Kesyirikan Pada Kaumnya Nuh Alaihissalam

KESYIRIKAN PADA KAUMNYA NUH ALAIHISSALAM

Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa Ta’ala, kami memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya, kami berlindung kepada Allah Shubhanahu wa Ta’ala dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang-Dia beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang -Dia sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa Ta’ala semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba’du.

Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya bahwa manusia pertama yang Allah Ta’ala ciptakan adalah Adam ‘alaihi sallam. Sebagaimana yang Allah Ta’ala katakan didalam firmanNya:

 وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِل فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ – وَعَلَّمَ ءَادَمَ ٱلۡأَسۡمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمۡ عَلَى ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ فَقَالَ أَنۢبِ‍ُٔونِي بِأَسۡمَآءِ هَٰٓؤُلَآءِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ – قَالُواْ سُبۡحَٰنَكَ لَا عِلۡمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمۡتَنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡعَلِيمُ ٱلۡحَكِيمُ  [ البقرة: 30-32 ]

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal Kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada    -Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar! Mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[al-Baqarah/2: 30-32].

Makanya kita menjumpai kisah pertama yang Allah Shubhanahu wa Ta’ala kisahkan kepada kita diantara kisah-kisahnya para nabi didalam al-Qur’an yang suci ialah kisahnya Adam ‘alaihi sallam. Beliaulah bapaknya manusia. Untuk pertama kalinya beliau tinggal di surga, Allah Shubhanahu wa Ta’ala muliakan dirinya dengan menyuruh para malaikat terdekat yang berada disisi -Nya untuk sujud kepadanya, sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan padanya. Kecuali Iblis, sesungguhnya ia punya keinginan untuk mengeluarkan Adam dari surga, lalu akhirnya Adam pun di turunkan ke bumi, dan dialah manusia pertama yang tinggal di muka bumi, akan tetapi, apakah dirinya berada di atas agama tauhid? Jawabannya adalah benar, dirinya berada diatas agama tauhid dan beliau adalah seorang nabi. Dalil yang menguatkan hal tersebut ialah nash berikut ini:

1. Firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:

 إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰٓ ءَادَمَ وَنُوحا وَءَالَ إِبۡرَٰهِيمَ وَءَالَ عِمۡرَٰنَ عَلَى ٱلۡعَٰلَمِينَ  [ آل عمران: 33 ]

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga ‘Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)”. [al-Imraan/3: 33].

2. Sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana di riwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab shahihnya, disebutkan:

أن رجلا قال : يا رسول الله أنبي كان آدم . قال : نعم مكلم . قال : فكم كان بينه وبين نوح . قال :  عشرة قرون . رواه أحمد وابن ماجه

Ada seorang sahabat yang bertanya kepada Rasulallah, ‘Wahai Rasul apakah Adam seorang nabi? Beliau menjawab, “Benar, dan yang diajak bicara langsung oleh Allah. Berapa lama jarak antara nabi Adam dan Nuh, tanya sahabat tadi. Beliau menjawab, “Sepuluh masa“.[1]

3. Demikian pula sabdanya beliau yang mengatakan:

ال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « ما من نبي يومئذ آدم فمن سواه إلا تحت لوائي » [أخرجه الترمذي]

“Tidak ada seorang nabi pun pada saat itu, Adam yang lainnya melainkan berada di (belakang) benderaku”.[2]

Dalil-dalil diatas tadi menunjukan kalau Adam ‘Alaihi sallam adalah seorang nabi, dan sudah dapat di pastikan jika beliau berada diatas agama tauhid.

Dan para ulama yang ucapannya didengar oleh semua kalangan telah bersepakat tanpa berselisih sedikitpun, bahwa Adam ‘alaihi sallam berada diatas agama tauhid, sebagaimana dijelaskan dalam hadits syafa’at yang panjang, disebutkan disitu; “Wahai Adam engkau adalah manusia pertama…”. Al-Hadits[3]. Didalam hadits itu disebutkan bahwa manusia ketika itu mensifati Adam sebagai manusia pertama. Dan didalam hadits lain dijelaskan bahwa beliau adalah seorang nabi, sedangkan seorang nabi di utus hanyalah untuk menyerukan agama tauhid, dan Adam di utus oleh Allah Shubhanahu wa Ta’ala kepada anak keturunanya dikala kondisi mereka masih lurus fitrahnya, belum muncul kekufuran dari mereka, sehingga mereka sangat mentaatinya[4].

