Shalat Witir
SHALAT WITIR
Oleh
Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani
Hukum Shalat Witir
Shalat sunnah witir adalah sunnah muakkad[1]. Dasarnya adalah hadits Abu Ayyub Al-Anshaari Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلَاثٍ فَلْيَفْعَلْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ
“Witir adalah hak atas setiap muslim. Barangsiapa yang suka berwitir tiga raka’at hendaknya ia melakukannya. Dan barangsiapa yang berwitir satu raka’at, hendaknya ia melakukannya”[2]
Demikian juga dengan hadits Ali Radhiyallahu ‘anhu ketika ia berkata :
عَنْ عَلِيٍّ قَالَ الْوِتْرُ لَيْسَ بِحَتْمٍ كَهَيْئَةِ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ وَلَكِنْ سُنَّةٌ سَنَّهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Witir tidaklah wajib sebagaimana shalat fardhu. Akan tetapi ia adalah sunnah yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”[3]
Di antara yang menunjukkan bahwa witir termasuk sunnah yang ditekankan (bukan wajib) adalah riwayat shahih dari Thalhah bin Ubaidillah, bahwa ia menceritakan :” Ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Nejed yang datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan rambut acak-acakan. Kami mendengar suaranya, tetapi kami tidak mengerti apa yang diucapkannya, sampai dekat, ternyata ia bertanya tentang Islam. Ia berkata “ Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku shalat apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab: “Shalat yang lima waktu, kecuali engkau mau melakukan sunnah tambahan”. Lelaki itu bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku puasa apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab ; “Puasa di bulan Ramadhan, kecuali bila engkau ingin menambahkan”. Lelaki itu bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku zakat apa yang diwajibkan kepadaku?” Beliau menjawab : (menyebutkan beberapa bentuk zakat). Lelaki itu bertanya lagi : ‘Apakah ada kewajiban lain untuk diriku?” Beliau menjawab lagi : “Tidak, kecuali bila engkau mau menambahkan’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepadanya syariat-syariat Islam. Lalu lelaki itu berbalik pergi, sambil berujar : “Semoga Allah memuliakan dirimu. Aku tidak akan melakukan tambahan apa-apa, dan tidak akan mengurangi yang diwajibkan Allah kepadaku sedikitpun. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh ia akan beruntung, bila ia jujur, atau ia akan masuk Surga bila ia jujur”[4]
Juga berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi pernah mengutus Muadz ke Yaman. Dalam perintahnya : “Beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam[5]. Kedua hadits ini menunjukkan bahwa witir bukanlah wajib. Itulah madzhab mayoritas ulama[6]. Shalat witir adalah sunnah yang ditekankan sekali. Oleh sebab itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat sunnah witir dengan sunnah Shubuh ketika bermukim atau ketika bepergian.[7]
Keutamaan Witir
Witir memiliki banyak sekali keutamaan, berdasarkan hadits Kharijah bin Hudzafah Al-Adwi. Ia menceritakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami. Beliau bersabda
إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً، وَهِيَ الْوِتْرُ، فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menambahkan kalian dengan satu shalat, yang shalat itu lebih baik untuk dirimu dari pada unta yang merah, yakni shalat witir. Waktu pelaksanaannya Allah berikan kepadamu dari sehabis Isya hingga terbit Fajar”[8]
Di antara dalil yang menujukkan keutamaan dan sekaligus di sunnahkannya shalat witir adalah hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu bahwa menceritakan :”Rasulullah pernah berwitir, kemudian bersabda :
يَا أَهْلَ الْقُرْآنِ أَوْتِرُوْا فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ
“Wahai ahli Qur’an lakukanlah shalat witir, sesungguhnya Allah itu witir (ganjil) dan menyukai sesuatu yang ganjil”[9]
Penulis pernah mendengar guru kita Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menyatakan ketika menjelaskan hadits ini : “Ini menujukkan bahwa hendaknya Ahli Ilmu itu memiliki perhatian yang lebih besar daripada selain mereka terhadap shalat tersebut, meskipun shalat itu disyariatkan untuk semuanya, sehingga mereka layak dijadikan contoh oleh orang-orang yang hidup di sekitar mereka dan mengetahui hal ihwal dan amal perbuatan mereka. Witir paling sedikit adalah satu rakaat, antara Isya dan Fajar. Allah bersifat “ganjil” dan menyukai yang ganjil. Allah menyukai sesuatu yang bersesuaian dengan sifat-Nya. Allah Maha Penyabar, dan menyukai orang-orang yang sabar. Lain halnya dengan keagungan dan keperkasaan. Para hamba mengambil dari sifat-sifat Allah yang sesuai.dengan seorang hamba, seperti sifat pemurah, pengasih dan pemberi” [10]
[Disalin dari kitab Shalatut Tathawwu’ Mafhumun, wa Fadhailun, wa Aqsamun, wa Anwa’un, wa Adabun fi Dhauil Kitabi was Sunnah, edisi Indonesia Kumpulan Shalat Sunnah & Keutamaannya, oleh Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Penerjemah Abu Umar Basyir, Penerbit Darul Haq]
_______
Footnote
[1] Witir termasuk shalat malam, bahkan termasuk penutup shalat malam. Satu raka’at yang dikerjakan oleh Rasulullah untuk menutup shalat malamnya. Lihat Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah.
