Berdoa Bersama Setelah Shalat Jenazah

BERDOA BERSAMA SETELAH SHALAT JENAZAH

Pertanyaan.
Afwan ustadz, tolong dibahas bagaimana sikap kita dalam melaksanakan shalat jenazah sebagai makmûm yang sudah paham, tetapi makmûm lain orang awam. Apakah kita harus langsung keluar tanpa berdoa atau berdiri menunggu orang-orang selesai, sedangkan imam juga orang yang paham, tetapi tetap saja berdoa karena melihat makmûm menunggu imam berdoa untuk jenazah. Tolong dijelaskan bagaimana sikap yang seharusnya bagi makmûm atau imam yang paham tadi?
Jazakallâh khair. Hamba Allah

Jawaban.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan kita untuk berdoa bagi kebaikan mayat dalam shalat jenazah dan setelah dikubur. Banyak sahabat Radhiyallahu anhum yang dishalatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , namun tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan mereka setelah shalat jenazah. Andai beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat pernah melakukannya, niscaya hal tersebut akan dinukilkan. Jadi, melakukan doa bersama seperti ini tidak ada contohnya, dan jika dilakukan secara terus-menerus seperti ini merupakan penambahan syarî’ah baru dalam agama Islam yang sudah sempurna.

Syaikh Abdul-‘Azîz bin Bâz rahimahullah berkata, “Hal ini tidak ada dasarnya. Ini adalah bid’ah yang tidak ada contohnya. Setelah salam, doa dan shalat jenazahpun selesai. Sepengetahuan kami, berdiri untuk berdoa setelahnya tidak ada dalilnya.”[1]

Karenanya, tidak perlu melakukan hal ini secara sendiri maupun bersama-sama. Jika Anda berakhlak baik dalam bergaul dengan masyarakat dan aktif dalam kegiatan yang mubah bersama mereka, insya Allâh tidak akan timbul masalah jika suatu saat Anda harus meninggalkan mereka dalam ritual yang dilarang agama. Meraka akan menghormati pilihan Anda itu.

Baca Juga  Apakah Dianjurkan Berpelukan dan Mencium Ketika Bertakziyah?

Imam yang sudah memahami hal ini tetapi masih melakukannya, barangkali berbuat demikian karena khawatir dibenci oleh masyarakat dan belum siap mengambil sikap yang semestinya. Hendaklah ia mengedepankan ridha Allâh di atas ridha manusia, dan insya Allâh dengan begitu ia juga akan meraih ridha manusia, cepat atau lambat.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللَّهِ بِسَخَطِ النَّاسِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَأَرْضَى الناسَ عنه. ومن الْتَمَسَ رِضَى النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ، سَخَطَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عليه الناسَ

Barangsiapa mencari ridha Allâh dengan mendapat murka manusia, Allâh akan ridha padanya, dan menjadikannya diridhai manusia. Dan barangsiapa mencari ridha manusia dengan murka Allâh, maka Allâh akan murka padanya dan menjadikan manusia murka kepadanya.[2]

Masyarakat melakukan hal ini karena banyak yang belum tahu kebenaran, padahal mereka sangat mudah menerima saat kebenaran itu menyapa. Yang mereka butuhkan adalah penjelasan yang disampaikan dengan baik, ilmiah dan lemah lembut. Dan ini menjadi tugas mereka yang dituakan dan yang sudah paham di masyarakat seperti bapak imam ini.

Semoga Allâh Azza wa Jalla mengembalikan umat Islam ke ajaran Islam yang murni, dan memberikan taufik kepada para juru dakwah dalam membina umat.

Wallâhu A’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/XVI/1434H/2013M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Fatâwâ Nur ‘ala Darb, 14/19.
[2] Shahîh Ibnu Hibbân no. 276, dan ditegaskan keshahîhannya oleh Syaikh al-Albâni