Pembaharuan Agama Yang Sarat Kerusakan Ala Islam Liberal

PEMBAHARUAN AGAMA YANG SARAT KERUSAKAN ALA ISLAM LIBERAL

Oleh
Ustadz DR Muhammad Arifin Badri, MA

Islam Liberal Paham Yang Telah Usang
Kemurahan Allâh Azza wa Jalla bukan hanya berkaitan dengan urusan rizki semata, akan tetapi mencakup pula urusan petunjuk (hidayah) dan pedoman hidup. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

Sesungguhnya Kami telah menunjuki manusia jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir [al-Insân/76 :3]

Karenanya, kelak usai penduduk surga menghuni tempatnya masing-masing, mereka berkata:

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ ۖ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ ۖ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ

Mereka berkata: “Segala puji bagi Allâh yang telah menunjuki kami hingga kami masuk ke (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak tidak akan mendapat petunjuk kalau Allâh tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Rabb kami, membawa kebenaran. [al-A’râf/7:43]

Walau demikian, betapa banyak umat manusia yang lebih memilih untuk hidup merana dan jauh dari petunjuk Allâh al-Khâliq. Menurut mereka, kebenaran identik dengan “kebebasan” dalam segala hal, dan tentunya yang selaras dengan hawa nafsunya.

قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ ۖ إِنَّكَ لَأَنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ

Mereka berkata:”Hai Syu’aib, apakah shalatmu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal” [Hûd/11 : 87]

Kaum Nabi Syu’aib Alaihissallam merasa keheranan dengan seruan beliau untuk beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla dan membelanjakan hartanya dengan cara-cara yang diridhai Allâh Azza wa Jalla .

Ketahuilah saudaraku, bahwa setiap paham atau pola pikir yang pernah muncul di suatu kaum, pastilah memiliki generasi penerus yang tak lelah memperjuangkannya. Dahulu dinyatakan dalam pepatah:

لِكُلِّ قَوْمٍ وَارِثٍ

Setiap kaum pastilah memiliki pewaris/penerus

Karenanya, Anda tidak perlu heran bila ternyata pola pikir dan keyakinan kaum Nabi Syu’aib Alaihissallam di atas, hingga saat ini tak hentinya didengungkan oleh sebagian orang. Di antara ‘ahli waris’ paham umat Nabi Syu’ab ialah para penyeru kebebasan berpendapat dan kesetaraan agama yang tergabung dalam wadah komunitas Jaringan Islam Liberal (JIL). Melalui tulisan sederhana ini, saya hendak mengetengahkan sebagian bukti tentang fenomena ini. Dengan harapan, Anda menjadi waspada, dan tidak terperdaya dengan propaganda dan slogan mereka yang terkesan indah, menyejukkan dan mencerahkan.

Bukti Pertama:Kufur Terhadap Janji Allah Dan Rasul-Nya
Coba Anda renungkan ucapan Ulil Absar Abdallah, koordinator JIL berikut: “Pandangan bahwa syari’at adalah suatu “paket lengkap” yang sudah jadi , suatu resep dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah di segala zaman, adalah wujud ketidaktahuan dan ketidak mampuan memahami sunnah Tuhan itu sendiri. Mengajukan syariat Islam sebagai solusi atas semua masalah adalah salah satu bentuk kemalasan berpikir atau lebih parah lagi, merupakan cara untuk lari dari masalah, sebentuk eskapisme, inilah yang menjadi sumber kemunduran umat Islam di mana-mana”[1]

Silahkan cermati dan bandingkan ucapan orang tersebut dengan ucapan umat Nabi Syu’aib Alaihissallam di atas dan juga ucapan Abu Jahal dan kroninya saat menanggapi ajakan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengikrarkan syahâdat (lâ ilâha illallâh) berikut:

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ﴿٥﴾وَانْطَلَقَ الْمَلَأُ مِنْهُمْ أَنِ امْشُوا وَاصْبِرُوا عَلَىٰ آلِهَتِكُمْ ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ يُرَاد﴿٦﴾مَا سَمِعْنَا بِهَٰذَا فِي الْمِلَّةِ الْآخِرَةِ إِنْ هَٰذَا إِلَّا اخْتِلَاقٌ

Apakah ia hendak menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): Pergilah kamu, dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki.[2] Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir (yaitu agama nasrani), ini (mengesakan Allâh) tidak lain hanyalah (kedustaan) yang diada-adakan. [Shâd/38 :5-7]

