Berbenah Diri Untuk Penghafal Al-Qur’an

BERBENAH DIRI UNTUK PENGHAFAL AL-QUR’AN

Oleh
Dr. Anas Ahmad Kurzun

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjamin kemurnian Al-Qur`ân telah memudahkan umat ini untuk menghafal dan mempelajari kitab-Nya. Allah Azza wa Jalla memerintahkan para hamba-Nya agar membaca ayat-ayat-Nya, merenungi artinya, dan mengamalkan serta berpegang teguh dengan petunjuknya. Dia Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan hati para hamba yang shalih sebagai wadah untuk memelihara firman-Nya. Dada mereka seperti lembaran-lembaran yang menjaga ayat-ayat-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

بَلْ هُوَ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ فِيْ صُدُوْرِ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَۗ وَمَا يَجْحَدُ بِاٰيٰتِنَآ اِلَّا الظّٰلِمُوْنَ

Sebenarnya, Al-Qur`ân itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim … [al-Ankabût/29:49].

Dahulu, para sahabat Radhiyallahu anhum yang mulia dan Salafush-Shalih, mereka berlomba-lomba menghafal Al-Qur`ân, generasi demi generasi. Bersungguh-sungguh mendidik anak-anak mereka dalam naungan Al-Qur`ân, baik belajar maupun menghafal disertai dengan pemantapan ilmu tajwid, dan juga mentadabburi yang tersirat dalam Al-Qur`ân, (yaitu) berupa janji dan ancaman.

Berikut ini adalah nasihat yang disampaikan oleh Dr. Anas Ahmad Kurzun, diangkat dari risalah beliau Warattilil Qur’ana Tartila, yakni menyangkut metode, sebagai bekal dalam meraih kemampuan untuk dapat menghafal Al-Qur`ân secara baik.

Karena, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah, bahwasanya dahulu, para salaf mewasiatkan agar betul-betul memperbagus dan memperbaiki amalan (membaca dan menghafal Al-Qur`ân, red.). Bukan hanya sekedar memperbanyak (membaca dan menghafalnya, red.), karena amalan yang sedikit disertai dengan memperbagus dan memantapkannya, itu lebih utama daripada amalan yang banyak tanpa disertai dengan pemantapan. Lihat Risalah Syarah Hadits Syadad bin Aus, karya Ibnu Rajab, hlm. 35.

Mudah-mudahan dengan kedatangan bulan Ramadhan yang penuh kemuliaan ini, dapat kita manfaatkan untuk meningkatkan perhatian kita kepada Al-Qur`ân, mempelajarinya, mentadabburi, memperbaiki bacaan, dan menghafalnya. (redaksi).

1. Ikhlas, Kunci Ilmu dan Pemahaman
Jadikanlah niat dan tujuan menghafal untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , dan selalu ingat bahwasanya yang sedang Anda baca ialah Kalamullah. Berhati-hatilah Anda dengan faktor yang menjadi pendorong dalam menghafal, untuk meraih kedudukan di tengah-tengah manusia, ataukah ingin memperoleh sebagian dari keuntungan dunia, upah dan hadiah? Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menerima sedikitpun dari amalan melainkan apabila ikhlas karena-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dan (menjalankan) agama dengan lurus. [al-Bayyinah/98:5].

2. Menjauhi Maksiat dan Dosa
Hati yang penuh dengan kemaksiatan dan sibuk dengan dunia, tidak ada baginya tempat cahaya al-Qur’ân. Maksiat merupakan penghalang dalam menghafal, mengulang dan mentadabburi Al-Qur`ân. Adapun godaan-godaan setan dapat memalingkan seseorang dari mengingat Allah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

اِسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطٰنُ فَاَنْسٰىهُمْ ذِكْرَ اللّٰهِ

Setan telah mengusai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah. [al-Mujadilah/58:19].