Sebagaimana Telah lewat kajian secara ilmiah yang menjelaskan akan lemahnya pendapat yang menyatakan terjadi kesyirikan dalam lafad yang diucapkan oleh nabi Adam ‘alaihi sallam manakala menafsirkan makna firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:

 فَلَمَّآ ءَاتَىٰهُمَا صَٰلِحا جَعَلَا لَهُۥ شُرَكَآءَ فِيمَآ ءَاتَىٰهُمَاۚ فَتَعَٰلَى ٱللَّهُ عَمَّا يُشۡرِكُونَ  [ الأعراف: 190 ]

“Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan -Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan”. [al-A’raaf/7: 190].

KESYIRIKAN PADA KAUMNYA NABI NUH
Tatkala nabi Adam ‘alaihi sallam meninggal maka yang meneruskan tugas ayahnya adalah anaknya yang bernama Syiitsa ‘alaihi sallam, dan ketika itu belum terjadi kesyirikan sedikitpun pada umatnya, menurut pendapat yang kuat. Ketika ajal beliau sudah dekat dirinya berpesan kepada anaknya Anusy untuk meneruskan tugas yang di embannya. Setelah dia meninggal di lanjutkan oleh anaknya yang bernama Qinan, kemudian dilanjutkan oleh anaknya Mahla’il, ketika dirinya meninggal urusannya di pegang oleh anaknya yang bernama Yarid[5].

Diantara kejadian-kejadian yang tercatat dalam sejarah yang disebutkan oleh para praktisi sejarah di dalam kurun waktu tersebut di klasifikasikan sebagai berikut: Para sejarahwan mengatakan, “Sesungguhnya Qabil setelah membunuh saudaranya Habil, dirinya langsung melarikan diri dari ayahnya Adam menuju negeri Yaman. Sesampainya disana dirinya di sambangi Iblis sembari mengatakan kepadanya, ‘Sesungguhnya persembahan Habil di terima oleh Allah dan dimakan oleh api disebabkan dirinya dulu mengabdi kepada api dan menyembahnya, maka lakukankah hal yang sama seperti dirinya, buat tungku api untukmu dan anak keturunanmu”. Lalu Qabil membikin tempat khsusus untuk api, dan dialah pionir yang membikin tungku api lalu menyembahnya”.[6]

Sebagain pakar sejarah mengatakan, mengacu pada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Ibnu Kalbi dari ayahnya dari Abu Sholeh, diceritakan bahwa Ibnu Abbas mengatakan, “Pada zamannya Yarid patung dan berhala di produksi, maka ada yang kembali dari agama yang lurus (murtad)”.[7] Selanjutnya tatkala kematian sudah semakin dekat, maka Yarid berpesan kepada putranya yang bernama Khanukh -Menurut pendapat yang masyhur beliau adalah nabi Idris ‘alaihi sallam-.

Baca Juga  Bagaimana Menghindari Riya’?

Al-Hafidh Ibnu Katsir mengatakan tentang beliau, “Dia adalah anak keturunan Adam yang pertama kali mengemban tugas kenabian setelah Adam dan Syiitsa ‘alaihima sallam”. Dalilnya ialah firman Allah Ta’ala:

 وَٱذۡكُرۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ إِدۡرِيسَۚ إِنَّهُۥ كَانَ صِدِّيقا نَّبِيّا ٥٦ وَرَفَعۡنَٰهُ مَكَانًا عَلِيًّا  [ مريم: 56-57 ]

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi”. [Maryam/19: 56-57]

Di dalam ayat diatas Allah Shubhanahu wa Ta’ala memuji Idris ‘alaihi sallam dan mensifati dirinya dengan kenabian dan orang-orang yang membenarkan, dan Idris di sini adalah Khanukh. Dan beliau masih berada dalam satu garis silsilah keturuanan bersama Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dinyatakan tidak sedikit oleh para ulama nasab.