Bila Abu Jahal menganggap seruan tauhid, beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla adalah suatu hal yang mengherankan, maka penganut JIL menganggapnya sebagai sikap tidak mampu memahami ‘sunnah Tuhan’, atau bahkan sebagai sikap ‘malas berpikir’ atau sebagai ‘pelarian dari masalah’, atau sebagai ‘wujud ketidakberdayaan umat Islam dalam menghadapi masalah yang menghimpit mereka, dan menyelesaikannya dengan cara rasional”[3]

Pada ayat lain, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan harapan musyrikin Qurasiy dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ

Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu) [al-Qalam/68 : 9]

Ibnu Jarîr rahimahullah berkata: “Pendapat yang paling kuat tentang maksud ayat ini ialah pendapat yang mengatakan bahwa maksud ayat ini ialah, “Wahai Muhammad, orang-orang musyrikin bercita-cita (berharap) seandainya engkau sedikit bersikap lunak dan mentoleransi peribadahan mereka kepada sesembahan yang mereka sembah. Sebagai imbalannya, mereka pun akan melunak dan mentoleransi peribadahanmu kepada Allâh Azza wa Jalla “[4]

Coba Anda kembali membandingkan harapan kaum musyrikin ini dengan ucapan Zuldi Qodir berikut: “Jelaslah bahwa Islam Liberal hendak mengatakan bahwa agama di sisi Tuhan bukan saja Islam dalam arti nama sebuah agama, tetapi agama apa saja yang mengajarkan keselamatan, ketuhanan, dan kesalehan. Banyaknya nama agama, nama Tuhan, bentuk ritual hanya penampakan simbolis, atau formalitas bukan subtansi keagamaan. Substansi keagamaan adalah kepercayaannya kepada Tuhan dan ajaran kesalehan”.[5]

Baca Juga  Muslim Liberal

Adakah perbedaan antara cita-cita orang kafir Quraisy dengan paham liberal yang diutarakan oleh Zuldi Qodir ini? Bagaimana pendapat Anda?! Mungkinkah tikus adalah nama lain dari Allâh? Akal model apakah yang bisa mempercayai bahwa sapi adalah nama lain dari Allâh Azza wa Jalla ? Maha suci Allâh Azza wa Jalla dari yang mereka dakwakan.

Bukti Kedua : Menurut Mereka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Adalah Manusia Yang Berjalan Di Pasar
Di antara bukti nyata bahwa paham Islam Liberal tak lebih dari warisan penentang para rasul, persepsi mereka tentang sunnah dan teladan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Coba Anda simak pernyataan koordinator JIL berikut ini: “Islam yang diwujudkan di Madinah partikular, historis, dan kontekstual, sempurna untuk ukuran zamannya, tapi tidak sempurna untuk ukuran saat ini. Kita tidak bisa menerapkan apa saja yang diterapkan pada masa itu. Makanya, Islam pada masa Nabi one among others. Artinya, satu di antara kemungkinan untuk menerjemahkan Islam di muka bumi.”[6]

Di lain kesempatan, Ulil lebih lebar menyingkapkan jati dirinya, yaitu ketika ia berkata: “Nabi itu manusia biasa, tetapi diberi kelebihan oleh Allah. Dia itu aktor sosial yang menghendaki perubahan, seperti para pemimpin revolusi di dunia. Ia membangun idealisme, tapi tak semuanya bisa terwujud, karena struktur sosial tak bisa diubah sepenuhnya”.(?!)[7] Di lain kesempatan, ia menggambarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berkata: “Menurut saya, Rasul Muhammad adalah tokoh historis yang harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang juga banyak kekurangannya), sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah hasanah)”[8]

Coba Anda bandingkan ucapan koordinator JIL di atas dengan ucapan penentang para rasul berikut ini:

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا نَرَاكَ إِلَّا بَشَرًا مِثْلَنَا وَمَا نَرَاكَ اتَّبَعَكَ إِلَّا الَّذِينَ هُمْ أَرَاذِلُنَا بَادِيَ الرَّأْيِ وَمَا نَرَىٰ لَكُمْ عَلَيْنَا مِنْ فَضْلٍ بَلْ نَظُنُّكُمْ كَاذِبِينَ

Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, Dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina-dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta” [Hûd/11 : 27]

Penentang para rasul meyakini bahwa mereka lebih cerdas dan mulia dibanding umat Islam, para pengikut rasul. Sedangkan Ulil meyakini bahwa dirinya dan juga kawan-kawan sepemikirannya merasa tidak patut untuk mengikuti dan meneladani petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Perbedaan antara ucapan Ulil dengan ucapan penentang para nabi zaman dahulu hanya pada kesimpulan terakhir, yaitu pada ucapan mereka: “bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. Bila penentang para nabi nyata-nyata mendustakan kenabian dan kerasulan mereka, sedangkan komunitas JIL melalui koordinatornya tidak atau mungkin belum berani mengutarakannya terang-terangan.

