Siapakah Lelaki Pilihan?
SIAPAKAH LELAKI PILIHAN?
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Apabila seorang lelaki dianjurkan untuk mencari wanita berkriteria seperti yang telah kami sebutkan di atas, maka bagi wali wanita juga berkewajiban untuk mencari lelaki shalih yang akan dinikahkan dengan anaknya. Abu Hatim al-Muzani Radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا جَاءَكُـمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَأَنْكِحُوْهُ، إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيْرٌ.
‘Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak wanita kalian), jika tidak maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”[1]
Dan tidaklah mengapa apabila seorang wali menawarkan puteri atau saudara wanitanya kepada orang-orang yang shalih, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar Radhiyallahu anhuma ditinggal mati oleh suaminya yang bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Aku mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata, ‘Akan aku pertimbangkan dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman mendatangiku dan berkata, ‘Aku telah memutuskan untuk tidak menikah pada saat sekarang.’ ‘Umar berkata, ‘Kemudian aku menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika engkau mau, aku nikahkan engkau dengan Hafshah binti ‘Umar.’ Akan tetapi Abu Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun dan pada saat itu aku merasa lebih kecewa terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman. Beberapa hari berlalu sampai kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminangnya, maka aku nikahkan ia dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Abu Bakar menemuiku dan berkata, ‘Engkau marah kepadaku tatkala engkau menawarkan Hafshah akan tetapi aku tidak berkomentar apa-apa?’ ‘Umar menjawab ‘Ya’ Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk menerima tawaranmu kecuali karena aku tahu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutnya (Hafshah). Aku tidak ingin menyebarluaskan rahasia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau meninggalkannya, maka niscaya aku akan menerimanya.’”[2]
Melihat Wanita Yang Dipinang
Barangsiapa yang hatinya berhasrat ingin meminang seorang wanita, maka disyari’atkan baginya untuk melihatnya sebelum ia meminang. Muhammad bin Maslamah Radhiyallahu anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku bersembunyi dan mengintip wanita tersebut sehingga aku dapat melihatnya.” Kemudian dikatakan kepadanya, “Bagaimana engkau melakukan hal ini sedangkan engkau adalah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab, “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَلْقَى اللهُ فِيْ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَبَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا.
“Jika Allah menaruh hasrat kepada hati seorang laki-laki untuk melamar seorang wanita, maka tidak mengapa jika ia melihat wanita tersebut.’”[3]
Dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan kepada beliau bahwasanya aku melamar seorang wanita, maka beliau bersabda :
اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ يُؤْدَمَ بَيْنَكُمَا.
“Pergi dan lihatlah wanita tersebut, karena dengan melihatnya dapat lebih mengekalkan kasih sayang di antara kalian berdua.’”[4]
Khitbah (Meminang)
Khitbah artinya melamar seorang wanita untuk dijadikan isterinya dengan cara yang telah diketahui di kalangan masyarakat. Jika telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut hanyalah satu janji kesepakatan untuk menikah, lelaki yang melamar tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan apa pun terhadap wanita yang dilamarnya karena statusnya masih orang lain sampai ia diikat dengan tali pernikahan.
Dan tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk melamar seorang wanita yang telah dilamar saudaranya, sebagaimana perkataan Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma :
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيْعَ بَعْضُكُـمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَلاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ حَتَّى يَتْرُكَ الخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ.
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sebagian dari kalian membeli sesuatu yang sedang dibeli oleh orang lain. Dan janganlah seseorang melamar wanita yang masih dilamar oleh saudaranya sampai orang tersebut meninggalkannya atau mengizinkannya.”[5]
Demikian juga tidak boleh melamar wanita yang sedang dalam ‘Iddah thalaq Raj’i (masa penantian seorang wanita setelah ditalak dan masih dapat rujuk kembali-penj), karena statusnya masih sebagai isteri orang lain, sebagaimana ia juga tidak diperbolehkan untuk tashrih (secara terang-terangan) melamar wanita yang masih dalam ‘iddah thalaq ba’in (masa penantian seorang wanita setelah talak yang tidak dapat rujuk kembali-pent) atau karena meninggalnya suami, akan tetapi tidak mengapa baginya untuk ta’ridh (dengan sindiran). Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاءِ أَوْ أَكْنَنتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.” [Al-Baqarah/2: 235]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1] Shahih: [Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 866)], Sunan at-Tirmidzi (II/ 274, no. 1091)
[2] Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3047)], Shahiih al-Bukhari (IX/ 175, no. 5122), Sunan an-Nasa-i (VI/77). Lihat kitab Fat-hul Baari (IX/ 83) terbitan Daar ar-Rayyan.
[3] Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 151)], Sunan Ibni Majah (I/599, no. 1864).
[4] Shahih: [Shahiih as-Sunan at-Tirmidzi (no. 868)], Sunan an-Nasa-i (VI/ 69) dan ini adalah lafazhnya, Sunan at-Tirmidzi (II/275, no. 1093) dan dalam riwayatnya dengan lafazh “فَإِنَّهُ أَحْرَى”
[5] Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 3037)], Shahiih al-Bukhari (IX/198, no. 5142), Sunan an-Nasa-i (VI/73)
- Home
- /
- A9. Fiqih Ibadah6 Nikah
- /
- Siapakah Lelaki Pilihan?