Sebagaimana juga disebutkan dalam hadits Isra’ yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam melewati langit ke empat dan disana beliau bertemu dengan Idris, dan dalam hadits tersebut dinyatakan dengan jelas tentang kenabian Idris[8]. Kemudian setelah itu Allah Shubhanahu wa Ta’ala mengutus nabi Nuh ‘alaihi sallam, beliau adalah nabi ketiga yang disebut oleh –Nya di dalam al-Qur’an diantara jarak beliau dengan nabi Adam ‘alaihi sallam.

Nama beliau adalah Nuh bin Lamik bin Mutusyalih bin Khanukh -yaitu nabi Idris- bin Yarid bin Mahla’il bin Qinan bin Anusy bin Syiitsa bin Adam yang merupakan bapaknya manusia”[9]. Beliau adalah rasul pertama yang di utus oleh Allah azza wa jalla, sebagaimana tertera dengan jelas dalam hadits syafaat yang terkenal. Dimana disebutkan dalam hadits tersebut, “Wahai Nuh engkau adalah rasul pertama di muka bumi”.

Sebagaimana telah di jelaskan dalam ayat yang menerangkan tentang para rasul, di mana nama Nuh disebut untuk pertama kali. Semisal firman Allah Tabaraka wa Ta’ala:

 أَلَمۡ يَأۡتِهِمۡ نَبَأُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡ قَوۡمِ نُوح وَعَاد وَثَمُودَ وَقَوۡمِ إِبۡرَٰهِيمَ وَأَصۡحَٰبِ مَدۡيَنَ وَٱلۡمُؤۡتَفِكَٰتِۚ أَتَتۡهُمۡ رُسُلُهُم بِٱلۡبَيِّنَٰتِۖ فَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيَظۡلِمَهُمۡ وَلَٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ  [ التوبة: 70 ]

“Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, ‘Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah?. telah datang kepada mereka Rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”. [at-Taubah/9: 70].

Demikian pula dalam ayat yang menjelaskan pujian Allah Shubhanahu wa Ta’ala terhadap para nabi dan rasul. Seperti dalam firman -Nya:

 وَإِذۡ أَخَذۡنَا مِنَ ٱلنَّبِيِّ‍ۧنَ مِيثَٰقَهُمۡ وَمِنكَ وَمِن نُّوح وَإِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَۖ وَأَخَذۡنَا مِنۡهُم مِّيثَٰقًا غَلِيظا  [ الأحزاب: 7 ]

“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh”.[al-Ahzab/33: 7].

Secara garis besar, maka Nuh ‘alaihi sallam di utus oleh Allah Ta’ala manakala berhala dan para thagut telah di sembah oleh manusia, dan mulai munculnya kekufuran dan kesesatan yang dilakukan oleh mereka. Allah mengutusnya sebagai rahmat bagi para hamba, dan beliau merupakan rasul pertama yang di utus dimuka bumi –sebagaimana dikatakan oleh ahli mauqif kelak pada hari kiamat-. Demikian berdasarkan banyak ayat, yang mana kisah beliau banyak disebut dalam berbagai surat al-Qur’an, diantaranya seperti dalam surat al-A’raaf, surat Yunus, surat Huud, surat al-Mukminuun, surat asy-Syu’araa dan surat Nuh.

KESYIRIKAN YANG TERJADI PADA KAUMNYA NUH
Imam Ibnu Jarir Thabari menuturkan tentang masalah ini, dimana beliau sampai pada kesimpulan setidaknya ada tiga pendapat dikalangan ulama yang menyimpulkan kondisi kaumnya nabi Nuh ‘alaihi sallam, yaitu:

Kondisi pertama: dijelaskan bahwa Kebanyakan mereka telah terjerumus dalam perbuatan yang dilarang oleh Allah azza wa jalla. Mulai dari melakukan perbuatan zina, minum-minuman keras, sibuk dengan sendau gurau dan permainan yang melalaikan diri untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah azza wa jalla.

