Musuh-Musuh Manusia

MUSUH-MUSUH MANUSIA

Oleh
Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman Al Jibrin

Kita memahami, bahwa Allah Azza wa Jalla menciptakan fitrah atas diri manusia, yaitu bisa mengetahui dan mengenal kebenaran, serta menjauhi dan menghindari kebathilan. Akan tetapi, meskipun fithrah manusia itu sudah disiapkan dan memiliki kemampuan untuk mengetahui yang haq dan yang bathil, namun bukan berarti untuk mengamalkan al haq ataupun menghindari yang bathil itu mudah.

Ada rintangan dan hambatan yang menjadi ujian. Ada musuh yang selalu menghalangi dari jalan al haq. Dan sebaliknya ada musuh yang selalu berusaha membimbing ke arah yang bathil.

Musuh-musuh ini memberikan gambaran tentang kebenaran dan kebathilan. Al haq, yang semestinya indah, menjanjikan kebaikan dan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, digambarkan oleh musuh manusia sebagai sesuatu yang menakutkan dan menyusahkan.

Sebaliknya yang bathil, yang mestinya menjijikkan dan berujung pada penderitaan, digambarkan oleh musuh manusia sebagai keindahan nan menyenangkan. Akhirnya banyak orang yang terpedaya, meninggalkan jalan yang benar dan mengikuti jalan yang bathil, iyadzan billah.

Karenanya, wahai saudara-saudaraku, rahimanillahu wa iyyakum ajma’in, kita perlu mengetahui musuh-musuh itu, agar dapat bersikap. Musuh tetaplah musuh, bukan sebagai teman, apalagi sebagai pembimbing. Siapakah musuh-musuh yang selalu berusaha mengajak manusia kepada perbuatan batil dan keliru?

Musuh yang pertama adalah setan. Berbagai macam cara ditempuh oleh setan untuk menjerumuskan manusia ke dalam kebathilan dan menghalangi manusia dari al haq (kebenaran). Dan setan ini sering berhasil menjadikan manusia sebagai pengikutnya. Hanya orang-orang ikhlas dalam ibadahnya yang selamat dari makar dan tipu daya setan. Hanya orang-orang beriman yang bisa menjadikan setan sebagai musuhnya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang beriman yang iikhlas dalam beribadah kepada Allah Azza wa Jalla.

Di awal kitab Madarijus Salikin dan al Bada-i, pada akhir pembahasan tafsir surat al Mu’awwidzatain (surat an Nas dan al Falaq), Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan cara-cara dan tahapan setan dalam menghembuskan kejahatan dan tipuan kepada manusia.

Tahapan Pertama : Setan mengajak manusia melakukan perbuatan kufur dan syirik, menentang Allah dan RasulNya. Inilah yang paling diinginkan oleh setan. Dengan cara ini, setan telah berhasil menyesatkan banyak orang. Dengan cara ini, manusia dijadikan sebagai tentara dan para abdinya. Jika setan putus asa dan tidak mampu menyeret manusia ke dalam perbuatan kufur, maka setan akan menggodanya dengan tahapan berikutnya.

Tahapan Kedua : Setan mengajak manusia untuk mengamalkan perbuatan bid’ah dalam agama, baik bid’ah dalam masalah aqidah maupun amal perbuatan.

Bid’ah merupakan perbuatan dosa, yang pelakunya sulit diharapkan bertaubat. Setan memberi gambaran yang indah dalam benak manusia, bahwa apa yang dilakukan itu merupakan kebenaran, dan ahli bid’ah mempercayai bisikan setan ini. Karena anggapan yang baik atas perbuatan bid’ah, membuat pelakunya susah melepaskan diri dan bertaubat dari perbuatan yang dianggap baik ini, padahal sebenarnya menyesatkan.

Ketika berhasil menyeret seseorang ke dalam tahapan ini, maka setan akan merasa lega. Karena perbuatan bid’ah merupakan gerbang menuju kekufuran. Dan para pembuat bid’ah menjadi salah satu corong di antara propaganda iblis.

Jika setan tidak mampu menyeretnya ke dalam perbuatan bid’ah, maka dia akan menjebak dan menggiring manusia kepada Tahapan Ketiga : Yaitu perbuatan dosa besar dengan berbagai macam variasinya.

