Cara Menanggapi Orang yang Berbuat Maksiat
CARA MENANGGAPI ORANG YANG BERBUAT MAKSIAT
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin ditanya : Tentang jawaban seseorang yang berbuat maksiat ketika diseru kepada kebenaran : ‘Sesunguhnya Allah belum menetapkan hidayah untukku, bagaimana bersikap terhadap orang semacam ini .?
Jawaban.
Jawabannya sederhana saja ; apakah kamu melihat yang ghaib atau kamu telah mengambil kesepakatan dengan Allah ? Jika ia menjawab : Ya, berarti ia kufur, karena ia mengaku mengetahui perkara yang ghaib. Dan jika ia menjawab : Tidak, ia kalah. Jika kamu tidak mengetahui bahwa Allah belum menetapkan hidayah kepadamu, maka mintalah hidayah, karena Allah tidak menahan hidayah kepadamu, bahkan Dia menyerumu kepada hidayah, Dia berkeingiinan agar kamu memperoleh hidayah seraya mengingatkanmu dari kesesatan dan melarangmu dari padanya.
Dan Allah tidak berkehendak meninggalkan hamba-hamba-Nya dalam kesesatan selama-lamanya. Dia berfirman.
“Allah menerangkan kepadamu supaya kamu tidak sesat” [An-Nisa/4 : 176]
“Allah hendak menerangkan kepadamu dan menunjukkanmu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu dan hendak menerima taubatmu” [An-Nisa/4 : 26]
Dari itu bertaubatlah kepada Allah Azza wa Jalla dan Allah lebih bergembira dengan taubatmu dibanding kegembiraan seseorang yang kehilangan kendaraan yang membawa makanan dan minumannya dan ia telah berputus asa. Lalu ia tertidur di bawah pohon menanti kematian. Kemudian ia bangun, tiba-tiba ia melihat tali untanya tergantung di pohon. Segera ia mengambil tali untanya dengan amat sangat gembira sembari berkata : Ya Allah, engkau hambaku dan aku rabbmu. Ia keliru saking gembiranya.
Maka kami tegaskan sekali lagi, bertaubatlah kepada Allah dan Allah memerintahkanmu untuk mengambil petunjuk. Dia pun telah menjelaskan jalan yang hak kepadamu.
Wallahu waliyyut Taufiq.
TENTANG FIRMAN ALLAH SURAT ASH-SHAFFAT : 95-96.
Pertanyaan.
Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang firman Allah Ta’ala :
وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ
Dan Allah-lah yang menciptakan kalian dan apa-apa yang kalian perbuat.
Jawaban
Ini adalah ucapan Ibrahim kepada kaumnya:
قَالَ اَتَعْبُدُوْنَ مَا تَنْحِتُوْنَۙ وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ
Ibrahim berkata, apakah kamu menyembah. patung-patung yang kamu pahat ini? Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat. [As-Saffat/37 : 95-96]
Yakni apa yang kamu perbuat terhadap berhala-berhala ini, untuk menegakkan hujjah kepada mereka bahwa berhala-berhala itu tidak pantas di jadikan sesembahan. Karena apabila berhala-berhala itu merupakan makhluk Allah Ta’ala, maka siapakah yang patut disembah; makhluk atau khaliq? Jawabannya tentu khaliq.
Lalu apakah makhluk pantas menjadi sekutu dalam peribadatan ini? Tidak. Maka Ibrahim bermaksud menegakkan hujjah kepada kaumnya bahwa berhala-berhala yang mereka pahat adalah makhluk Allah. Maka bagaimana mereka menyekutukan Allah dengan makhluk ini. Oleh karena itu, Allah berfirman: وَمَا تَعْمَلُوْنَ, maa merupakan isim maushul yang kembali kepada firman-Nya: مَا تَنْحِتُوْنَۙ. Inilah makna ayat di atas. Bukan sebaliknya, Ibrahim mengesahkan perbuatan syirik mereka kepada Allah lalu mengatakan; sesungguhnya perbuatan kalian adalah makhluk Allah, maka kalian terbebas dari celaan. Sekali lagi bukan demikian maknanya, karena apabila kita mengatakan demikian, niscaya hujjah itu memenangkan mereka dan tidak mengalahkannya. Tetapi di ayat tersebut Ibrahim berhujjah untuk mengalahkan mereka, bukan untuk membelanya.
[Disalin kitab Al-Qadha’ wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin’, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Idris]
- Home
- /
- A4. Buah Keimanan Kepada...
- /
- Cara Menanggapi Orang yang...