Bukti Ketiga : Mengakui Setiap Nabi Palsu
Di antara hal yang menyingkap jati diri para penganut paham Islam Liberal ialah persepsi mereka tentang status kenabian. Menurut koordinator JIL, kenabian hanyalah sebatas suatu proses yang akan terus berkesinambungan dan tidak berhenti dengan kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Tidak heran bila Ulil yang menjabat sebagai koordinator JIL berkata: “Nabi Muhammad sebagai khataman Nabiyyin seperti disebut dalam al-Qur’ân tak diartikan sebagai penutup para nabi. Yang lebih tepat maknanya cincin. Ibarat jari di antara jari-jari lainnya, maka jari yang memakai cincin begitu diistimewakan, Karena itu, sejarah kenabian akan tetap berlangsung setelah wafatnya Rasûlullâh.”[9]

Dalam ungkapan lainnya, ia berkata: “Oleh karena itu, Islam sebetulnya lebih tepat disebut sebagai sebuah “proses” yang tak pernah selesai, ketimbang sebuah “lembaga agama” yang sudah mati, baku, jumud, dan mengukung kebebasan. Ayat (إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ )”inna al dina ‘inda allah al Islam (ali Imraan/3:19), lebih tepat diterjemahkan sebagai: “Sesungguhnya jalan religiusitas yang benar adalah proses yang tak pernah selesai menuju ketundukan (kepada Yang Maha Benar).[10]

Mungkin karena tidak ingin ada kabut sedikit pun yang menutupi pesannya, dilain kesempatan Ulil mengutarakan pesannya dengan kata-kata yang lebih lugas dan tegas, Ulil berkata: “Bagi saya, wahyu tidak berhenti pada zaman Nabi, wahyu terus bekerja dan turun kepada manusia.”[11]

Demikianlah, Ulil berusaha membuka pintu kenabian sepeninggal Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai umat Islam, menurut hemat Anda, wahyu apakah yang oleh Ulil diklaim akan terus berkelanjutan? Anda penasaran ingin mengetahuinya? Temukan jawabannya pada firman Allâh Azza wa Jalla berikut:

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

Sesungguhnya setan itu mewahyukan (membisikkan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” [al-An’am/6:121]

Inilah wahyu yang hingga saat ini bekerja dan turun kepada manusia dan wahyu inilah yang mungkin sedang di buru oleh para penganut paham Islam Liberal.

Baca Juga  Kafirkah Orang Yang Tidak Mengkafirkan Orang Kafir?

Bukti Keempat:Pembaharuan JIL Pembaharuan Ala Pendeta
Para penganut paham Islam Liberal senantiasa merasa bahwa paham yang mereka ajarkan dapat menjadikan Islam terasa lebih sejuk dan segar. Koordinator JIL berkata: “Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya, tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab.”[12]

Zuly Qodir juga berkata senada dengan apa yang dikatakan oleh Ulil di atas: “Pendek kata, Islam Liberal ingin menempatkan doktrin al-Qur’ân maupun Sunnah dalam konteks kekinian, bukan berlaku surut ke belakang….Islam harus dipahami secara kekinian, berdasarkan sikap kritis atas turunnya sebuah ayat dan hadits, sehingga menjadikan umat Islam tidak terjebak dalam kejumudan dan sikap konservatif.”[13]

Demikianlah saudaraku, para penganut Islam Liberal menyeru Anda untuk merombak agama Allâh Azza wa Jalla , masing-masing selaras dengan selera dan akal pikirannya. Anda bisa bayangkan apa yang akan terjadi bila umat Islam menuruti godaan para penjaja Islam Liberal ini? Agama Islam terus berubah-rubah dari hari ke hari dan masing-masing negeri dan daerah menganut ajaran Islam yang berbeda-beda, selaras dengan perbedaan pemahaman, tradisi, selera dan tradisi yang ada.

Mungkin Anda merasa penasaran dan bertanya-tanya, sebenarnya pembaharuan model siapakah yang sedang diperjuangkan oleh JIL ? Pembaharuan dengan merubah yang haram menjadi halal dan yang halal menjadi haram?

