Pendidikan Anak Tanggung Jawab Kedua Orang Tua
PENDIDIKAN ANAK TANGGUNG JAWAB KEDUA ORANG TUA
Pertanyaan
Kami memiliki anak yang kurang bagus prestasi belajarnya. Bapaknya tidak baik dalam mendidiknya. Ketika sang anak berusia enam tahun, dia mulai berbicara dengan kata-kata kasar terhadap saudara-saudaranya. Saya sudah berusaha memberikan hukuman, namun bapaknya mencegah saya. Ini bukan kali pertama, akan tetapi untuk pertama kalinya saya mengambil sikap. Maka sayapun tidak lagi mengajarkannya. Tak beberapa lama kemudian prestasi belajarnya makin merosot, lalu sang bapak meminta saya untuk mengajarkannya. Aku bersedia mengajarkannya dengan syarat dia membolehkan aku ikut Dar tahfiz (sekolah hafalan Al-Quran). Maka dia setuju, maka akupun konsentrasi ikut tahfiz. Namun berikutnya, suami saya melarang saya ikut tahfiz lagi, maka akupun tidak lagi bersungguh-sungguh mengajarkan anakku, akibatnya sang anak mengalami kegagalan. Pertanyaannya adalah, siapakah yang bertanggung jawab atas pendidikan anak, dan apa hukumnya jika saya bersikeras pergi ke Dar Tahfiz?
Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama: Pendidikan anak merupakan tanggung jawab bersama antara kedua orang tua. Jika terjadi pertentangan dalam mendidik mereka akan berdampak negatif bagi anak-anak, maka akhlaknya akan rusak dan kepribadiannya akan terganggu. Karena itu, wajib bagi kedua orang tua untuk mendidik mereka dengan baik dan tidak terjadi pertentangan di antara mereka. Khususnya, jangan sampai hal tersebut diperlihatkan di hadapan mereka. Mereka wajib sepakat dalam mengatasi problem yang dihadapi anak mereka, jangan sampai salah satu dari mereka hendak mengambil tindakan hukuman atas kesalahan, sementara yang lain hendak memaafkannya. Maka harus ada kesepatakan setelah mereka musyawarahkan. Sehingga sang anak menjadi tahu bahwa keduanya sepakat memberi maaf karena keinginan dari salah satu pihak untuk memberinya kesempatan memperbaiki diri. Adapun jika keduanya memperlihatkan pertentangan di depan anak yang bersalah, lalu mengucapkan kata-kata keras dan perbuatan kasar, maka tindakan seperti itu keliru dan akan berdampak pada sang anak.
Di antara perkara yang menunjukkan adanya tanggung jawab bersama tersebut dalam mendidikan anak-anak mereka adalah;
1. Firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” [At-Tahrim/66 : 6]
2. Dari Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ : الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا (رواه البخاري، 853 ومسلم، رقم 1829 )
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan kalian akan ditanya tentang orang-orang yang kalian pimpin. Seorang laki-laki adalah pemimpin di tengah keluarganya, dan dia akan ditanya tentang orang-orang yang dia pimpin. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari, no. 893, Muslim, no. 1829)
Kedua: Tanggung jawab seorang bapak dalam pendidikan anak, hendaknya dengan menjadikan hal tersebut sebagai prioritats perhatiannya. Seorang laki-laki memiliki hikmah, pengalaman dan kekuatan dan dirinya mampu berbagi kepada selainnya untuk mencari cara terbaik dalam mendidik sang anak. Para salaf dahulu sangat mengutamakan untuk mendidik langsung anak-anaknya. Seorang Khalifah pada masa Dinasti Abasiyah: Al-Manshur mengunjungi orang-orang dari kalangan Bani Umayyah yang berada di penjara lalu dia berkata kepada mereka, “Betapa pahitnya penjara yang kalian lalui?” Mereka berkata, “Tidak ada yang kami rasakan kehilangan selain pendidikan anak-anak.”
Sebagian orang tua mengira bahwa memperhatikan anak hanya terbatas pada pengadaan pangan, sandang dan papan. Ini adalah pandangan yang keliru.
