Pandangan Syariat Terhadap Pajak dan Bea Cukai

PANDANGAN SYARIAT TERHADAP PAJAK DAN BEA CUKAI

Pertanyaan:
قرأت في كتاب ( الزواجر عن اقتراف الكبائر ) لابن حجر الهيتمي في حكم المكوس ، ونهي النبي صلى الله عليه وسلم عنها ، وأن أصحابها أشد الناس عذابا يوم القيامة ، وكثير من الدول يعتمد اقتصادها على تحصيل الرسوم الجمركية على الواردات والصادرات وهذه الرسوم بالتالي يقوم التجار بإضافتها إلى ثمن البضاعة المباعة بالتجزئة للجمهور ، وبهذه الأموال المحصلة تقوم الدولة بمشروعاتها المختلفة لبناء مرافق الدولة . فأرجو توضيح حكم هذه الرسوم وحكم الجمارك والعمل بها وهل يعتبر نفس حكم المكوس أم لا يعتبر نفس الحكم ؟.

Saya membaca buku al Zawajir ‘an Iqtiraf al Kabair karya Ibnu Hajar al Haitami tentang hukum maks (pajak) dan larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut. Di sana juga disebutkan bahwa pemungut maks adalah manusia yang paling keras siksaannya pada hari Kiamat nanti.
Di sisi lain, banyak negara yang perekonomiannya mengandalkan bea cukai atas barang impor ataupun barang ekspor. Pada gilirannya bea cukai ini oleh produsen dibebankan kepada konsumen sehingga harga barang tersebut menjadi lebih mahal. Dari uang bea cukai ini negara mengadakan berbagai proyek untuk membangun berbagai fasilitas negara. Saya berharap akan adanya penjelasan tentang hukum pajak dan bea cukai serta bekerja di bidang itu. Apakah hukum pajak itu sama dengan hukum maks ataukah berbeda?”

Jawaban dari Lajnah Daimah.
فيما يلي نص فتوى اللجنة الدائمة للإفتاء
تحصيل الرسوم الجمركية من الواردات والصادرات من المكوس ، والمكوس حرام ، والعمل بها حرام ، ولو كانت ممن يصرفها ولاة الأمور في المشروعات المختلفة كبناء مرافق الدولة لنهي النبي صلى الله عليه وسلم عن أخذ المكوس وتشديده فيه ،

“Bea cukai atas barang impor atau ekspor itu termasuk maks sedangkan maks adalah haram. Oleh karena itu, bekerja di bidang itu hukumnya haram meskipun pajak tersebut dibelanjakan oleh negara untuk mengadakan berbagai proyek semisal membangun berbagai fasilitas negara. Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bahkan memberi ancaman keras untuk perbuatan mengambil maks.

فقد ثبت في حديث عبد الله بن بريدة عن أبيه في رجم الغامدية التي ولدت من الزنا أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ( والذي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ) الحديث رواه أحمد ومسلم وأبو داوود

Baca Juga  Membelanjakan Zakat Untuk Pembangunan Masjid ? Siapakah Orang Fakir Itu?

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya tentang dirajamnya wanita dari suku al Ghamidiyyah setelah melahirkan anak karena zina. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang wanita tersebut, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh wanita ini telah bertaubat dengan suatu taubat yang seandainya penarik maks (baca: pajak) bertaubat seperti itu niscaya Allah akan mengampuninya.” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Daud)

وروى أحمد وأبو داوود والحاكم عن عقبة بن عامر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : (لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ) وصححه الحاكم

Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Penarik pajak itu tidak akan masuk surga.” Hadits ini dinilai sahih oleh al Hakim.

وقد قال الذهبي في كتابه الكبائر : والمكاس داخل في عموم قوله تعالى : (اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ ) الشورى/42

Dalam al Kabair, adz Dzahabi mengatakan : “Pemungut pajak itu termasuk dalam keumuman firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” [asy Syura/42: 42]

والمكاس من أكبر أعوان الظلمة بل هو من الظلمة أنفسهم فإنه يأخذ ما لا يستحق ، واستدل على ذلك بحديث بريدة وحديث عقبة المتقدمين ثم قال : والمكاس فيه شبه من قاطع الطريق وهو من اللصوص ، وجابي المكس وكاتبه وشاهده وآخذه من جندي وشيخ وصاحب راية شركاء في الوزر آكلون للسحت والحرام . انتهى .

Pemungut pajak adalah termasuk pembantu bagi penguasa zalim yang paling penting. Bahkan pemungut pajak itu termasuk pelaku kezaliman karena mereka mengambil harta yang tidak berhak untuk diambil.”

Adz Dzahabi lantas berdalil dengan hadits dari Buraidah dan ‘Uqbah yang telah disebutkan di atas. Setelah itu adz Dzahabi mengatakan, “Pemungut pajak itu memiliki kesamaan dengan pembegal bahkan dia termasuk pencuri. Pemungut pajak, jurus tulisnya, saksi dan semua pemungutnya baik seorang tentara, kepala suku atau kepala daerah adalah orang-orang yang bersekutu dalam dosa. Semua mereka adalah orang-orang yang memakan harta yang haram.” Sekian kutipan dari al Kabair.

ولأن ذلك من أكل أموال الناس بالباطل وقد قال تعالى  (وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ) البقرة/188

Baca Juga  Zakat Profesi

Dalam pajak terdapat perbuatan memakan harta orang lain dengan cara yang tidak benar padahal Allah berfirman yang artinya, “Janganlah kalian memakan harta di antara kalian dengan cara yang tidak benar.” [al Baqarah/2 : 188]

ولما ثبت عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال في خطبته بمنى يوم العيد في حجة الوداع : (إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا ) .

Ketika memberikan khutbah di Mina pada tanggal 10 Dzulhijjah ketika haji wada’: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian itu tidak boleh diganggu sebagaimana kehormatan hari ini, di negeri ini dan bulan ini.”

فعلى المسلم أن يتقي الله ويدع طرق الكسب الحرام ويسلك طرق الكسب الحلال وهي كثيرة ولله الحمد ومن يستغن يغنه الله

Menjadi kewajiban setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah dengan meninggalkan cara-cara mendapatkan rezeki yang haram dan memilih cara-cara mendapatkan rezeki yang halal yang jumlahnya banyak, Alhamdulillah. Barang siapa yang merasa cukup dengan yang halal maka Allah akan memberi kecukupan untuknya.

قال الله تعالى : (وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مَخْرَجًا ۙ ٢ وَّيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُۗ وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗ ۗاِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا ) الطلاق/2-3

Allah berfirman yang artinya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” [ath Thalaq/65:2-3]

وقال : (وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا) الطلاق/ 4

Allah juga berfirman yang artinya, “Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”  [ath Thalaq/65:4]

وبالله التوفيق
فتاوى اللجنة الدائمة للإفتاء 23 / 489

Demikian yang terdapat dalam Fatwa al Lajnah al Daimah lil Ifta’ jilid 23 halaman 489.

Disalin dari ustadzaris

  1. Home
  2. /
  3. A9. Fiqih Muamalah8 Zakat
  4. /
  5. Pandangan Syariat Terhadap Pajak...