Bila Anda benar-benar ingin mengetahui model pembaharuan ala JIL, maka simaklah hadits berikut:

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ  رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قاَلَ: أَتَيْتُ النَّبِىَّ  صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَفِى عُنُقِى صَلِيبٌ مِنْ ذَهَبٍ ، فقال: يَا عَدِيُّ اطْرَحْ عَنْكَ هَذَا الْوَثَنَ مِنْ عُنُقِكَ. فَطَرَحْتُهُ، فَانْتَهَيْتُ إِلَيهِ وَهُوَ يَقْرَأُ سُوْرَةَ بَرَاءَة، فقرأ هذه الآية: ] اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ [ حَتًَّى فَرَغَ مِنْهَا، فَقُلْتُ: إِنَّا لَسْنَا نَعْبُدُهُم. فقال: أَلَيْسَ يُحَرِّمُونَ مَا أَحَلَّ اللَّهُ فَتُحَرِّمُونَهُ، وَيُحِلُّونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ، فَتَسْتَحِلُّونَهُ؟ قُلْتُ: بَلَى، قَالَ:فَتِلْكَ عِبَادَتُهُمْ

Diriwayatkan dari Sahabat ‘Adi bin Hâtim Radhiyallahu anhu, ia mengisahkan: “(Pada suatu saat) aku datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan di leherku tergantung sebuah salib terbuat dari emas. Melihat itu, beliau bersabda: “Wahai ‘Adi,campakkanlah berhala ini dari lehermu! Tanpa pikir panjang, aku pun mencampakkannya. Ketika aku tiba, beliau sedang membaca surat al-Barâ’ah (surat at-Taubah, dan beliau membaca ayat: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib (pendeta-pendeta) mereka sebagai tuhan selain Allâh.” Beliau membaca ayat tersebut hingga selesai. Mendengar ayat ini, aku berkata: “Sesungguhnya kami dahulu tidak pernah beribadah kepada mereka (para pendeta dan orang-orang alim)”. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menanggapi ucapanku dengan bersabda: “Bukankah mereka (para pendeta) mengharamkan hal-hal yang Allâh haramkan, kemudian kalian pun turut mengharamkannya dan mereka menghalalkan hal-hal yang Allâh haramkan, dan kalian pun turut menghalalkannya?” Aku menimpali penjelasan beliau dengan berkata: “Betul”.. Selanjutnya beliau bersabda: “Itulah wujud peribadatan kepada mereka“. [HR. at-Tirmidzi, at-Thabrâni, dan al-Baihaqi. Dihasankan oleh al-Albâni]

Inilah penyegaran agama yang dipropagandakan oleh para penganut JIL. Sejatinya mereka tidak sedang membaharui agama Islam sehingga menjadi ‘lebih segar, lebih cerah, lebih memenuhi maslahat manusia’[14]

Namun, sebenarnya mereka tengah menghidupkan kembali ajaran Abu Jahal dan para pendeta sehingga tidak aneh bila pola pikir mereka menjadi sesat, suram dan mengancam kemaslahatan umat Islam. Wallâhu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Islam Liberal & Fundamental hlm. 13
[2] Maksud dari perkataan mereka “hal yang dikehendaki” ialah mereka menuduh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru kepada ajaran tauhid, yaitu beribadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla, dan meninggalkan segala peribadatan kepada selain-Nya, guna mencari kedudukan sosial dan hanya sekedar mencari pengikut. Demikian dijelaskan oleh Ibnu Jarir at-Thabari rahimahullah dalam kitab Tafsirnya 10/551 dan dikuatkan oleh Ibnu Katsir t dalam tafsirnya 4/27
[3] Islam Liberal & Fundamental hlm. 12
[4] Tafsir at-Thabari 23/534
[5] Islam Liberal oleh Zuldi Qodir hlm. 195
[6] Islam Liberal & Fundamental hlm. 246
[7] Islam Liberal & Fundamental hlm. 246
[8] Ibid hlm. 9-10
[9] Islam Liberal & Fundamental hlm. 244. Pengertian khâtaman nabiyyîn dengan makna yang disampaikan merupakan pengertian yang salah dari sisi bahasa, apalagi syariat. Silahkan lihat kembali pembahasan rubrik firaq Edisi Khusus tahun XIII yang berjudul Mereka juga Memiliki Nabi Sendiri hlm. 64-66, Red
[10] Idem hlm. 15
[11] Idem hlm 10
[12] Islam Liberal & Fundamental hlm. 8. Baca juga hlm 12, 14, 245
[13] Islam Liberal oleh Zuldy Qodir hlm. 183
[14] Ini adalah cuplikan dari penutup tulisan Ulil yang dimuat di harian KOMPAS edisi 18 Nopember 2002 M dan kemudian dibukukan dan diberi judul Islam Liberal & Fundamental, hlm 16

  1. Home
  2. /
  3. A8. Politik Pemikiran Pluralisme
  4. /
  5. Pembaharuan Agama Yang Sarat...