Adab-adab Puasa yang Dianjurkan

ADAB-ADAB PUASA YANG DIANJURKAN

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menyampaikan kepada yang berharap melebihi harapannya, yang memberikan kepada yang meminta melebihi perintaannya. Aku memuji-Nya atas petunjuk dan hidayah-Nya. Aku mengakui ke Esaan-Nya sebagai pengakuan orang yang mengetahui dengan dalil dan dasar-dasarnya. Aku mengucap shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hamba dan utusan-Nya, kepada sahabatnya Abu Bakar Radhiyallahu anhu yang selalu bersamanya baik di perjalanan maupun ketika menetap, kepada Umar Radhiyallahu anhu yang menjaga Islam dengan semangat yang tidak khawatir dari kekalahan, kepada Utsman Radhiyallahu anhu yang sabar terhadap bala saat menimpanya, dan kepada Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu anhu yang menakutkan musuh dengan keberaniannya sebelum bertarung, serta kepada keluarga dan sahabatnya yang mendapatkan keberuntungan terdahulu dalam cabang dan dasar agama, selama bertiupnya angin di antara selatan dan utaranya, barat dan timurnya.

Saudaraku, majelis ini merupakan bagian kedua dari adab-adab puasa, yaitu adab-adab yang disunnahkan, di antaranya:

Sahur, yaitu makan di akhir malam yang dinamakan dengan nama itu, karena ia terjadi di waktu sahur. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkannya seraya bersabda:

« تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةً»، متفق عليه

“Makan sahurlah, maka sesungguhnya pada makan sahur ada berkah.” Muttafaqun ‘alaih.

Dan dalam shahih Muslim dari Amr bin Ash Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

« فَصْلُ ما بَيْنَ صيامِنَا وصيامِ أهلِ الكتاِب أكْلةُ السَّحَر».

Perbedaan di antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur.”

Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji sahur dengan kurma dalam sabdanya:

« نِعْمَ سَحُورُ المؤمنِ التمرُ»، رواه أبو داود

‘Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah kurma.” HR. Abu Daud[1].

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«السُّحُور كله بركةٌ فلا تَدَعُوْه ولو أن يجرع أحدكم جرعةً من ماءٍ فإن الله وملائكتَه يُصلُّون على المُتسَحِّرِين»

‘Semua sahur adalah berkah maka janganlah kamu meninggalkannya sekalipun hanya dengan seteguk air, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para malaikatnya mengucapkan shalawat kepada orang-orang yang bersahur.” HR. Ahmad dan al-Mundzir berkata: isnadnya kuat.[2]

Hendaklah orang yang bersahur berniat dengan sahurnya karena menjunjung perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti perbuatannya, agar sahurnya menjadi ibadah. Dan hendaklah ia berniat untuk kuat dalam puasa agar ia mendapatkan pahala. Sunnahnya adalah menunda sahur selama ia tidak merasa khawatir terbitnya fajar, karena hal itu adalah perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

فعن قتادة عن أنس بن مالكٍ رضي الله عنه أن نبيَّ الله – صلى الله عليه وسلّم – وزَيْدَ بن ثابتٍ تسحَّرَا فلَّما فرغا من سُحُورهما قام نبيُّ الله – صلى الله عليه وسلّم – إلى الصلاةِ فصلَّى، قُلنا لأنس: كمْ كان بين فراغِهما من سُحُورهما ودخولهما في الصلاةِ؟ قال: قَدْرُ ما يقْرأ الرجلُ خَمسين آيةً؛ رواه البخاري

Dari Qatadah Radhiyallahu anhu, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu makan sahur, setelah selesai dari makan sahur, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri menuju shalat, lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat. Kami bertanya kepada Anas Radhiyallahu anhu, berapakah jarak waktu di antara makan sahur mereka dan shalat? Ia menjawab, ‘Sekadar seorang laki-laki membaca lima puluh ayat.’ HR. Al-Bukhari.

Dan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, sesungguhnya Bilal Radhiyallahu anhu azan di malam hari, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam besabda:

«كُلُوا واشرَبُوا حتى يُؤذِّنَ ابن أمِّ مكتومٍ فإنَّه لا يؤذنُ حتى يطلُعَ الفجْرَ»، رواه البخاري

‘Makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum Radhiyallahu anhu azan, sesungguhnya ia tidak azan sehingga terbit fajar.” HR. Al-Bukhari.

