengar iqamat, janganlah ia tergesa-gesa, karena sesungguhnya yang paling besar pahalanya di antara kalian adalah orang yang paling jauh rumahnya dari masjid”. Kemudian mereka pun bertanya, “Mengapa wahai Abu Hurairah? maka ia pun menjawab, “Karena langkahnya lebih banyak”.

Abu Hurairoh radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ

“Inginkah kalian aku tunjukan sesuatu yang dengannya Allah akan menghapus dosa-dosa kalian dan mengangkat derajat kalian? Maka para sahabat berkata, “Ya wahai Rasulullah”. Kemudian Rasulullah bersabda, “Menyempurnakan wudhu dalam kondisi tidak disenangi, memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat, maka itulah ar-ribath, maka itulah ar-ribath (bentuk menahan diri untuk senantiasa berbuat taat kepada Allah).” [HR. Muslim dan Malik]

عن بُريدَة – رضي الله عنه  ، عن النبيِّ – صلى الله عليه وسلم – ، قَالَ : (( بَشِّرُوا المَشَّائِينَ في الظُّلَمِ إلى المَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ القِيَامَةِ)) رواه أبُو دَاوُدَ وَالتِّرمِذِيُّ .

Dari Abu Buraidah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ia bersabda,”Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan menuju masjid di dalam kegelapan dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat”. [HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi]

Dan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

أَحَبُّ الْبِلاَدِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا وَأَبْغَضُ الْبِلاَدِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا

“Sesuautu yang paling Allah senangi dari sebuah negeri adalah masjid-masjid yang ada di dalamnya, dan sesuatu yang paling Allah benci darinya adalah pasar-pasar yang ada di dalamnya”. [HR. Muslim]

Allah Ta’ala telah memuliakan masjid beserta orang-orang yang memakmurkannya dengan ketaatan. Dan Ia telah menjanjikan kepada mereka pahala yang sangat besar. Allah Ta’ala berfirman,

فِيْ بُيُوْتٍ اَذِنَ اللّٰهُ اَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهٗۙ يُسَبِّحُ لَهٗ فِيْهَا بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ لِيَجْزِيَهُمُ اللّٰهُ اَحْسَنَ مَا عَمِلُوْا وَيَزِيْدَهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ يَرْزُقُ مَنْ يَّشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ  

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut namaNya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karuniaNya kepada mereka. dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendakiNya tanpa batas.” [an-Nur/24: 36-38]

Sumber: Disadur dari artikel “A’idu Lil Masajid Makanataha.” Syaikh Shalih al-Fauzan.

Disalin dari buletin Annur

  1. Home
  2. /
  3. A7. Peranan Masjid Dalam...
  4. /
  5. Fungsi Masjid, Antara Dulu...