Ahlus Sunnah Mengimani Adanya Yaumul Akhir

Ketiga puluh dua:
AHLUS SUNNAH MENGIMANI ADANYA YAUMUL AKHIR

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Termasuk beriman kepada hari Akhir yaitu mengimani apa-apa yang dikabarkan (disampaikan) oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang apa-apa yang terjadi setelah kematian. Hukum beriman kepada hari Akhir adalah wajib.

Allah dan Rasul-Nya sering menyebutkan tentang iman kepada Allah dan hari Akhir, hal ini menunjukkan pentingnya beriman kepada hari Akhir. Beriman kepada Allah berarti beriman kepada permulaan dan beriman kepada tempat kembali. Orang yang tidak beriman kepada hari Akhir berarti ia tidak beriman kepada tempat kembali. Orang yang tidak beriman kepada hari Akhir berarti ia tidak beriman kepada Allah.

Disebut sebagai hari Akhir karena tidak ada hari lagi setelahnya dan itulah akhir perjalanan hidup manusia.[1]

Termasuk iman kepada hari Akhir, yaitu mengimani tentang adanya fitnah kubur, adzab kubur, nikmat kubur, dikumpulkannya manusia di padang Mahsyar, ditegakkannya Mizan (timbangan), dibukakannya catatan-catatan amal, adanya Hisab, al-Haudh (telaga), Shirath (jembatan), Syafa’at, serta Surga dan Neraka.

Fitnah Kubur:
Ahlus Sunnah meyakini tentang adanya fitnah kubur, yaitu adanya pertanyaan yang diajukan kepada mayit oleh dua Malaikat yang bernama Munkar dan Nakir[2]. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang panjang, ringkasnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…Bahwa manusia di dalam kuburnya akan ditanyakan kepadanya: ‘Siapa Rabb-mu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?’ Orang-orang Mukmin akan dikaruniai keteguhan dengan perkataan yang teguh di dunia dan di akhirat, sehingga ia akan menjawab: ‘Allah adalah Rabb-ku, Islam adalah agamaku, dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabiku.’ Sedangkan orang yang ragu akan menjawab: ‘Ha, ha, aku tidak tahu, aku mendengar orang mengatakannya, lalu aku pun mengatakannya.’ Maka dipukullah ia dengan satu batang besi, sehingga ia berteriak sekeras-kerasnya yang dapat didengar oleh setiap makhluk, kecuali manusia dan jin, dan seandainya manusia mendengarnya niscaya ia akan jatuh pingsan.”[3]

Adapun orang-orang yang beriman akan diteguhkan untuk menjawab pertanyaan.

Allah Subhanahu wa Ta’alaberfirman:

يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” [Ibrahim/14: 27]

Adzab dan Nikmat Kubur:
Ahlus Sunnah mengimani tentang adanya adzab dan nikmat kubur. Keduanya adalah benar berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah serta ijma’ Salafush Shalih.
Di antara dalil dari Al-Qur-an tentang adanya adzab (siksa) kubur adalah:

Firman Allah Azza wa Jalla;

سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَىٰ عَذَابٍ عَظِيمٍ

“…Nanti mereka akan Kami siksa dua kali, lalu mereka akan dikembalikan kepada adzab yang besar.” [At-Taubah/9: 101]

Menurut penjelasan Imam Hasan al-Bashri dan Qatadah رحمهما الله bahwa yang dimaksud dengan: “…Nanti mereka akan Kami siksa dua kali,” yaitu adzab di dunia dan adzab kubur.[4]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ

Dan pasti Kami timpakan kepada mereka sebagian siksa yang dekat (di dunia) sebelum adzab yang lebih besar (di akhirat)…”[As-Sajdah/32: 21]

Menurut pendapat al-Bara’ bin ‘Azib Radhiyallahu anhu, Mujahid, dan Abu ‘Ubaidah, bahwa yang dimaksud dengan adzab yang dekat adalah adzab kubur.[5]

Firman Allah Ta’ala:

النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ

Kepada mereka diperlihatkan Neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat, (lalu kepada Malaikat diperintahkan): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.’” [Al-Mu’min/40: 46]

Al-Hafizh Ibnu Katsir mengatakan: “Ayat ini merupakan prinsip terbesar yang dijadikan dalil oleh Ahlus Sunnah tentang adanya adzab kubur.”[6]

Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ahuma, ia berkata:

مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ الْمَدِيْنَةِ، فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُوْرِهِمَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ -ثُمَّ قَالَ-: بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ اْلآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan melewati salah satu kebun di kota Madinah, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kubur, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa karena perbuatan dosa besar. Salah seorang dari keduanya tidak menjaga kebersihan dirinya dari air kencing dan yang lainnya senantiasa melakukan namimah (mengadu domba).”[7]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan ummatnya untuk senantiasa berdo’a memohon perlindungan kepada Allah dari adzab kubur di setiap akhir tasyahhud sebelum salam ketika shalat.

اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah hidup dan mati, serta dari kejahatan fitnah al-Masih ad-Dajjal.”[8]

Hal ini menunjukkan adanya adzab kubur.