Dosa-dosa besar ini juga merupakan gerbang menuju kekufuran. Setan berhasil menjerumuskan banyak orang dalam dosa besar. Manusia tenggelam dalam perbuatan maksiat, sehingga hatinya menjadi membatu, terhalang dari kebenaran. Kemudian setan menyebarkan berita tentang mereka ini di tengah masyarakat. Setan memanfaatkan tentara dan para abdinya untuk menyebarkan perbuatan dosa ini, terutama jika perbuatan dosa ini dilakukan oleh penguasa atau orang yang diidolakan. Tujuannya, supaya perbuatan-perbuatan mereka dijadikan argumen.

Baca Juga  Bahaya Ambisi Terhadap Harta dan Kehormatan

Sebagai misal, yaitu makan riba, mendengarkan musik, menikmati alat-alat musik dan permainan, menyetujui perbuatan bersolek, membuka wajah dan ikhtilath (campur baur) laki-laki dan perempuan, loyal dan suka kepada orang-orang kafir, homoseks, meminum khamr, dan lain sebagainya.

Dalam tahapan ini, setan berhasil menyesatkan banyak orang. Banyak manusia berkubang dalam kemungkaran-kemungkaran. Setan menghiasi amal-amal para idola ini, sehingga mereka menjadi pioner yang mengajak ke perbuatan maksiat secara nyata, atau mungkin dengan ucapan.

Sedangkan orang yang tidak mampu digoda setan dan dijaga oleh Allah dari perbuatan dosa-dosa besar, maka setan berusaha menyeretnya ke Tahap Keempat : Yaitu melakukan dosa-dosa kecil, sebagai gerbang memasuki dosa-dosa besar. Dosa-dosa kecil ini terkadang dianggap remeh oleh manusia dan tidak peduli dengan pelakunya. Padahal, dosa-dosa kecil itu menyeret untuk melakukan dosa berikutnya.

Diceritakan dalam sebuah hadits dari Sahl bin Sa’d, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ فَإِنَّهُنَّ يَجْتَمِعْنَ عَلَى الرَّجُلِ حَتَّى يُهْلِكْنَهُ

“Jauhilah dosa-dosa kecil, karena jika dosa-dosa itu berkumpul pada diri seseorangو akhirnya akan membuatnya binasa (celaka)”

Maka, tidak diragukan lagi, meremehkan perbuatan dosa kecil, bisa merubah dosa kecil menjadi besar. Sebagaimana perkataan ulama Salaf, tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus-menerus, dan tidak dosa besar bila diiringi dengan istighfar.

Sebagian yang lain mengatakan, janganlah kalian memandang kecil sebuah dosa, akan tetapi pandanglah keagungan Dzat yang kalian durhakai.

Jika setan merasa lemah dan tidak mampu menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan-pebuatan dosa ini, maka setan menggoda manusia dengan tahapan kelima. Yaitu menyibukkan manusia dengan perkara-perkara mubah yang tidak mendatangkan pahala, dan juga tidak mengakibatkan dosa. Menyibukkan perkara-perkara mubah, berarti menyia-nyiakan waktu dan usia, tidak memanfaatkankanya dengan kebaikan dan perbuatan shalih.

Betapa banyak manusia tertipu dengan perkara-perkara mubah, berlebih-lebihan dalam makanan, minum, rumah, pakaian. Demi keperluan ini, manusia telah menyia-nyiakan sejumlah harta, usia dan waktu, lalai dengan kebaikan, tidak berlomba-lomba dalam kebaikan. Sehingga, perbuatan mubah ini bisa menjadi penyebab seseorang lupa kepada akhirat, dan lupa melakukan persiapan untuk menyongsongnya.

Sedangkan manusia yang tidak bisa dijerumuskan dengan tahapan ini, maka setan akan mengganggunya dengan Tahapan Keenam, yaitu mengalihkan perhatian manusia dari amalan-amalan yang lebih baik kepada amalan yang di bawahnya. Sebagai misal, seseorang akan menggunakan harta untuk hal-hal yang bernilai baik tetapi kurang. Disibukkan dengan amalan-amalan marjuh (bernilai baik tetapi kurang), sehingga (salah satu wujudnya) mempelajari ilmu-ilmu yang tidak memiliki urgensitas dan kehilangan ilmu yang bermanfaat.

Atau seseorang itu lebih memilih melakukan usaha-usaha yang masih memiliki syubhat daripada usaha yang jelas-jelas halal. Lebih mengutamakan ibadah-ibadah qashirah (yaitu manfaat ibadahnya hanya sebatas untuk si pelaku saja, seperti shalat sunnah) daripada ibadah muta’addiyah (ibadah yang manfaatnya juga akan dirasakan oleh orang lain) seperti jihad, mengajarkan ilmu, memerintahkan kepada yang ma’ruf, mencegah dari kemungkaran. Akibatnya, dia akan kehilangan kebaikan yang banyak.