‘Abdullâh bin Al-Mubarak meriwayatkan dari adh-Dhahak bin Muzahim, bahwasanya dia berkata;”Tidak seorangpun yang mempelajari Al-Qur`ân kemudian dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman  : وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ (Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri) –asy-Syûra/42 ayat 30- . Sungghuh, lupa terhadap Al-Qur`ân merupakan musibah yang paling besar.[1]

Ketahuilah, Imam asy-Syafi’i yang terkenal dengan kecepatannya menghafal, pada suatu hari ia mengadu kepada gurunya, Waqi`, bahwa hafalan Al-Qur`ânnya terbata-bata. Maka gurunya memberikan terapi mujarab, agar ia meninggalkan maksiat dan mengosongkan hati dari segala hal yang dapat memalingkannya dari Rabb.

Imam asy-Syafi’i berkata:
شكوت  إلى  وكيع سوء حفظي
          فأرشدني إلى ترك المعاصي
وأخبرني بأن العلم نور
ونور الله لا يؤتى لعاصى”
شَكَوْتُ إِلىَ وَكِيْعٍ سُوْءَ حِفْظِيْ # فَأَرْشَدَنِيْ إِلىَ تَرْكِ الْمَعَاصِي
وَأَخْــبَرَنِيْ بِأَنَّ الْعِلْـمَ نُوْرٌ # وَنُوْرُ اللهِ لَا يُـؤْتىَ لِعَاصِى
Saya mengadu kepada Waqi’ buruknya hafalanku,
maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat.
Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya,
dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat.

Imam Ibnu Munada berkata,”Sesungguhnya menghafal memiliki beberapa sebab. Di antaranya, yaitu menjauhkan diri dari hal-hal yang tercela. Hal itu dapat terwujud, apabila seseorang mencegah diri (dari keburukan, pent.), menghadap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ridha, memasang telinganya, dan pikirannya bersih dari ar-râin.” [2]

Yang dimaksud dengan ar-râ`in, ialah sesuatu yang menutupi hati dari keburukan maksiat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

كَلَّا بَلْ ۜرَانَ عَلٰى قُلُوْبِهِمْ مَّا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka. [al-Muthaffifin/83:14].

Barang siapa menjauhkan dirinya dari kemaksiatan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan hatinya untuk selalu mengingat-Nya, mencurahkan hidayah kepadanya dalam memahami ayat-ayat-Nya, memudahkan baginya menghafal dan mempelajari Al-Qur`ân, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوْا فِيْنَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَاۗ وَاِنَّ اللّٰهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِيْنَ

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.  [al-’Ankabût/29:69].

Imam Ibnu Katsir telah membawakan perkataan Ibnu Abi Hatim berkaitan dengan makna ayat ini: “Orang yang melaksanakan apa-apa yang ia ketahui, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya petunjuk terhadap apa yang tidak ia ketahui”.[3]
3. Memanfaatkan Masa Kanak-Kanak dan Masa Muda
Saat masih kecil, hati lebih fokus karena sedikit kesibukannya. Dikisahkan dari al-Ahnaf bin Qais, bahwasanya ia mendengar seseorang berkata:

اَلتَّعَلُّمُ  فِيْ الصِّغَرِ كَالنَّقْشِ عَلَى الْحَجَرِ ,
فَقَالَ الْأَحْنَفُ : اَلْكَبِيْرُ  أَكْثَرُ عَقْلًا لَكِنَّهُ أَشْغَلُ قَلْبًا.
Belajar pada waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu”.
Maka al-Ahnaf berkata,”Orang dewasa lebih banyak akalnya, tetapi lebih sibuk hatinya.” [4]

Seharusnya siapa pun yang telah berlalu masa mudanya supaya tidak menyia-nyiakan waktu untuk menghafal. Jika ia konsentrasikan hatinya dari kesibukan dan kegundahan, niscaya ia akan mendapatkan kemudahan dalam menghafal Al-Qur`ân, yang tidak dia dapatkan pada selain Al-Qur`ân.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ

Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur`ân untuk pelajaran, maka adakah yang mau mengambil pelajaran? [al-Qomar/54:17].

Demikianlah di antara keistimewaan Al-Qur`ân.