Syekh Ibn Baz berakata : Berbuat baik kepada anak-anak wanita dan anak-anak seusia mereka adalah dengan mendidik dan mengajarkan mereka terhadap kebenaran. Berupaya agar mereka dapat menjaga diri serta menjauhi perkara yang diharamkan Allah seperti membuka aurat dan lainnya. Demikian pula dalam mendidik saudara perempuan dan anak laki-laki dengan cara-cara yang baik. Sehingga semuanya terdidik dalam ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi perkara yang Allah haramkan, serta melaksanakan hak Allah Ta’ala. Dengan demikian, hendaknya diketahui bahwa yang dimaksud berbuat baik terhadap mereka bukan sekedar pemenuhan pangan, sandang dan papan semata, akan tetapi yang dimaksud adalah lebih umum dari itu, yaitu berbuat baik terhadap mereka dalam urusan agama dan dunia.[1]
Ketiga: Tanggungjawab pendidikan dan pengarahan adalah tanggungjawab bersama antara kedua orang tua. Masing-masing sesuai kapasitas dan kemampuannya. Allah tidak membebani seseorang diluar kemampuannya. Tidak dibolehkan kepada seorang bapak melimpahkan beban pendidikan anak kepada sang ibu sementara dia hanya menyaksikan saja dan acuh atau pura-pura acuh, begitu pula sang ibu tidak boleh melakukan hal yang samg. Memperhatikan, mendidik dan mengajarkan anak adalah tanggungjawab bersama. Jika seorang bapak adalah pekerja keras, sedangkan ibunya banyak waktu luang, maka beban dia dalam mendidik anak lebih besar, begitu pula sebaliknya. Selayaknya mereka bermusyawarah dan saling memahami, hingga misinya berjalan dengan sempurna. Namun pada asalnya, pengarahan dan tanggungjawab berada di pundak bapak, bukan ibu.
Syekh Muhammad bin Saleh Al-Utsaimin rahimahullah berkata : Anak laki dan anak perempuan memiliki penanggung jawab yang harus merawat mereka jika mereka masih kecil. Wajib bagi wali mereka untuk menugaskan keluarganya beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dan bersungguh-sungguh menuntut ilmu serta memotivasi anak-anaknya. Misalnya dengan berkata kepada anaknya, ‘Kemari nak, berapa ayat yang engkau hafal hari ini?’ Baca di depan ayah apa yang engkau hafal.’ Sehingga sang anak termotivasi dan dia mengetahui ada orang yang memantau mereka. Demikian pula halnya dikatakan kepada anak-anak perempuan. Doronglah mereka untuk menuntut ilmu dan mengamalkannya. Satukan hati kalian dengan hati mereka. Jangan seperti sebagian orang tua, di rumah bagaikan kayu yang bersandar tidak bergeming. Karena seseorang bertanggung jawab terhadap keluarganya dan orang yang harus dia pelihara.[2]
Keempat: Nasehat kami kepada saudari penanya, jangan keluar dari rumah tanpa izin dan ridha sang suami, walaupun untuk belajar dan mengajarkan Al-Quran. Karena taat terhadap suami adalah wajib dan keluarnya wanita dari rumah tanpa izin suaminya diharamkan. Menekannya untuk memaksanya agar dirinya dapat keluar rumah juga tidak boleh. Jangan buka pintu keburukan dengan keluar dengan cara seperti itu. Anda dapat membagi waktu antara mengajarkan anak dengan belajar anda. Kemudian yakinkan sang suami bahwa anda dapat membagi-bagi tugas tersebut. Kami memperkirakan bahwa sang suami akan menghargai apa yang anda utarakan untuk memahami kebutuhan terhadap kedua hal tersebut.
Hendaknya anda mengetahui bahwa suami anda tidak berdosa manakala melarang anda untuk ikut halaqah Al-Quran. Dia hanya berdosa apabila mencegah anda untuk shalat di masjid atau mempelajari ilmu yang wajib dan tidak mungkin dipelajari di rumah. Allah telah memudahkan orang sekarang sarana untuk belajar. Seorang wanita dapat membaca buku atau mendengarkan kaset dalam berbagai disiplin ilmu. Sekarang alat-alat modern membuat anda tidak terhalang untuk mempelajari sesuatu. Dia tidak akan melihat, dengan keluarnya dari rumah, lebih banyak dari apa yang dia dapatkan di rumahnya jika dia menghendaki. Begitu juga anda dapat mengadakan halaqah dengan akhwat yang baik di rumah anda tanpa harus keluar dari rumah.
Kesimpulannya, prioritaskan semampu anda dalam mendidik dan mengajarkan anak anda. Perlakukan suami anda dengan baik dan tunaikan apa yang Allah wajibkan kepada anda. Insya Allah akan anda dapatkan buah dari semua itu, baik dalam diri anda, suami anda dan anak-anak anda.