Kondisi kedua: dikatakan kalau Mereka adalah para pengikuti yang mentaati Bairusib, dan Bairusib ini ialah yang memprakarsai adanya perkataan shoibah[10].

Kondisi terakhir: dijelaskan mengacu pada al-Qur’an dimana al-Qur’an mengabarkan bahwa mereka adalah para penyembah berhala[11]. Dan ini lah pendapat yang kuat dalam masalah ini. adapun pendapat-pendapat yang lain hanya sekedar analisis dan terkaan dari para sejarahwan.

Sebetulnya kaumnya nabi Nuh lah yang memprakarsai kesyirikan dengan menyembah patung dan berhala, dimana mereka biasa menyeru kepada Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Dan Allah Ta’ala telah mengabadikan hal tersebut didalam firman -Nya tatkala mengkisahkan nabi Nuh. Allah berfirman:

 قَالَ نُوح رَّبِّ إِنَّهُمۡ عَصَوۡنِي وَٱتَّبَعُواْ مَن لَّمۡ يَزِدۡهُ مَالُهُۥ وَوَلَدُهُۥٓ إِلَّا خَسَارا ٢١ وَمَكَرُواْ مَكۡرا كُبَّارا ٢٢ وَقَالُواْ لَا تَذَرُنَّ ءَالِهَتَكُمۡ وَلَا تَذَرُنَّ وَدّا وَلَا سُوَاعا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسۡرا  [ نوح: 21-23 ]

“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang berharta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, dan melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”. [Nuuh/71: 21-23].

Di jelaskan dalam sebuah hadits shahih dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma ketika beliau menafsiri ayat-ayat diatas dengan mengatakan, “Nama-nama ini adalah orang-orang sholeh dari kaumnya nabi Nuh. Tatkala mereka meninggal maka setan membisikan kepada kaumnya supaya membuat relief di atas tempat majelisnya yang biasa mereka gunakan lalu memberi tanda dengan nama-nama mereka, akhirnya mereka melakukan hal tersebut, tapi belum sampai disembah. Hingga ketika mereka binasa dan sudah tidak ada lagi ilmu akhirnya relief tersebut disembah“.[12]

Ucapan beliau, ‘Tapi belum sampai disembah’, yang dimaksud ialah relief orang-orang sholeh tersebut. Dan ucapannya, ‘Hingga ketika mereka binasa dan sudah tidak ada lagi ilmu akhirnya relief tersebut disembah’. Maksudnya ialah ketika ilmu yang menjelaskan maksud pertama telah hilang ditengah-tengah mereka.

Dalam redaksi yang dibawakan oleh al-Kusymihani[13] disebutkan dengan lafad, ‘Ilmu terhapus’. Maksudnya jejak mereka terhapus dengan sebab para ulama telah meninggal. Sehingga kebodohan meraja lela kemudian mereka tidak bisa lagi membedakan antara tauhid dan kesyirikan, akhirnya mereka terjatuh dalam kesyirikan karena persangkaan mereka yang mengira hal tersebut bisa bermanfaat disisi Allah azza wa jalla[14]. Di mana semakin jauh ilmu yang ada akhirnya mereka membikin gambar-gambar tiruan di tempat ibadah yang biasa mereka kerjakan, sebab mereka adalah ahli ibadah sehingga persangkaan mereka hal tersebut mampu memotivasi untuk meniru ibadah yang mereka lakukan.

Baca Juga  Syirik Politik ?!

Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, “Banyak para ulama salaf yang menyebutkan, tatkala mereka meninggal maka kaumnya duduk-duduk di sebelah kuburanya, kemudian mereka membuat relief-reliefnya, selanjutnya setelah berlalu jauh generasi tersebut maka akhirnya patung relief tersebut di sembah”.[15] Dan ditegaskan bahwa itulah asal mula kesyirikan yang terjadi dikalangan bani Adam, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Termasuk kesyirikan yang terjadi ditengah-tengah manusia ialah mengagungkan orang-orang sholeh. Dimana tatkala mereka meninggal, kaumnya duduk-duduk disebelah kuburannya. Kemudian mereka membuat relief-reliefnya, selanjutnya mereka menyembahnya. Inilah kesyirikan pertama yang terjadi ditengah-tengah anak manusia, dan hal itu terjadi untuk pertama kalinya pada kaumnya nabi Nuh ‘alaihi sallam”.[16]

Oleh karena itu dicantumkan dalam kumpulan kitab tauhid bahwa yang namanya berdiam diri disamping kubur dan mengusap-usap kubur tersebut, mencium dan berdo’a disisinya merupakan inti dari kesyirikan dan bagian dari beribadah kepada berhala[17]. Seperti dipaparkan oleh penulis kitab Shaihatul Haq, dimana penulis menyatakan, “Sesungguhnya pangkal peribadatan kepada patung dan berhala yang ada di seluruh peradaban manusia berawal dari membikin gambar diatas kuburan orang-orang sholeh, dari peradaban Arab, Yunani kuno, Romawi, Babilon, Persia, India dan Cina, pada awal mulanya Tuhan-tuhan yang mereka jadikan sebagai sesembahan dan berhala yang mereka rela untuk duduk-duduk disekitarnya ialah bersumber dari gambar yang mereka buat lalu di letakkan diatas kuburan orang-orang sholeh dikalangan mereka.

Tujuannya untuk mengingatkan keutamaan dan akhlak mulia orang sholeh tersebut yang dengan itu akan memotivasi mereka untuk menirunya. Maka tatkala generasi demi generasi berlalu, tujuan pertama kali dibuat gambar tersebut sudah terlupakan, sehingga akhirnya mereka menjadikan sebagai Tuhan yang mereka sembah dan digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu wa Ta’ala serta dimintai pertolongan”.[18] Begitulah keadaan manusia ketika itu, dirinya lupa dengan perjanjian yang Allah Shubhanahu wa Ta’ala buat, mereka meninggalkan agama tauhid yang Allah Shubhanahu wa Ta’ala jadikan sebagai fitrah mereka. Sehingga tidak tersisa pada saat itu di muka bumi orang yang menyembah Allah Shubhanahu wa Ta’ala secara murni tanpa menyekutukan -Nya dengan yang lain -Nya.

Kemudian Allah Shubhanahu wa Ta’ala mengutus kepada mereka nabi Nuh ‘alaihi sallam untuk mengajak mereka beribadah kepada Allah Ta’ala semata, serta memperingatkan dari siksaan –Nya jikalau mereka masih mengerjakan peribadatan kepada tuhan-tuhan batil yang mereka buat tersebut.  Cukup panjang dakwah yang beliau lakukan dan cukup lama beliau tinggal bersama mereka, dirinya tidak bosan untuk mengajak dan mengingatkan mereka siang dan malam, terang-terangan maupun dengan cara sembunyi-sembunyi, akan tetapi, sangat sedikit dari kaumnya yang mau mengikuti dakwah nabi Nuh ‘alaihi sallam dalam kurun waktu yang cukup lama tersebut, walaupun muatan dakwahnya cukup jelas, hujah yang mereka terima begitu terang serta semangat beliau yang tidak padam surut.

Selanjutnya Allah azza wa jalla memberi wahyu kepada nabi Nuh yang menjelaskan kondisi kaumnya yang sudah tidak mungkin lagi beriman kecuali orang-orang yang sebelumnya telah beriman kepadanya, oleh sebab itu janganlah kamu bersedih hati dengan apa yang mereka lakukan, kemudian Allah Shubhanahu wa Ta’ala menyuruh beliau untuk membikin bahtera dengan wahyu dan pengawasa -Nya, dan supaya membawa didalam bahtera tersebut setiap binatang melata ataupun ternak yang berpasang-pasangan –laki-laki dan perempuan- lalu semuanya disuruh untuk naik bahtera bersama orang-orang yang beriman dan keluarganya kecuali orang-orang yang telah ditentukan kebinasaannya oleh Allah azza wa jalla[19].