Perlu Anda ketahui, tatkala manusia telah mencapai usia tua, saraf penglihatannya akan melemah. Kadangkala dia tidak mampu membaca Al-Qur`ân yang ada di mushaf. Dengan demikian, yang pernah dihafal dalam hatinya, akan dia dapatkan sebagai perbendaharaan yang besar. Dengannya ia membaca dan bertahajjud. Tetapi jika sebelumnya ia tidak pernah menghafal Al-Qur`ân sedikitpun, maka alangkah besar penyesalannya.

4. Memanfaatkan Waktu Semangat dan Ketika Luang
Tidak sepantasnya bagi Anda, wahai pembaca, menghafal pada saat jenuh, lelah, atau ketika pikiran Anda sedang sibuk dalam urusan tertentu. Karena hal itu dapat mengganggu kosentrasi menghafal. Tetapi pilihlah ketika semangat dan pikiran tenang. Alangkah bagus, jika waktu menghafal (dilakukan) ba’da shalat Subuh. Saat itu merupakan sebaik-baik waktu bagi orang yang tidur segera.

5. Memilih Tempat yang Tenang
Yaitu dengan menjauhi tempat-tempat ramai, bising. Sebab, hal itu akan mengganggu dan membuat pikiran bercabang-cabang. Maka ketika Anda sedang berada di rumah bersama anak-anak, atau (sedang) di kantor, di tempat  bekerja, di tengah teman-teman, jangan mencoba-coba menghafal sedangkan suara manusia di sekitar Anda. Atau di tengah jalan ketika sedang mengemudi, di tempat dagangan ketika transaksi jual beli. Ingatlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

مَا جَعَلَ اللّٰهُ لِرَجُلٍ مِّنْ قَلْبَيْنِ فِيْ جَوْفِهٖ

Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya … [al-Ahzab/33:4].

Sebaik-baik tempat yang Anda pilih untuk menghafal ialah rumah-rumah Allah (masjid) agar mendapatkan pahala berlipat ganda. Atau di tempat lain yang tenang, tidak membuat pendengaran dan penglihatan Anda sibuk dengan yang ada di sekitar Anda.

6. Kemauan dan Tekad yang Benar
Kemauan yang kuat lagi benar sangat memengaruhi dalam menguatkan hafalan, memudahkannya, dan dalam berkosentrasi. Adapun seseorang yang menghafal karena permintaan orang tua atau gurunya tanpa didorong oleh kemauannya sendiri, ia tidak akan mampu bertahan. Suatu saat pasti akan tertimpa penyakit futur (sindrom).

Baca Juga  Keutamaan Membaca Al-Qur'an

Keinginan bisa terus bertambah dengan motivasi, menjelaskan pahala dan kedudukan para penghafal Al-Qur`ân, orang yang selalu bersama Al-Qur`ân, dan membersihkan jiwa yang berlomba dalam halaqah, di rumah atau di sekolah. Tekad yang benar akan menghancurkan godaan-godaan setan, dan dapat menahan jiwa yang selalu memerintahkan keburukan.

Imam Ibnu Rajab al-Hanbali berkata:

مَنْ صَدَقَ  الْعَزِيْمَةَ  يَئِسَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ, وَمَتَى كَانَ الْعَبْدُ مُتَرَدِّدًا طَمَعَ فِيْهِ الشَّيْطَانُ وَسَوَّفَهُ وَمَنَّاهُ

Barang siapa memiliki tekad yang benar, setan pasti akan putus asa (mengganggunya). Kapan saja seorang hamba itu ragu-ragu, setan akan mengganggu dan menundanya untuk melaksanakan amalan, serta akan melemahkannya.[5]

7. Menggunakan Panca Indra
Kemampuan dan kesanggupan seseorang dalam menghafal berbeda-beda. Begitu juga kekuatan hafalan seseorang dengan yang lainnya bertingkat-tingkat. Akan tetapi, memanfaatkan beberapa panca indra dapat memudahkan urusan dan menguatkan hafalan dalam ingatan.