Kelima : Begitu juga kami nasehatkan kepada sang suami agar bersikap baik dalam memperlakukan isterinya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِه (رواه الترمذي، رقم3895وصححه الألباني في سلسلة الأحاديث الصحيحة، رقم385)
“Sebaik-baik kalian, adaah orang paling baik terhadap keluarganya.” (HR. Tirmizi, no. 3895, dinyatakan oleh Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 385)
Jika dia melihat bahwa keluarnya sang isteri ke Dar Tahfiz memiliki manfaat, dan manfaatnya dapat berdampak terhadap anak-anaknya bahkan terhadap kehidupan rumah tangganya, mengapa dia melarangnya untuk meraih kebaikan tersebut? Sehingga mengakibatkan hubungan keduanya memburuk. Karena dia melihat dengan melarangnya akan bermanfaat baginya. Seyogyanya kehidupan anda berdua berdiri atas saling memahami, ikut serta dalam tanggung jawab. Berusaha satu dengan lainnya untuk memberi manfaat kepada lainnya. Hendaknya suami mengetahui bahwa kerelaan dan kebahagiaan istri tanpa bermaksian kepada Allah, manfaatnya akan kembali kepadanya dan kepada anak-anakna.
Keenam: Berikut akan kami sampaikan pandangan para pakar dalam bidang ini terkait dengan peran bersama antara bapak dan ibu dalam pendidikan dan pengajaran anak.
Seorang wanita bertanya-tanya kritis, ‘Mengapa suami sering menyalahkan isterinya apabila prestasi belajar anak merosot, sedangkan dia melupakan kewajibannya yang tidak dapat ditinggalkan dalam masalah ini?
- Mahmud Abu Duf, dosen di Universitas Islam Gazza menjawabnya, “Setiap bapak dan ibu wajib bekerjasama dalam masalah ini. Hendaknya seorang bapak mengisi kekurangan yang boleh jadi tidak dapat dilakukan sang ibu atau apabila ada materi pelajaran yang tidak dikuasainya dengan baik.”
- Abu Duf sangat menekankan pentingnya seorang bapak memiliki peran aktif dan pengaruh kuat dalam memantau kegiatan belajar anak serta memberikan isyarat kepada mereka agar komitmen dalam masalah ini.
Beliau menyayangkan sikap bapak yang lari dari tanggungjawab ini serta adanya pandangan negatif dalam diri mereka, yaitu bahwa tugas mengajarkan hanyalah tugas sang ibu, sebagaimana tugas-tugas kerumahtanggaan yang dia miliki. Beliau menjelaskan, “Ini pandangan yang keliru. Tugas ini lebih kepada pendidikan yang membutuhkan kesatuan peran antar sepasang suami isteri. Seorang bapak harus mengetahui bahwa tugasnya bukan hanya di luar rumah untuk mengais rezeki dan memenuhi kebutuhan keluarga. Akan tetapi ada pula tugasnya yang sangat penting di dalam rumha, yaitu memberikan pelajaran terhadap anak-anak. Ini bukan tugas biasa.
Beliaupun meminta para bapak tentang pentingnya kesadaran dan kepekaan mereka tentang masalah ini agar tidak tidak muncul perselisihan di sekitar masalah ini di tengah keluarga.
Ustad Usamah Al-Muzaini, dosen di Fakultas Pendidikan Universitas Islam, berkata, “Bapak berkewajiban memperhatikan kegiatan belajar anak-anaknya sebagai bagian penting dalam prioritasnya.”
Dia juga berkata, “Isteri adalah mitramu dalam hidupmu, dan memperhatikan pelajaran anak-anak, berarti anda telah menunaikan peran anda sebagi mitra isteri. Jika tidak, maka tanyalah diri anda sendiri, “Mana peran saya?” Ingatlah bahwa di sana ada sesuatu yang lebih penting dari sekedar menyiapkan kebutuhan sandang pangan kepada anak-anak anda, yaitu tentang masa depan pengetahuan mereka.”
Wallaua’lam.
Disalin dari islamqa
[1] Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Sykeh Ibn Baz, 4/377
[2] Al-Liqa Asy-Syahri, hal. 67
- Home
- /
- A9. Wanita dan Keluarga...
- /
- Pendidikan Anak Tanggung Jawab...