Inilah tipu daya musuh setan. Saat setan merasa lemah dan tidak mampu menjerat sebagian manusia dalam perangkap-perangkap ini, maka setan memberikan kuasa kepada wali-walinya dan para abdinya dari kalangan jin dan manusia, serta orang yang tertipu dengan bisikannya. Lalu mereka menghina orang-orang baik ini dengan tujuan menyakiti wali dan para kekasih Allah Azza wa Jalla. Mereka menyiksanya dengan siksa yang buruk, seperti pembunuhan, pengusiran, penahanan, penyiksaan, penghinaan, pelecehan terhadap amalan-amalan orang-orang baik ini, sebagaimana kejadian yang dialami oleh para nabi Allah dan pengikutnya pada setiap waktu dan di semua tempat.

Baca Juga  Bahagia Dengan Husnul Khatimah, Sengsara Dengan Su'ul Khatimah

Semoga Allah melindungi kita dari semua makar dan tipu daya setan.

Musuh manusia yang kedua, adalah nafsu yang senantiasa mengajak kepada keburukan.

Hawa nafsu ini cendrung kepada kebathilan, menghalangi manusia agar tidak menerima kebenaran dan tidak mengamalkannya. Jika jiwa ini muthmainnah (tenang dalam kebenaran), lebih mengutamakan yang hak, maka dia akan membimbing manusia ke arah yang benar dan berjalan di atas jalan keselamatan.

Musuh manusia yang ketiga, adalah menjadikan hawa nafsu ini sebagai ilah, yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sesembahan selain Allah. Disebutkan dalam firman Allah :

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya (sesembahannya). Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” [al Furqon : 43].

Seseorang yang selalu memperturutkan segala keinginannya, ia tidak akan peduli dengan akibat buruknya. Dalam sebuah atsar diriwayatkan, di bawah kolong langit ini, tidak ada yang lebih jelek dibandingkan hawa nafsu yang diperturutkan.

Adapun musuh manusia yang keempat adalah gemerlap dunia, kenikmatan dan hiasannya. Keindahan dunia dan berbagai kenikmatan semunya, telah menipu banyak orang, membuat manusia lupa kepada tujuan hidupnya yang hakiki. Padahal kehidupan akhirat dan segala isinya jauh lebih baik dibandingkan dengan kehidupan dunia yang fana. Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah, adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?” [al Qashash : 60]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman :

“Tetapi kamu (orang-orang) kafir lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. [al A’la : 16-17].

Demikian beberapa musuh yang sering menghalangi manusia dari berbuat amal shalih. Semoga Allah melindungi kita dari semua makar dan tipu daya yang menyesatkan.

Jika musuh-musuh bisa menguasai diri seorang manusia, maka dampak yang terlihat adalah tidak semangat dalam melakukan ketaatan. Dan sebaliknya, ia justru semangat dan tidak takut melakukan perbuatan maksiat.

Meski begitu, Allah Azza wa Jalla yang Maha Rahim tidak membiarkan para hambaNya untuk menghadapi musuhnya seorang diri. Allah Azza wa Jalla berjanji akan menolong manusia dalam menghadapi musuh-musuhnya ini. Allah memerintahkan kepada kita agar memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, serta memerintahkan manusia agar memohon pertolongan kepada Allah k dalam melakukan amalan yang susah ataupun berat baginya.

Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan kepada para hambaNya agar ikhlas dalam melakukan ketaatan. Dengan demikian, dia akan termasuk hamba-hamba pilihan. Hamba-hamba yang ikhlas akan dibentengi Allah Azza wa Jalla dari kekuasaan musuh. Allah Azza wa Jalla berfirman :

“Sesungguhnya hamba-hambaku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabb-mu sebagai Penjaga” [al Israa` : 65].

Semoga Allah senantiasa menolong kita dalam menghadapi godaan musuh-musuh, yang senantiasa menghalangi manusia dari jalan ketaatan. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang ikhlas, dan senantiasa mengikuti petunjuk Raslullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Diangkat dari Minhajul Muslim Bainal ‘Ilmi wal ‘Amal, karya Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdurrahman al Jibrin, hlm. 175-180]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]