Bersungguh-sungguhlah, wahai Pembaca, gunakanlah indra penglihatan, pendengaran dan ucapan dalam menghafal. Karena masing-masing indra tersebut memiliki metode tersendiri yang dapat mengantarkan hafalan ke otak. Apabila metode yang digunakan itu banyak, maka hafalan menjadi semakin kuat dan kokoh.

Adapun caranya, yaitu Anda mulai terlebih dahulu membacanya dengan suara keras, apa yang hendak dihafalkan, sedangkan Anda melihat ke halaman yang sedang Anda baca. Dengan terus melihat dan mengulanginya sampai halaman tersebut terekam dalam memori Anda. Sertakan pendengaran Anda dalam mendengarkan bacaan, lalu merasa senang. Apalagi jika Anda membaca dengan suara senandung yang disukai oleh jiwa.

Seseorang yang menghafal Al-Qur`ân dengan melihat mushaf, sedangkan ia diam, atau dengan cara mendengarkan kaset murottal tanpa melihat mushaf, atau merasa cukup ketika menghafal hanya membaca dengan suara lirih, maka semua metode ini tidak mengantarnya mencapai tujuan dengan mudah.

Perlu Anda ketahui, bahwasanya (dalam menghafal) manusia ada dua macam.

  1. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara mendengar daripada menghafal dengan melihat mushaf. Ingatannya ini disebut Sam’iyyah (pendengaran).
  2. Orang yang lebih banyak menghafal dengan cara melihat. Apabila ia membaca satu penggal ayat Al-Qur`ân (akan) lebih bisa menghafal daripada (hanya dengan) mendengarkannya. Ingatannya ini disebut Bashariyyah (penglihatan).

Apabila Anda termasuk di antara mereka, maka sebelum menghafal, perbanyaklah membaca ayat dengan melihat mushaf dalam waktu yang lebih lama. Kemudian tutuplah mushaf dan tulis ayat-ayat yang baru saja Anda hafal dengan tangan. Setelah itu cocokkan yang Anda tulis dengan mushaf, agar Anda mengetahui mana yang salah, dan tempat-tempat hafalan yang lemah, sehingga Anda dapat mengulangi (untuk) memantapkannya.

Jika Anda memperhatikan bahwa Anda selalu salah dalam satu kalimat tertentu atau lupa setiap kali mengulangnya, maka tanamkan kalimat tersebut dalam memori Anda dengan membuat kalimat serupa yang Anda ketahui. Dengan demikian, Anda akan mengingat kalimat tersebut dengan kalimat yang Anda buat.

Imam Ibnu Munada telah menunjukkan kepada kita masalah ini dengan perkataannya: “Seorang guru hendaklah mempraktekkan metode ini kepada murid. Yaitu memerintahkannya agar mengingat nama, atau sesuatu yang dia ketahui yang serupa dengan kalimat al-Qur`ân yang ia selalu lupa, sehingga akan menjadikannya ingat, insya Allah.”[6]

Kemudian beliau berdalil dengan perkataan Ali Radhiyallahu anhu kepada Abu Musa Radhiyallahu anhu: “Sesungguhnya Rasulullah memerintahkan agar aku memohon petunjuk dan kebenaran kepada Allah. Lalu aku mengingat kalimat الْهُدَى  (petunjuk) dengan ِهِدَايَةُ الطَّرِيْق (petunjuk jalan), dan aku mengingat السَّدَادُ (kebenaran) dengan تَسْدِيْدَاتُ السَّهْم (membetulkan busur)”.[7]

8. Membatasi Hanya Satu Cetakan Mushaf
Bagi para penghafal, utamakan memilih cetakan mushaf, yang diawali pada tiap-tiap halamannya permulaan ayat dan diakhiri dengan akhir ayat. Ini memiliki pengaruh sangat besar dalam menanamkan bentuk halaman dalam memori (ingatan), dan mengembalikan konsentrasi terhadap halaman tersebut ketika mengulang. Jika cetakan mushaf berbeda-beda, akan menimbulkan ingatan halaman dalam otak berbeda-beda, dan akan membuyarkan hafalannya, serta tidak bisa konsentrasi.