Baca Juga  Ahlus Sunnah Menasihati Pemerintah Dengan Cara Yang Baik, Tidak Mengadakan Provokasi Dan Penghasutan

Dan masih banyak dalil-dalil lain yang menunjukkan tentang adanya adzab kubur. Oleh karena itu, kita diperintahkan agar berlindung dari adzab kubur.

Dahsyatnya Hari Kiamat:
Kemudian beriman kepada hari Akhir juga menuntut untuk mengimani tentang kepastian datangnya Kiamat dan apa yang terjadi sesudahnya. Hari Kiamat pasti terjadi sebagaimana telah diberitahukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kesepakatan para ulama. Dalil-dalil tentang pasti terjadinya Kiamat banyak sekali di dalam Al-Qur-an dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih[9]. Salah satu dalilnya yaitu firman Allah Azza wa Jalla:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَىٰ وَمَا هُمْ بِسُكَارَىٰ وَلَٰكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ

Hai manusia, bertaqwalah kepada Rabb-mu; sungguh, guncangan hari Kiamat itu adalah suatu (kejadian) yang sangat besar. (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat (guncangan) itu, semua wanita yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka sebenarnya tidak mabuk, tetapi adzab Allah itu sangat keras.” [Al-Hajj/22: 1-2]

Kemudian lihat juga ayat kelima sampai ketujuh dari surat al-Hajj.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang Kiamat: “Gunung-gunung pun berjalan laksana awan, maka jadilah ia laksana fatamorgana. Bumi berguncang dengan dahsyat bagaikan perahu di tengah lautan yang sedang dipermainkan ombak. Ia mengguncang penghuninya bagaikan lampu yang tergantung ditiup angin. Ketahuilah inilah yang dimaksud dalam firman Allah:

يَوْمَ تَرْجُفُ الرَّاجِفَةُ تَتْبَعُهَا الرَّادِفَةُ قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ

“(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama mengguncangkan alam, (tiupan pertama) itu diiringi oleh tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu merasa sangat takut.” [An-Naazi’at/79: 6-8]

Bumi mengguncang penghuninya, wanita-wanita yang menyusui meninggalkan anaknya, wanita hamil melahirkan kandungannya, anak-anak pun beruban karenanya. Manusia berlarian karena terkejut, lalu mereka dihadang oleh Malaikat dan dipukul di muka-muka mereka hingga mereka kembali. Kemudian mereka berbalik dan saling panggil-memanggil di saat mereka dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba bumi terbelah dari satu tempat ke tempat yang lain, lalu mereka melihat hal-hal luar biasa yang tidak pernah mereka lihat sebelum kejadian tersebut. Hal itu membuat mereka sedemikian takut, tidak ada yang mengetahui betapa hebatnya ketakutan itu selain Allah. Mereka melihat ke langit ternyata langit bagaikan logam yang mencair, tiba-tiba langit terbelah dan bintang-bintang berhamburan, matahari dan bulan tidak bercahaya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang-orang yang telah mati tidak mengetahui kejadian-kejadian tersebut sedikit pun.” [10]

Kemudian Allah mengganti bumi dan langit dengan bumi dan langit yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ ۖ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ

“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.” [Ibrahim/14: 48]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ ۚ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” [Az-Zumar/39: 67]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَقْبِضُ اللهُ تَعَالَى اْلأَرْضَ وَيَطْوِي السَّمَاوَاتِ بِيَمِيْنِهِ، ثُمَّ يَقُوْلُ: أَنَا الْمَلِكُ، أَيْنَ مُلُوْكُ اْلأَرْضِ؟

Allah Ta’ala menggenggam bumi dan melipat langit dengan tangan kanan-Nya. Kemudian Dia berfirman: ‘Aku adalah Raja (yang sesungguhnya), manakah raja-raja di bumi?[11]

Hari Kiamat itu pasti terjadi dan tidak ada satu makhluk pun yang mengetahui tentang akhir umur dunia ini karena itu merupakan rahasia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak akan diberitahukan kepada siapa pun dari makhluk-Nya dan tidak ada suatu dalil shahih pun yang menjelaskan tentang hal tersebut.

Tiupan Sangkakala:
Allah menciptakan kejadian-kejadian ketika Kiamat datang menjelang, salah satunya yaitu Allah menyuruh Malaikat Israfil meniup sangkakala, sebagaimana firman-Nya:

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

Dan ketika sangkakala ditiup, maka matilah semua (makhluk) yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian sangkakala itu ditiup sekali lagi, maka seketika itu mereka bangkit (dari kuburnya) menunggu (keputusan Allah).” [Az-Zumar/39: 68]

Tiupan sangkakala pertama berfungsi sebagai tiupan yang mengejutkan dan membuat semua makhluk pingsan, baik di langit maupun di bumi, kecuali yang dikehendaki Allah. Kemudian ruh-ruh ketika itu akan dikembalikan kepada jasadnya masing-masing.