Menunda sahur lebih baik bagi yang puasa dan lebih aman dari tidur sebelum fajar. Orang yang puasa boleh makan dan minum sekalipun setelah makan sahur dan berniat puasa sampai ia yakin terbit fajar berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. [al-Baqarah/2:187]

Diputuskan terbit fajar bisa dengan melihat di ufuk atau berita yang bisa dipercaya dengan azan atau lainnya. Apabila terbit fajar, ia menahan diri dan berniat dengan hatinya dan tidak mengucapkan niat karena mengucapkannya adalah bid’ah.

Di antara adab puasa yang disunnahkan adalah menyegerakan berbuka, apabila sudah yakin tenggelam matahari dengan melihatnya atau berdasarkan dugaan kuat tenggelamnya matahari dengar berita orang yang dipercaya dengan azan atau lainnya. Dari Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«لا يَزالُ الناسُ بخيْرٍ ما عَجَّلُوا الفِطْرَ»،

Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” Muttafaqun ‘alaih.

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang diriwayatkannya dari Rabb-nya Subhanahu wa Ta’ala:

«إن أحبَ عبادي إليَّ أعجلُهم فطراً»، رواه أحمد والترمذي

Baca Juga  Bulan Ramadhan Anugrah Teragung

“Sesungguhnya hambaku yang paling Ku-cintai adalah yang paling segera berbuka.” HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.[3]

Sunnah berbuka dengan ruthab, jika tidak ada maka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air. Berdasarkan riwayat Anas Radhiyallahu anhu:

كان النبيُّ – صلى الله عليه وسلّم – يُفطِرُ قبلَ أن يُصَلِّيَ على رُطباتٍ، فإنْ لَمْ تكنْ رطبات فَتَمَرَات، فإن لم تكن تمرات حَسَا حَسَواتٍ من ماءٍ

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka sebelum shalat atas beberapa biji ruthab. Maka jika tidak ada ruthab maka atas kurma, jika tidak ada kurma, beliau meminum air.‘ HR. Ahmad, Abu Daud, dan at-Tirmidzi.[4]

Jika ia tidak mendapatkan ruthab, tidak kurma dan tidak pula air, ia berbuka atas makanan atau minuman halal yang ada. Jika ia tidak mendapatkan sesuatu, ia berniat berbuka dengan hatinya dan tidak perlu mengisap telunjuknya atau mengumpulkan air liurnya lalu menelannya, seperti yang dilakukan sebagian orang awam.

Dianjurkan berdoa saat berbuat dengan doa yang diinginkan. Dalam sunan Ibnu Majah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إنَّ للصائِمِ عند فطْرِه دعوةً ما تُرَدُّ

Sesungguhnya bagi orang yang puasa saat berbuka ada doa yang tidak ditolak.” Berkata dalam az-Zawaid : Isnadnya shahih.[5]

Dan Abu Daud meriwayatkan dari Muazd bin Zahrah secara mursal marfu’: ‘Apabila berbuka beliau membaca:

اللَّهُمَّ لك صُمْت وعلى رزقك أفَطَرَتُ

Ya Allah, untuk-Mu aku berbuka dan atas rizqi-Mu aku berbuka.”[6]

Dan dalam riwayat Abu Daud juga dari hadits Ibnu Umar Radhiyallahu anhu sesungguhnya apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca:

ذَهَبَ الظَّمأُ وابْتَلَّتِ العروُقُ وثَبتَ الأجْرُ إنْ شاءَ الله».

“Hilang rasa haus, leher menjadi basah dan tetaplah pahala, insya Allah Subhanahu wa Ta’ala.”[7]

Di antara adab puasa yang disunnahkan adalah banyak membaca al-Qur`an, dzikir, shalat, sedakah. Dalam Shahih Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«ثلاثة لا ترد دعوتُهم: الصائمُ حتى يُفْطِر، والإِمامُ العادلُ، ودعوةُ المظلومِ يرْفَعُها الله فوقَ الغمامِ وتُفتَحُ لها أبوابُ السماء ويقولُ الرَّبُّ: وعِزَّتِي وجَلالِي لأنصُرنَّكِ ولو بَعدَ حينٍ»، ورواه أحمد والترمذي

Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka: orang yang puasa saat berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas awan dan dibuka baginya pintu-pintu langit dan ar-Rabb berfirman: ‘Demi keagungan dan kebesaran-Ku, Aku akan menolongmu sekalipun setelah beberapa waktu.” HR. Ahmad dan at-Tirmidzi.[8]

Dan dalam Shahihain dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata: ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia paling pemurah, dan beliau paling pemurah saat di bulan Ramadhan saat Jibril menemuinya dan tadarus al-Qur`an.”Sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat bertemu Jibril Alaihissallam lebih pemurah dengan kebaikan dari pada angin yang bertiup, dan sifat pemurah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan berbagai macam jenis kebaikan berupa mengajarkan ilmu, memberikan bantuan fisik dan harta karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menampakkan agama-Nya, memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya, dan menyampaikan manfaat untuk mereka dengan segala macam jalan berupa mengajarkan ilmu kepada mereka, menunaikan hajat dan memberikan makan kepada yang lapar. Dan sifat pemurahnya berlipat ganda di bulan Ramadhan karena kemuliaan waktunya dan berlipat ganda pahalanya serta menolong orang-orang yang ibadah di bulan itu, juga menggabungkan di antara puasa dan memberi makan, dan keduanya termasuk sebab-sebab masuk surga.

Di dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

«مَنْ أصبح منْكُمْ اليومَ صائماً؟ فقال أبو بكر: أنا. قال: فمَنْ تبعَ منكم اليومَ جِنازةً؟ قال أبو بكر: أنا. قال: فمَنْ أطعم منكم اليومَ مسكيناً؟ قال أبو بكر: أنا. قال: فمَنْ عادَ منكم اليومَ مريضاً؟ قال أبو بكر: أنا. قال النبي صلى الله عليه وسلّم: مَا اجتمعْنَ في امرأ إلاَّ دَخَلَ الجنَّةَ».

Siapakah darimu yang berpuasa pagi ini? Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjawab: Saya.’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: ‘Siapakah darimu yang mengikuti jenazah pada hari ini? Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjawab: Saya. Beliau bertanya: ‘Siapakah darimu yang memberi makan orang miskin pada hari ini? Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjawab: Saya. Beliau bertanya: Siapakah darimu yang mengunjungi orang sakit pada hari ini? Abu Bakar Radhiyallahu anhu menjawab: Saya. Beliau bersabda: ‘Tiadalah semuanya berkumpul pada seseorang kecuali ia masuk surga.”

Di antara adab-adab puasa yang disunnahkan bahwa orang yang puasa merasakan besarnya nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya dengan berpuasa, di antara Dia memberi taufik dan kemudahan kepadanya sehingga ia bisa menyempurnakan puasa dan bulannya. Sesungguhnya banyak orang yang tidak bisa melaksanakan puasa, bisa jadi karena wafat sebelum bulan Ramadhan, atau tidak mampu melakukannya, atau karena sesat dan berpaling karena enggan melaksanakannya. Maka hendaklah orang yang puasa memuji Rabb-nya terhadap nikmat puasa yang merupakan sebab-sebab ampunan segala dosa, penebus segala kesalahan, dan meninggikan derajat di negeri penuh nikmat di samping Rabb Yang Maha Mulia.

Baca Juga  Keberkahan Sahur

Saudaraku, laksanakanlah adab-adab puasa, hindarilah sebab-sebab kemurkaan dan siksaan, berhiaslah dengan sifat-sifat salafus shalih, maka sesungguhnya tidak akan baik generasi terakhir umat ini kecuali sesuatu yang memperbaiki generasi pertama umat ini berupa melaksanakan taat dan menjauhi dosa.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata : Orang-orang yang puasa ada dua tingkatan.
Tingkatan pertama : Salah satunya adalah yang meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengharapkan gantian hal itu di surga. Maka ini sungguh melakukan perniagaan bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyia-nyiakan pahala orang yang melakukan amal kebaikan dan tidak merugi orang yang melakukan transaksi bersamanya, bahkan mendapat keuntungan besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنك لن تدع شيئاً اتقاء الله إلا آتاك الله خيراً منه» أخرجه الإِمام أحمد.