Begitu pula saya wasiatkan kepada saudaraku agar bersungguh-sungguh menggunakan mushaf saku, atau mushaf yang terdiri dari beberapa bagian, sesuai dengan cetakan mushaf yang sedang Anda hafal. Ini merupakan hal yang sangat baik. Setiap kali Anda mendapatkan waktu luang dan semangat, dimana pun Anda berada, supaya segera memanfaatkan waktu tersebut untuk menghafal hafalan baru, atau mengulang hafalan lama.

9. Pengucapan yang Betul
Setelah Anda memilih waktu, tempat yang sesuai dan membatasi hanya satu cetakan mushaf yang hendak Anda hafal, maka wajib bagi Anda membetulkan pengucapan dan mengoreksi kalimat-kalimat Al-Qur`ân kepada seorang guru yang mutqin (mampu) sebelum mulai menghafal. Atau dengan cara mendengarkannya melalui kaset murattal seorang qari`. Hal ini supaya Anda terjaga dari kekeliruan. Karena apabila kalimat yang telah Anda hafal itu salah, akan sulit bagi Anda membetulkannya setelah terekam dalam memori.

Imam Ibnu Munada berkata,”Ketahuilah, menghafal itu memiliki beberapa sebab. Di antaranya, seseorang membaca kepada orang yang lebih banyak hafalannya, karena orang yang dibacakan kepadanya lebih mengetahui kesalahan daripada orang yang membaca.”[8]

Wahai saudaraku, bersungguh-sungguhlah menghadiri majlis-majlis tahfizhul-Qur`ân, bertatap muka dengan para hafizh dan guru-guru yang mutqin, agar Anda terhindar dari kesalahan dan dapat menghafal dengan landasan yang kokoh.

Saya wasiatkan juga kepada saudaraku para pengajar Al-Qur`ân, di masjid-masjid, di sekolah-sekolah agar bersungguh-sungguh membetulkan bacaan para murid terhadap ayat-ayat yang hendak mereka hafal, dan mengarahkan mereka supaya betul-betul mengoreksi kalimat-kalimat Al-Qur`ân yang sering terjadi padanya kesalahan. Begitu juga seorang guru meminta kepada para muridnya agar selalu mengulang-ulang hafalan kepada sesama teman untuk menjaga mereka dari kemungkinan terjadinya kesalahan.

10. Hafalan yang Saling Bersambung
Jangan lupa, wahai saudaraku! Jadikanlah hafalan Anda saling berkaitan. Setiap kali Anda menghafal satu ayat kemudian merasa telah lancar, maka ulangilah membaca ayat tersebut dengan ayat sebelumnya. Kemudian lanjutkan menghafal ayat berikutnya sampai satu halaman dengan menggunakan metode ini.

Disamping itu, apabila Anda telah menghafal satu halaman, maka harus membacanya kembali sebelum meneruskan ke halaman berikutnya. Begitu pula apabila hafalan Anda sudah sempurna satu surat, hendaklah menggunakan metode tadi, agar rangkaian ayat-ayat itu dapat teringat dalam memori Anda. Sungguh, jika tidak menggunakan metode ini, membuat hafalan Anda tidak terikat. Dan ketika menyetor hafalan, Anda akan membutuhkan seorang guru yag selalu mengingatkan permulaan tiap-tiap ayat. Begitu juga akan membuat Anda mengalami kesulitan ketika muraja`ah hafalan.

11. Memahami Makna Ayat
Di antara yang dapat membantu Anda menggabungkan ayat dan mudah dalam menghafal, yaitu terus-menerus meruju` kepada kitab-kitab tafsir yang ringkas, sehingga Anda memahami makna ayat meskipun global. Atau paling tidak, Anda menggunakan kitab   كَلِمَاتُ الْقُرْآنِ تَفْسِيْرٌ وَبَيَانٌkarya Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf. Dengan mengetahui makna-makna kalimat, dapat membantu Anda memahami makna ayat secara global.