Dan Allah Shubhanahu wa Ta’ala mengabadikan akhir dari kisah perjalanan mereka dalam firman -Nya:

 فَكَذَّبُوهُ فَأَنجَيۡنَٰهُ وَٱلَّذِينَ مَعَهُۥ فِي ٱلۡفُلۡكِ وَأَغۡرَقۡنَا ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بِ‍َٔايَٰتِنَآۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَوۡمًا عَمِينَ  [ الأعراف: 64 ]

“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)”. [al-A’raaf/7: 64].

[Disalin dari الشرك في قوم نوح عليه السلام  Penulis Syaikh Abu Bakar Muhammad Zakaria, penerjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2014 – 1435]
______
Footnote
[1] HR Ahmad 5/265-266. Ibnu Majah 8/24-25. Namun, didalam sanad kedua riwayat tadi ada perawi yang bernama Ma’an bin Rifa’ah as-Sulami. Layinul hadits dan sering memursalkan hadits. Dan perawi yang bernama Ali bin Yazid al-Alhani dia adalah perawi yang lemah. Serta perawi yang bernama Qosim bin Abdirahman, shoduq sering meriwayatkan hadits asing, bersamaan dengan itu semua hadits ini di nilai shahih oleh Syaikh al-Albani dalam takhrij al-Misykah 3/122.
[2] HR Tirmdzi 5/ 548 no: 3615. Beliau berkata; Hadits ini hasan shahih.
[3] HR Bukhari no: 3340, 4712. Muslim no: 194.
[4] Lihat pemaparan seperti ini dalam kitab Adhwa’ul Bayan 1/223, 224. oleh Muhammad Amin Syinqithi.
[5] Bidayah wa Nihayah 1/99 oleh Ibnu Katsir.
[6] Tarikhul Umam wal Muluk 1/165 oleh Imam Thabari. Al-Kaamil 1/32 oleh Ibnu Atsir.
[7] Tarikhul Umam wal Muluk 1/170 oleh Imam Thabari. Al-Kaamil 1/34 oleh Ibnu Atsir. Dan ar-Raudhul Anfi 1/14 oleh as-Suhaili.
[8] HR Bukhari no: 3207, 3887. Muslim no: 164. dan selain keduanya.
[9] Bidayah wa Nihayah 1/100 oleh Imam Ibnu Katsir.
[10] Mengacu pada ucapannya beliau, Imam Thabari kalau shoibah berasal dari kaumnya nabi Nuh, dan ini tentunya berbeda dengan riwayat yang lebih terkenal.
[11] Tarikh Thabari 1/179.
[12] HR Bukhari no: 4920.
[13] Beliau adalah seorang perawi yang meriwayatkan shahih Bukhari. Namanya adalah Muhammad bin Abdurahman bin Muhammad bin Abi Taubah al-Kusymihani, al-Marwazi, Abul Fatah. Syaikh, Imam, Khatib, dan seorang yang zuhud. Syaikhnya kelompok sufi, mendengar shahih Bukari dari Abu Ja’far al-Hamdani yang dibacakan kepada al-Ma’mar Abil Khair Muhammad Shofar tahun 471 H. meninggal pada tahun 547 H. Lihat biografinya dalam kitab Siyar oleh Dzahabi.
[14] Fathul Majid 1/280 oleh Syaikh Abdurahman bin Hasan alu Syaikh.
[15] Ighatsatul Lahfan 1/210 oleh Ibnu Qoyim.
[16] al-Hasan was Sayi’ah hal: 116 oleh Ibnu Taimiyah.
[17] Majmu’ah Tauhid hal: 515.
[18] Shoihatul Haq hal: 8, oleh Muhammad Darwisy.
[19] Lihat penjelasannya dalam kitab Da’watu Tauhid hal: 106-107 oleh Syaikh Khalil Haras.

  1. Home
  2. /
  3. A3. Waspada Terhadap Syirik...
  4. /
  5. Kesyirikan Pada Kaumnya Nuh...