‘Sesungguhnya engkat tidak meninggalkan sesuatu karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melainkan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepadamu kebaikan dari-Nya.’ HR. Ahmad.[9]

Orang  yang puasa ini diberikan di surga apa yang dia kehendaki berupa makanan, minuman dan wanita. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

كُلُواْ وَاشْرَبُواْ هَنِيئَاً بِمَآ أَسْلَفْتُمْ فِى الاَْيَّامِ الْخَالِيَةِ  -الحاقة: 24

(kepada mereka dikatakan):”Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal ang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu”. [Al-Haqqah/69 : 24]

Mujahid dan yang lain berkata: ayat ini turun pada orang-orang yang puasa. Dan dalam hadits Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu anhu yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya di dalam tidurnya, beliau bersabda:

ورَأيتُ رجلاً من أمَّتِي يلْهثُ عَطَشًا كُلَّمَا دنا من حَوضٍ مُنِعَ وطُرِدَ فجاءه صيامُ رمضان فسقاهُ وأرواه

‘Dan aku melihat seorang lelaki dari umatku yang mengulurkan lidah karena kehausan, setiap kali hampir dari telaga ia diusir dan dihalangi, lalu datanglah kepadanya puasa Ramadhan, lalu ia memberinya minuman dan menghilangkan dahaganya.‘ HR. At-Thabrani.[10]

Wahai kaumku, adakah orang yang meminang bulan ini kepada ar-Rahman? Adalah yang ingin  surga yang disediakan Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi orang-orang yang taat?

Barangsiapa yang ingin memiliki surga  – maka janganlah ia terlambat
Hendaklah ia bangun di kegelapan malam – kepada nur al-Qur`an
Dan hendaklah ia shalat dan puasa – sesungguhnya kehidupan ini binasa
Kehidupan sebenarnya hanya di samping Allah Subhanahu wa Ta’ala – di negera yang aman

Tingkatan kedua: orang yang puasa di dunia dari sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ia menjaga kepala dan yang mengelilingi, perut yang meliputi, mengingat mati dan kehancuran, menginginkan akhirat lalu meninggalkan perhiasan dunia. Inilah hari rayanya di hari bertemu Rabb-nya dan kebahagiaannya dengan melihat-Nya.

Barangsiapa yang berpuasa karena perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, meninggalkan syahwatnya di dunia niscaya ia mendapatkanya besok di surga. Dan barangsiapa yang berpuasa dari sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala maka hari rayanya adalah saat bertemu-Nya:

{مَن كَانَ يَرْجُو لِقَآءَ اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ } [العنكبوت: 5].

Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang.Dan Dia-lah yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui.  [al-Ankabuut/29 :5]

Wahai sekalian orang yang bertaubat, puasalah pada hari ini dari hawa nafsu agar kamu mendapatkan Idul Fitri saat bertemu.

Ya Allah, indahkanlah batin kami dengan ikhlas untuk-Mu, perbaikilah amal perbuatan kami dengan mengikuti rasul-Mu dan beradab dengan adab-adabnya. Ya Allah, bangunkanlah kami dari kelalaian dan selamatkanlah kami dari kekhilafan, ampunilah segala dosa dan kesalahan kami. Ampunilah kami, kedua orang tua kami dan semua kaum muslimin, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dengan rahmat-Mu wahai Yang paling penyayang dari orang-orang yang penyayang. Semoga rahmat dan keselamatan Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

[Disalin dari آداب الصيام المستحبة Penulis  Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, Penerjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2009 – 1430]
______
Footnote
[1] إسناده حسن وله شواهد يصل بها إلى درجة الصحة
[2] الجملة الأولى منه لها شاهد في الصحيحين.
[3] إسناده ضعيف وقال الترمذي: هذا حديث حسن غريب.
[4] إسناده حسن جدًا.
[5] ضعفه بعضهم وسبب اختلافهم في صحته اختلافهم في تعيين أحد رواته لكن له شواهد في إجابة دعوة الصائم مطلقًا فالحديث بذلك حسن.
[6] معاذ بن زهرة تابعي وثقه ابن حبان فالحديث ضعيف لإرساله لكن له شاهد ربما يقوى به.
[7] إسناده حسن.
[8] فيه ضعف ولبعضه شواهد.
[9] صحيح
[10] ضعيف الإسناد لكن قال ابن القيم بعد أن ساقه بتمامه في المسألة العاشرة من كتاب (الروح) سمعت شيخ الإسلام ابن تيمية يعظم أمر هذا الحديث وقال –يعني شيخ الإسلام- أصول السنة تشهد له وهو من أحسن الأحاديث. اهـ

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Ibadah5 Puasa
  4. /
  5. Adab-adab Puasa yang Dianjurkan