12. Hafalan yang Mantap
Sebagian pemuda membaca penggalan ayat, dua sampai tiga kali saja. Lalu menyangka bahwa ia telah hafal. Lantas pindah ke penggalan ayat berikutnya karena ingin tergesa-gesa disebabkan waktunya sempit, atau karena persaingan di antara temannya, atau disebabkan desakan seorang guru kepadanya. Perbuatan ini, sama sekali tidak benar dan tidak bermanfaat. Sedikit tetapi terus-menerus itu lebih baik, daripada banyak tetapi tidak berkesinambungan. Hafalan yang tergesa-gesa mengakibatkan cepat lupa.

Fakta ini tersebar di kalangan para penghafal. Penyebabnya, kadangkala seseorang merasa puas dan tertipu terhadap dirinya ketika hanya mencukupkan membaca penggalan ayat beberapa kali saja. Apabila ia merasa penggalan ayat tadi sudah masuk dalam ingatannya, maka ia beralih ke ayat berikutnya. Dia menyangka, semacam ini sudah cukup baginya.

Faktor yang mendukung fakta ini, karena sebagian pengampu hafalan mengabaikan persoalan ini ketika penyetoran hafalan. Padahal semestinya, seorang penghafal tidak boleh berhenti menghafal dan mengulang dengan anggapan bahwa ia telah hafal ayat-ayat tersebut. Bahkan ia harus memantapkan hafalannya secara terus-menerus mengulang ayat-ayat yang dihafalnya. Karena setiap kali mengulang kembali, akan lebih memperbagus hafalannya, dan meringankan bebannya ketika muraja`ah.

13. Terus-Menerus Membaca
Tetaplah terus membaca Al-Qur`ân setiap kali Anda mendapatkan kesempatan. Karena banyak membaca, dapat memudahkan menghafal dan membuat hafalan menjadi bagus. Banyak membaca termasuk metode paling utama dalam muraja`ah.

Cobalah Anda perhatikan, sebagian surat dan ayat yang sering Anda baca dan dengar, maka ketika menghafalnya, Anda tidak perlu bersusah payah. Sehingga apabila seseorang telah sampai hafalannya pada ayat-ayat tersebut, maka dengan mudah ia akan menghafalnya. Contohnya surat al-Wâqi`âh, al-Mulk, akhir surat al-Furqân, apalagi juz ‘amma dan beberapa ayat terakhir dari surat al-Baqarah.

Baca Juga  Hajrul Qur'an Dan Macam-Macamnya

(Dengan sering membaca), dapat dibedakan antara seorang murid (yang satu) dengan murid lainnya. Barang siapa yang memiliki kebiasaan setiap harinya selalu membaca dan memiliki target tertentu yang ia baca, maka menghafal baginya (menjadi) mudah dan ringan. Hal ini dapat dibuktikan dalam banyak keadaan. Ayat mana saja yang ingin dihafal, hampir-hampir sebelumnya seperti sudah dihafal. Akan tetapi yang sedikit membaca dan tidak membuat target tertentu setiap harinya untuk dibaca, ia akan mendapatkan kesulitan yang besar ketika menghafal.

Perlu diketahui, wahai saudaraku! Membaca Al-Qur`ân termasuk ibadah paling utama dan mendekatkan diri kepada Allah. Setiap huruf yang Anda baca mendapatkan satu kebaikan, dan kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan. Sama halnya dengan banyak membaca surat-surat yang telah dihafal, ia dapat menambah kemantapan hafalan dan tertanamnya dalam memori. Khususnya pada waktu shalat, maka bersungguh-sungguhlah Anda melakukan muraja`ah yang telah dihafal dengan membacanya ketika shalat. Ingatlah, qiyamul-lail (bangun malam) dan ketika shalat tahajjud beberapa raka’at, Anda membaca ayat-ayat yang Anda hafal merupakan pintu paling agung di antara pintu-pintu ketaatan, dan membuat orang lain yang sulit menghafal menjadi iri terhadap apa yang Anda hafal.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membimbing kita kepada metode ini, yang merupakan kebiasaan orang-orang shalih, supaya hafalan Al-Qur`ân kita menjadi kuat melekat, dan selamat dari penyakit lupa.