Tiupan sangkakala kedua berfungsi untuk membangkitkan semua makhluk dari kuburnya, maka bangkitlah manusia dari liang kuburnya untuk menghadap Allah, Rabb semesta alam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ الْأَجْدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ

Dan sangkalala ditiup (kembali), maka seketika itu mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb mereka.” [Yaasiin/36: 51]

Juga firman-Nya:

يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

“(Yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Rabb seluruh alam.” [Al-Muthaffifiin/83: 6]

Baca Juga  Ahlus Sunnah Menyuruh Yang Ma’ruf Dan Mencegah Yang Munkar Menurut Ketentuan Syari’at

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ

Dan Dia-lah yang memulai penciptaan (manusia), kemudian mengulangi (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkannya kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya…” [Ar-Ruum/30: 27]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَالَ مَنْ يُحْيِي الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيمٌ قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِي أَنْشَأَهَا أَوَّلَ مَرَّةٍ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيمٌ

Katakanlah: ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belu-lang, yang telah hancur luluh?’ Katakanlah: ‘Yang akan menghidupkannya adalah Allah yang menciptakannya pertama kali. Dan Dia Mahamengetahui tentang segala makhluk.”’ [Yaa-siin/36: 78-79]

Keadaan Manusia ketika Dibangkitkan:
Mereka bangkit dengan tidak beralas kaki, tidak berpakaian dan tidak berkhitan, lalu dikumpulkan di padang Mahsyar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ! إِنَّكُمْ تُحْشَرُوْنَ إِلَى اللهِ تَعَالَى حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً…

Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dihimpun menuju Allah Ta’ala dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang (tidak berpakaian) dan tidak disunat (dikhitan).” [12]

Matahari dekat dengan mereka, peluh (keringat) bercucuran membasahi tubuh mereka. Ada yang terendam sampai pada kedua mata kakinya, ada yang sampai ke lututnya, ada yang sampai ke pinggangnya, sampai ke pundaknya bahkan ada yang sampai ke mulutnya, tergantung pada amalannya[13]. Ada juga yang dilindungi Allah di bawah naungan ‘Arsy-Nya. Di antara mereka ada tujuh golongan yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: َاْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ، وَرُجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ حُسْنٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.

Tujuh golongan yang dinaungi Allah dalam naungan-Nya pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu: (1) Imam yang adil, (2) seorang pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, (3) seseorang yang hatinya selalu berpaut dengan masjid, (4) dua orang yang saling mencintai di jalan Allah, ia berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya, (5) seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata: ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah.’ Dan (6) seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya, serta (7) seseorang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sepi lalu ia me-neteskan air matanya.[14]

Hari Kiamat akan terjadi pada hari Jum’at.

Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ: فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَلاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ.

Hari yang terbaik di mana setiap kali matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari Jum’at diciptakannya Adam, pada hari itu ia dimasukkan ke Surga dan pada hari itu juga dikeluarkan dari Surga. Dan tidaklah terjadi hari Kiamat melainkan pada hari Jum’at.”[15]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1] Lihat Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (II/105) karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, cet. Daar Ibnil Jauzi-th. 1419 H
[2] HR. At-Tirmidzi (no. 1071), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 864) dan al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah (no. 858), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 1391).
[3] HR. Abu Dawud (no. 4753), Ahmad (IV/287, 288, 295, 296), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 753) dan al-Hakim (I/37-40), dari Sahabat al-Bara’ bin ‘Azib Radhiyallahu anhu. Lihat Ahkamul Janaa-iz (hal 199-202). Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui Imam adz-Dzahabi.
[4] Tafsiir Ibni Katsiir (II/423), cet. Daarus Salaam.
[5] Tafsiir Ibni Katsiir (III/509), cet. Daarus Salaam.
[6] Tafsiir Ibni Katsiir (IV/85-86), cet. Daarus Salaam
[7] HR. Al-Bukhari (no. 216 dan no. 218) dengan lafazh: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan.” Lihat Fat-hul Baari (I/ 317) dan Muslim (no. 292).
[8] HR. Muslim (no. 588 (128)) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[9] Di antaranya pada surat al-Haaqqah, at-Takwiir, al-Insyiqaaq, al-Infithar, al-Zalzalah, al-Qaari‘ah dan lain-lain.
[10] Lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim (hal. 137) oleh Ibnu Katsir
[11] HR. Al-Bukhari (no. 4812, 6519, 7382).
[12] HR. Al-Bukhari (no. 3349) dan Muslim (no. 2860 (58)), dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma. Lihat Mukhtashar Shahiih Muslim (no. 2151). Hadits ini terdapat juga dalam Shahiihul Bukhari (no. 6527) dan Muslim (no. 2859), dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma
[13] HR. Muslim (no. 2864) dari Sahabat al-Miqdad bin al-Aswad Radhiyallahu anha.
[14] HR. Al-Bukhari (no. 660, 1423) dan Muslim (no. 1031), dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
[15] HR. Muslim (no. 854 (18)) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu

  1. Home
  2. /
  3. A3. Aqidah Ahlus Sunnah...
  4. /
  5. Ahlus Sunnah Mengimani Adanya...