[2] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Al-Witr, bab : Jumlah Witir, no. 1422. Diriwayatan oleh An-Nasaa’i dalam kitab Al-Lail, bab : Pembahasan Tentang Ikhtilaf Terhadap Az-Zuhri Tentang Hadits Abu Ayyub dalam Witir, no. 712. diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, bab : Witir Dengan Tiga atau Lima Raka’at no 1190, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud I : 267
[3] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Witr, bab : Riwayat Tentang Witr Yang Bukan Wajib no. 454. Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam kitab Qiyamul Lail, bab ; Perintah Untuk Berwitir, no. 1677, diriwayatkan juga oleh Al-Hakim, I : 300, 301. Diriwayatkan pula oleh Ahmad I : 148, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasaa’i, I : 368
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan muslim. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Iman, bab : Zakat dalam Islam, no. 46 dan Kitabush Shaum, bab : Wajibnya puasa Ramadhan, no. 1891. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al-Iman, bab : Shalat yang Merupakan Salah Satu Rukun Islam, no 1
[5] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Al-Maghazi, bab : Diutusnya Abu Musa dan Muadz ke Yaman, no. 347. Diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Al-Iman, bab : Ajakan Menuju Dua Kalimat Syahadat Dan Syari’at Islam, no. 19
[6] Yang berpendapat bahwa witir itu wajib adalah Abu Hanifah rahimahullah, berdasarkan zhahir hadits-hadits ahad yang mengesankan bahwa itu wajib. Akan tetapi ada hadits-hadits lain yang mengeluarkannya dari indikasi mewajibkan. Lihat “Nailul Authar” II : 205-206. Itu juga pendapat yang dipilih oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah bahwa witir itu wajib bagi orang-orang yang Tahajjud di malam hari. Beliau mengatakan :”Itu adalah madzhab sebagian orang yang mewajibkannya secara mutlak” (Al-Ikhtiyaarat Al-Fiqhiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, oleh Al-Ba’li hal. 96). Penulis mendengarnya sendiri dari guru kita Imam Abdul Aziz bin Baz berkali-kali ketika menjelaskan Bulughul Maram hadits no. 393 dan juga ketika menjelaskan Ar-Raudhatul Murbi II : 183. Beliau menyebutkan bahwa witir itu tidak wajib, namun sunnah yang ditekankan. Lihat Al-Mughni karya Ibnu Qudamah II : 591, II : 595.
[7] Lihat Zaadul Ma’aad, I : 315 dan Al-Mughni, III : 196, dan II : 240
[8] Dikeluarkan oleh Abu Daud dalam kitab Al-Witr, bab : Dianjurkannya Shalat Witr, dengan no. 1418. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Sunan-nya dalam kitab Al-Witr bab : Riwayat Tentang Keutamaan Witir dengan no. 452. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, bab : Riwayat Tentang Witr, dengan no, 1168. Diriwayatkan juga oleh Al-Hakim dan dishahihkan oleh beliau serta disetujui oleh Adz-Dzahabi I: 306. Hadits ini memiliki penguat diriwayatkan oleh Ahmad, I : 148. Dishahihkan oleh Al-Albani, tanpa tambahan kalimat : Yang shalat itu lebih baik untuk dirimu dari pada unta yang merah. Lihat Irwaaul Ghalil II : 156
[9] Dikeluarkan oleh An-Nasaa’i dengan lafazhnya dalam kitab Qiyamul Lail, bab : Perintah Melakukan Witir, no. 1676. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Witr, bab : Riwayat Bahwa Witr Itu Bukan Wajib no 453. Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam kitab Al-Witr, bab : Dianjurkannya Shalat Witr, no. 1416. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Iqamatush Shalah, bab : Riwayat Tentang Witir, no. 1169. Diriwayatkan oleh Ahmad, I : 86, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah I : 193.
[10] Penulis langsung mendengarnya dari beliau rahimahullah ketika beliau menjelaskan Bulughul Maram hadits no. 405
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah3 Shalat...
- /
- Shalat Witir