Dari Sahabat ‘Abdullâh bin ‘Umar Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِذَا قَامَ صَاحِبُ الْقَرْآنِ فَقَرَأَهَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ, وَإِذَا لَمْ يَقُمْ بِهِ فَنَسِيَهُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ – بَابُ الْأَمْرِ بِتَعَهُّدِ الْقُرْآنِ – رقم  (227)

Dan apabila shahibil-Qur`ân (penghafal Al-Qur`ân) menghidupkan malamnya, lalu membaca Al-Qur`ân pada malam dan sianganya, niscaya ia akan ingat. Dan apabila dia tidak bangun, maka niscaya dia akan lupa. [HR Muslim].

14. Menghafal Sendiri Sedikit Manfaatnya
Karena kebiasaan manusia itu menunda-nunda amalan. Setiap kali terlintas dalam pikirannya bahwa ia harus segera menghafal, datang kepadanya kesibukan-kesibukan dan jiwa yang mendorongnya untuk menunda amalan. Akibatnya membuat tekadnya cepat melemah. Adapun menghafal bersama seorang teman atau lebih, mereka akan membuat langkah-langkah tertentu. Masing-masing saling menguatkan antara yang satu dengan lainnya, sehingga menumbuhkan saling berlomba di antara mereka, serta memberi teguran kepada yang meremehkan. Inilah metode yang dapat mengantarkan kepada tujuan, Insya Allah.

Cobalah perhatikan, betapa banyak pemuda telah menghafal sekian juz di halaqah tahfizhul-Qur’ân di masjid, kemudian mereka disibukkan dari menghadiri halaqah ini. Mereka menyangka akan (mampu) menyempurnakan hafalan sendirian saja, dan tidak membutuhkan halaqah lagi. Tiba-tiba keinginan itu menjadi lemah lalu )ia pun) berhenti menghafal. Yang lebih parah lagi, orang yang seperti mereka kadang-kadang disibukkan oleh berbagai urusan dan pekerjaan. Kemudian mereka tidak mengulang hafalan yang telah dihafalnya. Hari pun berlalu, sedangkan semua hafalan mereka telah lupa. Mereka telah menyia-nyiakan semua yang telah mereka peroleh.

Menghafal sendiri bisa membuka peluang pada diri seseorang terjerumus ke dalam kesalahan saat ia mengucapkan sebagian kalimat. Tanpa ia sadari, kesalahan itu terkadang terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Tatkala ia menperdengarkan hafalannya kepada orang lain atau kepada seorang ustadz di halaqah, maka kesalahannya akan nampak.

Oleh karena itu, wahai saudaraku! Pilihlah menghafal bersama mereka apa yang mudah bagi Anda untuk menghafalnya dari Kitabullâh, mengulang hafalan Anda bersama mereka. Ini merupakan sebaik-baik perkumpulan orang-orang yang saling mencintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala .

15. Teliti Terhadap Ayat-Ayat Mutasyabihat
Sangat penting untuk memperhatikan ayat-ayat mutasyabih (serupa) di sebagian lafazh-lafazhnya, dan membandingkan ayat-ayat mutasyabih itu di tempat-tempat (lainnya). Ketika Anda menghafalnya, alangkah baik jika ayat-ayat mutasyabih itu disalin di buku yang khusus. Supaya letak ayat-ayat mutasyabih itu dapat Anda ingat ketika mengulangi membacanya.

Dapat dilihat pada sebagian penghafal yang tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih yang satu dengan lainnya. Sehingga mereka terjatuh dalam kesalahan ketika menyetor hafalan, disebabkan tidak memperhatikan letak ayat-ayat mutasyabih itu. Dalam hal ini, suatu ayat tertentu membuat mereka menjadi ragu dikarenakan menyerupai dengan ayat pada surat lain. Ketika membaca ayat-ayat tersebut, ternyata berpindah ke surat berikutnya tanpa mereka sadari. Bisa jadi ketika menyetor hafalan, kadangkala berpindah ke ayat mutasyabih yang ketiga atau keempat apabila ayat mutasyabih itu ada di beberapa tempat. Oleh karena itu, metode yang paling baik agar hafalan menjadi mantap, yaitu memusatkan perhatian terhadap ayat-ayat yang sama antara satu dengan lainnya. Curahkan kesungguhan dan fokuskan diri Anda dalam mencermatinya.

Para ulama telah menyusun berbagai kitab dalam masalah ini. Di antara kitab yang paling bagus. ialah kitab مُتَشَابِهُ الْقُرْآنِ الْعَظِيْم  karya Imam Abi al-Hasan bin al-Munada wafat pada tahun 366 H, dan kitab أَسْرَارُ التِّكْرَارِ فِيْ الْقُرْآنِ karya seorang qari` handal, Muhammad bin Hamzah al-Karmani, seorang ulama abad kelima Hijriyah. Sebagian ulama juga menyusun Mandzumah Syi’riyyah (susunan bait-bait sya’ir) dalam masalah ini, untuk memudahkan para penuntut ilmu menghafalnya. Di antaranya, kitab نُظْمُ مُتَشَابِهِ الْقُرْآنِ karya Syaikh Muhammad at-Tisyiti, (ia) termasuk ulama abad kesebelas Hijriyah.

Imam Ibnu Munada dalam menjelaskan pentingnya mengetahui letak (tempat-tempat) ayat-ayat Al-Qur`ân yang mutasyabih, (beliau) berkata: “Mengetahui tempat-tempat ayat-ayat mutasyabih, sesungguhnya dapat membantu menambah kekuatan hafalan seseorang, dan melatih orang yang masih menghafal. Sebagian ahli qiraat telah membukukan hal ini, lalu menyebutnya dengan al-mutasyabih, penolak dari buruknya hafalan”.[9]

Oleh karena itu, bersungguh-sungguhlah, wahai saudaraku dengan wasiat dan bimbingan ini. Segeralah menghafal Kitabullâh, merenungi ayat-ayatnya, dan berpegang teguh dengan petunjuknya, sebab Kitabullâh merupakan cahaya yang nyata dan jalan yang lurus.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ قَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيْرًا مِّمَّا كُنْتُمْ تُخْفُوْنَ مِنَ الْكِتٰبِ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍەۗ قَدْ جَاۤءَكُمْ مِّنَ اللّٰهِ نُوْرٌ وَّكِتٰبٌ مُّبِيْنٌۙ – يَّهْدِيْ بِهِ اللّٰهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهٗ سُبُلَ السَّلٰمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ بِاِذْنِهٖ وَيَهْدِيْهِمْ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ

Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seidzin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. [al-Mâidah/5:15-16].

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
______
Footnote
[1] Fadha`ilul-Qur`ân, karya Ibnu Katsir, hlm. 147.
[2] Mutasyabihul- Qur`ânul-‘Azhim, karya Imam Ibnu Munada, hlm. 25.
[3] Tafsir Ibnu Katsir (3/432).
[4] Adabud-Dunya wad-Dîn, karya Mawardi, hlm. 57.
[5] Risalah Syarah Hadits Syadad bin Aus, karya Imam Ibnu Rajab, hlm. 37.
[6] Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, karya Ibnu Munada, hlm. 56, secara ringkas.
[7] Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, hlm. 55, dan hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab shahîhnya, no. 2725.
[8] Mutasyabihul- Qur`ânul-Azhim, hlm. 25.
[9] Mutasyabihul-Qur`ânul-Azhim, hlm. 59, secara ringkas.

  1. Home
  2. /
  3. A8. Qur'an Hadits1 Keutamaan...
  4. /
  5. Berbenah Diri Untuk Penghafal...